BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Globalisasi telah menimbulkan dampak yang sangat besar
bagi perekonomian. Meskipun demikian, globalisasi juga menimbulkan dampak
negatif bagi masyarakat. Kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan
yang terjadi diakibatkan oleh ketidakmerataan distribusi kesempatan dan
lapangan pekerjaan antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Ketimpangan ini
tampak jelas dalam perkembangan angkatan kerja yang berlangsung jauh lebih
pesat dibanding kemampuan penyerapan tenaga kerja. Sebagian besar lapangan
kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan
keterampilan yang khusus, lebih banyak memberi peluang bagi tenaga kerja
wanita. Kemiskinan, tuntutan ekonomi yang mendesak, dan berkurangnya peluang
serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil yang
tepat dan rutin, dan adanya kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah
memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja. Bahkan banyak perempuan
Indonesia yang menguatkan diri untuk bekerja ke luar negeri dengan tawaran gaji
yang relatif lebih besar.
Fenomena ini tentu menimbulkan keuntungan dan masalah
tersendiri bagi pemerintah. Dengan adanya tenaga kerja yang bekerja di luar
negeri tentu dapat menghasilkan devisa bagi negara. Namun tidak sedikit kasus
kekerasan yang menimpa tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut pengiriman TKI ke luar negeri
terutama tentang ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan dengan kenyataan,
serta adanya kesewenangan pihak majikan dalam memperkerjakan TKI. Selain itu
sering terjadi penangkapan dan penghukuman TKI yang dikarenakan
ketidaklengkapan dokumen kerja (TKI ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan
antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan TKI tersebut dan apabila
didiamkan akan menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara. Bukan
hanya masalah yang disebabkan karena faktor dari Negara penerima saja yang
banyak melanggar hak dari para TKI, akan tetapi masalahmasalah
TKI juga dikarenakan faktor dari para calon TKI itu
sendiri. Salah satu contoh Seperti kurangnya kesadaran bahwa menjadi TKI ilegal
tidak memiliki perlindungan hukum. Permasalahan ini menyebabkan banyaknya
tindak kejahatan terhadap TKI seperti pelanggaran HAM, pemerkosaan, dan
pemotongan gaji oleh majikan. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban melindungi
para TKI dari permasalahan-permasalahan tersebut seperti yang telah tercantum
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI yang dimana pemerintah
wajib memberikan perlindungan kepada TKI sebelum keberangkatan sampai pulang
kembali ke Indonesia.
Mengenai pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian
integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja
serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil
maupun spiritual.
Pembangunan ketenagakjerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi
hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh
serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi
pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi
dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja
selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan
pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang
menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumberdaya
manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya
perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan
hubungan industrial.
Salah satu syarat untuk keberhasilan pembangunan nasional adalah kualitas
manusia Indonesia yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap
tinggal landas. Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa
memberikan jaminan hidup, sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapat apabila
manusia tidak mempunyai pekerjaan, dimana dari hasil pekerjaan itu dapat
diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan keluarganya.
Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi,
memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai perdamaian dan keadilan
setiap orang. Hukum seyogyanya memberikan keadilan, karena keadilan itulah
tujuan dari hukum.
Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan
kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan
ini program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu senantiasa
mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan
imbalan jasa yang sepadan. Dengan jalan demikian maka disamping peningkatan
produksi sekaligus dapat dicapai pemerataan hasil pembangunan, karena adanya
perluasan partisipasi masyarakat secara aktif di dalam pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan tumbuhnya
industri-industri baru yang menimbulkan banyak peluang bagi angkatan kerja pria
maupun wanita. Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat
organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan keterampilan yang khusus lebih
banyak memberi peluang bagi tenaga kerja wanita. Tuntutan ekonomi yang mendesak
dan berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak
memberikan suatu hasil yang tepat dan rutuin, dan adanya kesempatan untuk
bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga
kerja wanita. Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa yang sudah
dapat digolongkan pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita yang belum
dewasa yang selayaknya masih harus belajar di bangku sekolah.
Bagi tenaga kerja wanita yang belum berkeluarga masalah yang timbul berbeda
dengan yang sudah berkeluarga yang sifatnya lebih subyektif, meski secara umum
dari kondisi objektif tidak ada perbedaan-perbedaan. Perhatian yang benar bagi
pemerintah dan masyarakat terhadap tenaga kerja terlihat pada bberapa
peraturan-peraturan yang memberikan kelonggaran-kelonggaran maupun larangan-larangan
yang menyangkut kedirian seseorang wanita secara umum seperti cuti hamil, kerja
pada malam hari dan sebagainya.
Selain itu, masalah gangguan seksual (sexual harressment) seringkali
dialami oleh perempuan di tempat kerja, baik oleh teman sekerja maupun oleh
majikan. Gangguan ini bisa berbentuk komentar-komentar atau ucapan-ucapan
verbal, tindakan atau kontak fisik yang mempunyai konotasi seksual. Walaupun
seringkali oleh orang yang menjadi sasaran tindakan tersebut, suatu gangguan tampaknya
tidak membahayakan secara langsung, namun dengan adanya tindakan itu yang
mempunyai unsur kekuasaan dan dominsi, si orang trsebut selalu menjadi sadar
akan keperempuannya dan keperawanannya terhadap gangguan-gangguan tersebut.
Bentuk yang paling ekstrem dari gangguan seksual itu adalah perkosaan yang
seringkali pula bentuknya sangat terselubung, dalam artian bahwa sering
dianggap peristiwa tersebut sebagai peristiwa individual semata dan tidak
menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.
Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga
memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut
pergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran dimaksud
tidak jarang melanggara peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghadapi
pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan,
pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-langkah
antisipatif serta mampu menampung segala perkembangan yang terjadi.
Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaan harus
terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara
efektif oleh para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan
ketenagakerjaan sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat ditegakkan. Penerapan
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga
keseimbangan/keserasian hubungan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan
pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ktenagakerjaan dalam rangka
meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan kerja dapat terjamin.
Sendjun menjelaskan bahwa pembinaan hubungan ketenagakerjaan perlu diarahkan
kepada terciptanya keserasian antara tenaga kerja dan pengusaha yang dijiwai
oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana masing-masing pihak saling
menghormati dan saling mengerti terhadap peranan serta hak dan kewajibannya
masing-masing dalam keseluruhan aspek produksi, serta peningkatan partisipasi
mereka dalam pembangunan.
Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak
dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi
perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan
dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan. Dengan
demikian,Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat berarti dalam mengatur hak
dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam
melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.
Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar
bisa menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta
perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya
undang-undang ketenagakerjaan yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh
yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan umum kami menyusun dan membuat makalah ini
adalah untuk mengetahui dan menyelesaikan masalah ketenagakarjaan di Indonesia.
Serta menginformasikan kepada para pembaca bagaimana kualitas kerja tenaga
kerja Indonesia, faktor penyebabnya, dan cara penanggulangannya. Karena selama
ini hasil produksi Indonesia sangat sedikit dan negara Indonesia
lebih banyak mengimpor produk dari luar negeri dan lebih sedikit mengekspor barang/produk
sendiri. Selain itu :
1. Agar masalah kualitas tenaga kerja Indonesia yang
dihadapi di dalam masyarakat Indonesia dapat terpecahkan. Kami ingin menemukan
solusi dari masalah tersebut.
2. Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum tenaga kerja
wanita ditinjau dari UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam
perlindungan hukum tenaga kerja wanita dan memberikan solusi penyelesaian.
B. Manfaat
Dengan hadirnya karya tulis ini, pembaca akan mendapat
manfaat yang banyak, manfaat yang didapatkan setelah membaca karya tulis ini
sangat menopang pembaca dalam memahami berbagai prospek kehidupan sosial di
negara kita, yakni Indonesia.
Makalah ini bermanfaat sebagai pendamping belajar
mengenai ilmu pengetahuan sosial khususnya bagi para mahasiswa/i. Selain itu
dapat memperluas pengetahuan pembaca.
Pelajar maupun
pembaca yang sudah membaca karya tulis ilmiah kami ini, dapat memahami,
mengetahui bagaimana keadaan atau kehidupan tenaga kerja Indonesia saat ini.
Semoga selain dari hal tersebut, pembaca merasakan manfaat lain menurut diri
sendiri.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Mendeskripsikan Pekerja Indonesia di Luar Negeri
A.
Definisi Tenaga Kerja
Indonesia (TKI)
Pertumbuhan penduduk yang besar, pesebaran penduduk
yang tidak merata dan minimalnya lapangan pekerjaan dan tingginya gaji serta
fasilitas yang dijanjikan menyebabkan munculnya fenomena migrasi tenaga kerja,
selanjutnya para pekerja ini dikenalkan dengan istilah pekerja migran. Di
Indonesia pengertian ini merunjuk pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) baik
laki-laki maupun perempuan yang tersebar dibeberapa negara. Pengiriman TKI
Indonesia masih berlangsung ke negara-negara ekonomi maju di sekitar Asia
seperti Taiwan, Singapura, Brunei, Korea, jepang, dan Malaysia. Dan juga ke
negara Arab. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di lakukan dikarenakan
permintaan yang tinggi dari negara-negara tujuan tersebut juga disebabkan
beberapa hal, yaitu sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia dan juga besarnya
gaji yang dijanjikan.
Penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri
merupakan program nasional dalam upaya peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja
dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya manusia. Penempatan
tenaga kerja ke luar dapat dilakukan dengan memanfaatkan pasar kerja
internasional melalui peningkatan kualitas kompetensi tenaga kerja disertai
dengan perlindungan yang optimal sejak sebelum keberangkatan, selama bekerja di
luar negeri sampai tiba kembali ke Indonesia. Menurut pasal 1 UU no 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tiap tenaga
kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan,
selanjutnya dijelaskan dalam pasal 4 bahwa pemerintah mewujudkan pemerataan
kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional dan daerah.
Pemerintah mengatur penyediaan tenaga kerja dalam
kualitas dan kuantitas yang memadai, serta mengatur penyebaran tenaga kerja
sedemikian rupa sehingga memberi dorongan kearah penyebaran tenaga kerja yang
efisien dan efektif, pemerintah juga mengatur penggunaan tenaga kerja secara
penuh dan produktif untuk mencapai kemanfaatan yang sebesar-besarnya dengan
menggunakan prinsip tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat.
1.
Tenaga Kerja
Indonesia Legal
TKI yang bekerja di luar negeri dapat dikelompokan
menjadi TKI legal dan TKI ilegal, TKI legal adalah tenaga kerja Indonesia yang
hendak mencari pekerjaan di luar negeri dengan mengikuti prosedur dan aturan
serta mekanisme secara hukum yang harus ditempuh untuk mendapatkan izin bekerja
di luar negeri, para pekerja juga disertai dengan surat-surat resmi yang
menyatakan izin bekerja di luar negeri. TKI legal akan mendapatkan perlindungan
hukum, baik itu dari pemerintah Indonesia maupun dari pemerintah negara
penerima. Oleh karena itu para TKI ini juga harus melengkapi persyaratan legal
yang diajukan oleh pihak imigrasi negara penerima.
2.
Tenaga Kerja
Indonesia Ilegal
TKI ilegal adalah tenaga kerja indonesia yang bekerja
di luar negeri namun tidak memiliki izin resmi untuk bekerja di tempat
tersebut, para TKI ini tidak mengikuti prosedur dan mekanisme hukum yang ada di
indonesia dan negara penerima.
Empat kategori pekerja asing dianggap ilegal:
1. Mereka yang bekerja di luar masa resmi mereka tinggal
2. Mereka yang bekerja di luar ruang lingkup aktivitas
diizinkan untuk status mereka
3. Mereka yang bekerja tanpa status kependudukan yang
izin kerja atau tanpa izin
4. Orang-orang yang memasuki negara itu secara tidak sah
untuk tujuan terlibat dalam kegiatan yang menghasilkan pendapatan atau bisnis.
B.
Fungsi dan
Peran TKI
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ternyata mempunyai
peranan penting untuk memperbaiki hubungan antara Indonesia dan Malaysia yang
saat ini sedang memanas. Hal ini diungkapkan oleh M. Cholily, Ketua Serikat
Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur, yang ditemui pada hari Minggu (05/09)
kemarin. “Pemerintah Malaysia diuntungkan dengan adanya TKI, Pemerintah
Indonesia juga diuntungkan dengan devisa dari TKI,” jelasnya.
Menurutnya, Pemerintah Malaysia juga dipengaruhi
oleh banyaknya TKI yang bekerja di sektor formal dan informal, sehingga
penarikan secara massal TKI dari Malaysia dapat merugikan Negara Jiran tersebut. Belum lagi jika para TKI
tersebut dipulangkan ke Indonesia, Pemerintah Indonesia juga harus menyediakan
lapangan pekerjaan pengganti para TKI tersebut yang jumlahnya sekitar 2 juta
jiwa. “Sebenarnya Indonesia dan Malaysia membutuhkan TKI, sehingga kedua negara
seharusnya memberikan perhatian yang serius kepada buruh migran itu,” ucapnya.
Cholily mengatakan bahwa hubungan Indonesia dan
Malaysia yang memanas bisa saja mempengaruhi kondisi psikologis dari para TKI.
Bisa saja para majikan melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap para TKI
karena memanasnya hubungan antara Indonesia dan Malaysia. “Ada kemungkinan para
majikan melakukan tindakan sewenang-wenang kepada TKI yang menjadi pembantu
rumah tangga karena ketegangan kedua negara itu, sehingga hal itu merugikan
TKI” katanya.
Gemuruh pembangunan ekonomi masih menyisakan
banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah persoalan
kemiskinan. Faktual, saat ini jumlah penduduk miskin masih tinggi. Data yang
didiseminasi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pada Maret 2012, sebanyak
29,13 juta (11,96 persen) penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan,
sementara 26,39 juta (10,83 persen) lainnya rentan untuk jatuh miskin karena
kondisi kesejahteraan yang tidak jauh berbeda dengan penduduk miskin.
Selama ini pemerintah memang telah mengerahkan segenap upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin secara berarti. Berbagai program penanggulangan kemiskinan berlapis pun telah diluncurkan, yang tentu saja menghabiskan anggaran yang tidak sedikit–mencapai 90 triliun di tahun 2012. Namun sayangnya, penurunan jumlah penduduk miskin berjalan lambat dan jauh dari harapan.
Selama ini pemerintah memang telah mengerahkan segenap upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin secara berarti. Berbagai program penanggulangan kemiskinan berlapis pun telah diluncurkan, yang tentu saja menghabiskan anggaran yang tidak sedikit–mencapai 90 triliun di tahun 2012. Namun sayangnya, penurunan jumlah penduduk miskin berjalan lambat dan jauh dari harapan.
Karenanya, pemerintah perlu terus bekerja keras,
dan upaya penanggulangan kemiskinan hendaknya tidak hanya bertumpu pada
berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan selama ini.
Berbagai upaya lain juga perlu dicoba, dan salah satunya adalah pemanfaatan
potensi uang yang dikirim oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar
negeri (remitansi).
Hingga tahun 2012, jumlah TKI yang bekerja di
luar negeri telah mencapai 3.998.592 orang. Tiga negara utama tujuan para TKI
adalah Arab Saudi (1.427.928 orang), Malaysia (1.049.325 orang), dan Taiwan
(381.588 orang). Ini adalah data resmi yang dikeluarkan oleh Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang tentu saja tidak mencakup mereka
yang bekerja di luar negeri tanpa melalui jalur resmi alias ilegal. Diketahui,
jumlah TKI ilegal cukup besar (khususnya di Malaysia). Hingga saat ini, belum
ada data pasti mengenai jumlah mereka. Di Malaysia, misalnya, jumlah TKI ilegal
diperkirakan mencapai 2/3 dari total pekerja migran asal Indonesia yang bekerja
di negara tersebut (Sukamdi, 2008).
Sayangnya, sebagian besar TKI (71 persen)
bekerja di sektor informal. Mudah untuk diduga, sebagian besar mereka adalah
pembantu rumah tangga (PRT). Hasil studi yang dilakukan Suhariyanto et al.
dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2007
menunjukkan, sekitar 48,8 persen TKI bekerja sebagai PRT. Temuan ini nampaknya
bersesuaian dengan fakta bahwa sekitar 76 persen TKI adalah perempuan.
Meskipun sebagian besar TKI bekerja di sektor
informal, mereka berperan penting bagi perekonomian melalui uang yang mereka
kirimkan ke Indonesia. Itulah sebab mereka digelari sebagai “pahlawan devisa”.
Hingga saat ini tidak diketahui secara pasti jumlah remitansi yang dikirim oleh
para TKI. Sebagai gambaran, pada tahun 2009, jumlahnya diperkirakan mencapai
6,77 miliar dollar AS (BI dan BNP2TKI).
Angka 6,77 miliar dollar AS tersebut dipastikan
lebih kecil dari jumlah remitansi sesungguhnya yang diterima dari para TKI.
Pasalnya, selama ini belum ada sistem yang memadai terkait penghitungan jumlah
remitansi yang diperoleh dari para TKI. Secara sederhana, selama ini remitansi
dihitung dari semua residual pada neraca pembayaran (balance of payment).
Selain
itu, remitansi dalam jumlah signifikan yang mengalir ke Indonesia masih banyak
yang tidak terdeteksi karena dikirim melalui berbagai saluran tidak resmi.
Sebagai contoh, Survei Remitansi Nasional yang dilakukan Bank Indonesia
mengungkap fakta bahwa di Nunukan, Kalimantan Timur, hanya 30 persen TKI yang
mengirimkan uangnya ke tanah air dengan menggunakan saluran resmi atau bank.
Sisanya, lebih memilih untuk mengirim uang mereka melalui karabat atau teman
yang kembali ke tanah air serta berbagai jalur tak resmi lainnya.
Potensi
Besar
Umumnya, para TKI berasal dari rumah tangga
dengan kondisi ekonomi pas-pasan. Karena itu, peran remitansi dari para TKI
cukup besar bagi upaya penanggulangan kemiskinan. Hasil studi yang dilakukan
oleh Suhariyanto et al. juga menemukan bahwa sebagian besar sumber pendapatan
rumah tangga migran, yakni rumah tangga dengan minimal satu anggota rumah
tangga bekerja sebagai TKI, berasal dari remitansi. Donasinya mencapai 31,2
persen terhadap total pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Hasil studi
juga menunjukkan, pola pengeluaran (expenditure pattern) rumah tangga migran
yang menerima remitansi lebih baik ketimbang rumah tangga migran yang tidak
menerima remitansi: porsi pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, dan barang
tahan lama lebih tinggi. Ini merupakan indikasi bahwa kondisi kesejahteraan
rumah tangga migran penerima remitansi lebih baik dibanding rumah tangga migran
yang tidak menerima remitansi.
C.
Aturan TKI
Banyak sekali peraturan hukum positif yang
menegaskan tentang eksistensi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI), bahwa negara
sangat berperan dalam pembudidayaan TKI di Indonesia. Seperti halnya,
pengurusan negara terhadap TKI. Maka, secara emplisit negara telah menetapkan
peraturan yang harus dijalan oleh seorang yang ingin menjadi TKI, yaitu sebagai
berikut:
1.
Bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib
dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakannya.
2.
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan
yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang
layak, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan keahlian,
keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan.
3.
Tenaga kerja Indonesia di luar negeri sering
dijadikan obyek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa,
korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat
manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.
4.
Negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi
warga negaranya yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan
prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan
gender, anti diskriminasi, dan anti perdagangan manusia.
5.
Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri
merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga
kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang
pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi
manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
6.
Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri
perlu dilakukan secara terpadu antara instansi Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah dan peran serta masyarakat dalam suatu sistem hukum guna melindungi
tenaga kerja Indonesia yang ditempatkan di luar negeri.
7.
Peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan yang ada belum mengatur secara memadai, tegas, dan terperinci
mengenai penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
8.
Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dinyatakan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri
diatur dengan Undang-undang.
Mengingat :
1.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 E ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).
Dari
berbagai peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tentang pelaksanaan dan
tanggung jawab TKI telah disebutkan dalan peraturan pemerintahan. Maka, secara
otomatis seorang TKI harus patuh dan taat hukum di dalam negri maupun di luar
Negri, agar asuransi dan perlengakapan persiapan Tki bisa berjalan sebagaimana
mestinya.
D.
Permasalahan Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) Di Dalam Negeri
Persoalan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar
negeri rupanya tak luput dari carut-marutnya pengelolaan sejumlah perusahaan
pengerah tenaga kerja. Perekonomian Indonesia mengalami surplus tenaga kerja.
Jumlah penawaran tenaga kerja melampaui permintaannya. Pemerintah memperkirakan
angka pengangguran turun dari 7,9 persen di tahun 2009 menjadi 7,6% pada 2010.
Tetapi sebenarnya masih banyak orang dengan status bekerja, namun melakukan
pekerjaan yang tidak layak. Sebelum krisis ekonomi 1997, angka elastisitas
penyerapan tenaga kerja cukup tinggi.
Sulitnya memperoleh pekerjaan di dalam negeri
mendorong sebagian pekerja mengadu nasib di luar negeri. Tekanan penduduk
(population pressure) dalam beberapa tahun mendatang akan semakin besar.
Sekitar 56% pekerja Indonesia hanya lulusan SD ke bawah. Semakin sedikit
kesempatan kerja untuk para lulusan SD. Hal ini diperburuk tidak adanya sistem
jaminan sosial. Setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Tidak ada
pilihan lain, sehingga harus bekerja termasuk ke luar negeri. Tetapi, jika
tidak dikelola dengan baik, maka akan terus menimbulkan masalah. Data Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menunjukkan adanya tren
kenaikan TKI bermasalah dari sekitar 14% pada 2008 menjadi lebih dari 20% pada
2009.
Awal Permasalahan
Pemerintah mensyaratkan bahwa TKI harus legal, dikirim
melalui agen resmi yang membantunya untuk membuat paspor dan visa, memperoleh
surat keterangan kesehatan, membayar asuransi dan kewajiban lainnya, memiliki
keterampilan dan kemampuan bahasa. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Kemenakertrans) memperkirakan pada 2010 terdapat sekitar 2,7 juta TKI bekerja
di luar negeri. Namun jumlahnya dapat lebih besar mengingat banyak TKI ilegal
tidak tercatat. Sekitar 45% TKI memilih bekerja di Malaysia karena kemudahan
komunikasi. Sementara 35% TKI bekerja di Arab Saudi. TKI berperan besar bagi
perekonomian Indonesia. Nilai remitansi TKI tahun 2008 mencapai sekitar Rp60
triliun per tahun (15% PDB Indonesia).
Masalah TKI muncul sejak proses awal di Indonesia.
Umumnya penyaluran TKI melalui agen tenaga kerja, baik yang legal maupun
ilegal. Agen TKI mengontrol hampir seluruh proses awal, mulai dari rekrutmen,
paspor dan aplikasi visa, pelatihan, transit, dan penempatan TKI. Banyak TKI
baru pertama kali ke luar negeri, direkrut makelar yang datang ke desanya,
dengan janji upah tertentu, pilihan pekerjaan yang banyak, dan menawarkan
bantuan kemudahan proses.
Rendahnya pendidikan calon TKI mengakibatkan mereka
menghadapi risiko mudah ditipu pihak lain. Mereka tidak memahami aturan dan
persyaratan untuk bekerja di luar negeri. Rendahnya laporan TKI yang mengalami
kasus tertentu ke pihak berwenang juga didasarkan kekhawatiran mereka karena
memiliki identitas palsu. Banyak TKI usianya masih terlalu muda, namun demi
kelancaran proses, usia di dokumen dipalsukan. Pemalsuan tidak hanya usia,
tetapi juga nama dan alamat. Oleh karena itu, tidak mudah melacak para TKI
bermasalah di luar negeri.
E. Masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Di Luar Negeri
Permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut
pengiriman TKI keluar negeri terutama tentang ketidaksesuaian antara yang
diperjanjikan dengan kenyataan, serta adanya kesewenangan pihak majikan dalam memperkerjakan
TKI. Selain itu sering terjadi penangkapan dan penghukuman TKI yang dikarenakan
ketidaklengkapan dokumen kerja (TKI ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan
antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan TKI tersebut dan apabila
didiamkan akan menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara.
Bukan hanya masalah yang disebabkan karena faktor dari
negara penerima saja yang banyak melanggar hak dari para TKI, akan tetapi
masalah-masalah TKI juga dikarenakan faktor dari para calon TKI itu sendiri.
Salah satu contoh seperti kurangnya kesadaran bahwa menjadi TKI ilegal tidak
memiliki perlindungan hukum. Permasalahan ini menyebabkan banyaknya tindak
kejahatan terhadap TKI seperti pelanggaran HAM, pemerkosaan, dan pemotongan
gaji oleh majikan. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban melindungi para TKI
dari permasalahanpermasalahan tersebut seperti yang telah tercantum dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI yang dimana pemerintah wajib
memberikan perlindungan kepada TKI sebelum keberangkatan sampai pulang kembali
ke Indonesia.
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia (KEMNAKERTRANS), pada tahun 2008 jumlah TKI yang bermasalah
antara lain :
Hasil Sweeping Tahun
2008-TKI Bermasalah.
NO.
KETERANGAN JUMLAH TKI
1.
CTKI unfit 76
2.
CTKI Buta huruf 38
3.
Dokumen tidak lengkap
352
4.
Dibawah umur 70
5.
Hamil 1
6.
Dokumen palsu 153
Tenaga kerja Indonesia yang bermasalah sebagian besar
dikarenakan para Tenaga Kerja Indonesia tersebut tidak memiliki dokumen secara lengkap.
Dan banyak juga dari para tenaga kerja Indonesia yang menggunakan dokumen
palsu. Hal-hal tersebut merupakan sebab-sebab munculnya berbagai kasus yang
terjadi belakangan ini seperti pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), penyiksaan
terhadap TKI dan juga perdagangan manusia. Dengan dokumen yang tidak lengkap
ataupun dokumen palsu para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri
tidak mempunyai perlindungan hukum dikarenakan status mereka pun adalah sebagai
Tenaga Kerja Indonesia ilegal.
F. Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) ke Luar Negeri.
Dasar hukum atau landasan dasar penyelenggaraan
program PTKLN (penempatan tenaga kerja luar negeri) yaitu dalam rangka memenuhi
hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan, sebagaimana amanat UUD 1945. Dikarenakan pasar kerja di dalam
negeri tidak mampu menyerap seluruh angkatan kerja yang ada, maka pasar kerja
luar negeri menjadi pilihan bagi sejumlah tenaga kerja untuk mendapatkan
pekerjaan. Dengan demikian, dasar hukum yang digunakan untuk mengatur
penyelenggaraan PTKLN pada saat ini adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor Kep.104A/MEN/2002 tentang penempatan TKI ke luar negeri.
Disamping itu terdapat pula produk hukum terkait dengan penyelenggaraan PTKLN,
misalnya Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2000 tentang Badan Koordinasi
Penempatan TKI.
Pelaksanaan PTKLN diatur dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Kep.104A/MEN/2002 tentang penempatan tenaga
kerja Indonesia ke luar negeri. Disebutkan antara lain hal-hal sebagai berikut
:
1. Penempatan TKI adalah kegiatan penempatan tenaga kerja
yang dilakukan dalam rangka mempertemukan persediaan TKI dengan permintaan
pasar kerja di luar negeri dengan menggunakan mekanisme antar kerja.
2. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah warga Negara
Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam
jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan
TKI.
3. Penemptan TKI dilakukan oleh lembaga pelaksana terdiri
atas Perusahaan Jasa Tenga Kerja Indonesia (PJTKI) dan instansi pemerintah yang
bertanggung jawab di bidang penempatan TKI ke luar negeri. Sampai saat ini,
penempatan TKI sebagian besar dilakukan oleh PJTKI, yaitu badan usaha berbentuk
perseroan terbatas yang mendapatkan izin usaha penempatan TKI oleh Menteri
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi.
Pelaksanaan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI
pada dasarnya mempunyai dua sisi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dalam
segala bentuknya yaitu komitmen nasional atas dasar keutuhan persepsi bersama
untuk menggalang dan melaksanakan koordinasi lintas regional dan sektoral, baik
vertikal maupun horizonal, ternasuk perlunya ada kejelasan proporsi peran dan
tanggung jawab antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, PPTKIS dan sarana pendukung utama dalam penyiapan TKI
yang berkualitas dan bermartabat. Kejelasan proporsi dan tanggung jawab
tersebut perlu dijalin dalam rangka menggalang kemitraan (Spirit Indonesia
incorporate) karena ketika TKI berangkat dan bekerja di luar negeri akan
menyangkut permasalah harkat dan martabat manusia Indonesia, Bangsa, Negara dan
Pemerintahan dipercaturan Dunia Internasional. Kegiatan pelayanan penempatan
dan perlindungan TKI pada dasarnya bertumpu pada jasa manusia yang melekat pada
diri manusia yang memiliki hak asasi, harkat dan martabat yang terkait langsung
dengan kegiatan ekonomi dan sosial, sehingga berbagai pihak berminat dan mudah
melibatkan diri untuk dapat dimanfaatkan dan dipolitisir untuk kepentingan
kelompok atau golongan masyarakat tertentu.
Untuk meminimalisir dampak negatif dari pelayanan
penempatan dan perlindungan TKI, campur tangan Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah secara integral sangat dibutuhkan, guna mencegah TKI menerima
pekerjaanpekerjaan yang non-remuneratif, eksploitatif, penyalahgunaan,
penyelewengan serta menimalisir biaya sosial yang ditimbulkanya.
Pemerintah sangat menyadari bahwa untuk melarang atau mempengaruhi keputusan
masyarakat untuk tidak bekerja di luar negeri memang sulit, karena di samping
menyangkut hak asasi manusia yang dilindungi Undang-undang dan juga menyangkut
otoritas dan kedaulatan suatu Negara. Walaupun begitu Undang-undang juga
mewajibkan Pemerintah untuk mengambil langkahlangkah Kebijakan yang tepat guna
meminimalisir permasalahan dan memberikan perlindungan kepada TKI.
G. Solusi Serta Peran Pemerintah Dalam Menanggapi Masalah
Ketenagakerjaan TKI
Pemerintah
perlu menertibkan para agen TKI ilegal untuk menghindari permasalahan sejak
proses awal. Kita semua perlu menyadari bahwa permasalahan TKI berawal dari
dalam negeri, meskipun akar masalah di luar negeri juga tidak bisa diabaikan.
Rendahnya kesempatan kerja dan tingginya pertumbuhan penduduk sebagai akibat
mengendurnya berbagai kebijakan kependudukan berdampak pada meningkatnya aliran
pekerja dengan pendidikan rendah ke luar negeri. Sehingga peran serta solusi
dari pemerintah sangat diperlukan dalam menangani masalah ketenagakerjaan TKI,
hal tersebut agar masalah TKI bisa teratasi dan para TKI bisa sejahtera.
Selain
itu, perlu koordinasi yang lebih baik antara Perlindungan TKI (BNP2TKI) dan
Kemenakertrans. Pemerintah harus lebih fokus untuk mengungkapkan solusi dan
bukan sekadar mengungkapkan masalah. Semua pihak harus segera duduk bersama.
Instrumen kebijakan untuk mengatasi masalah TKI tidak harus terkait langsung
dengan urusan TKI itu sendiri. Karena pada dasarnya, Indonesia saat ini
membutuhkan komitmen kebijakan kependudukan yang kuat dan secara tidak langsung
akan mengatasi masalah TKI pada jangka panjang.
2.2. Mendeskripsikan
Mengenai Buruh Perempuan
A.
Perlindungan Pekerja
Perempuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan disebutkan bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita
adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian
kerja dengan menerima upah.
Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki,
seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan
dan lain-lain.
1.
Pedoman Hukum Bagi
Pekerja Wanita
Pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap pekerja wanita berpedoman pada Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76, 81, 82, 83, 84, Pasal
93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau perjanjian
kerja bersama perusahaan yang meliputi:
a.
Perlindungan Jam Kerja
Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita
(pukul 23.00 sampai pukul 07.00). Hal ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada
pengecualiannya yaitu pengusaha yang mempekerjakan wanita pada jam tersebut
wajib:
1)
Memberikan makanan
dan minuman bergizi
2)
Menjaga kesusilaan
dan keamanan selama di tempat kerja
3)
Menyediakan antar
jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul
23.00 – 05.00.
Tetapi pengecualian
ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berum7ur di bawah 18 (delapan belas)
tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan keterangan dokter berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila bekerja antara pukul 23.00 –
07.00.
Dalam pelaksanaannya
masih ada perusahaan yang tidak memberikan makanan dan minuman bergizi tetapi
diganti dengan uang padahal ketentuannya tidak boleh diganti dengan uang.
2.
Perlindungan dalam
masa haid
Padal Pasal 81
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur masalah
perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja wanita yang dalam
masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid
dengan upah penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak menggunakan
haknya dengan alasan tidak mendapatkan premi hadir.
3.
Perlindungan Selama
Cuti Hamil
Sedangkan pada pasal
82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah
cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5 bulan sebelum saatnya
melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh. Ternyata dalam
pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara penuh.
4.
Pemberian Lokasi
Menyusui
Pasal 83
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah ibu
yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada pekerja wanita yang anaknya
masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang lokasinya dekat
dengan perusahaan.
B.
Peranan Penting Dinas
tenaga Kerja
Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja
wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan
pada Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di bidang
ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ke Perusahaan.
C.
Hambatan-Hambatan
Hukum Bagi Pekerja Wanita
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara
pekerja dengan pengusaha yang kadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak
adanya sanksi dari peraturan perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor
pekerja sendiri yang tidak menggunakan haknya dengan alasan ekonomi.
Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus
menjabarkannya dan mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke
dalam rumusan undang-undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan
para pelanggarnya ke muka sidang pengadilan. Namun demikian, preempuan sendiri
masih belum banyak yang sadar bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa hal
tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan. Adalah sangat
prematur untuk mengadakan bahwa CEDAW sudah dihormati dan dilaksanakan secara
universal.
CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia
untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW
ditentukan bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda
berdasarkan gender yang :
a. Secara sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan;
b. Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi
pengakuan terhadap hak perempuan baik di dalam maupun di luar negeri; atau
c. Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia
dan kebebasan dasar yang dimilikinya.
Perempuan mempunyai atas perlindungan yang khusus
sesuai dengan fungsi reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1)
CEDAW huruf f bahwa hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja
termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi reproduksi.
Selain itu seringkali adanya pemalsuan dokumen seperti
nama, usia, alamat dan nama majikan sering berbeda dengan yang tercantum di
dalam paspor. Tenaga kerja yang tidak berdokumen tidak diberikan dokumen
perjanjian kerja. Hal ini juga sering terjadi pada pekerja perempuan yang
bekerja di luar negeri. Maka untuk itu CEDAW pada pasal 15 ayat (3) mengatur
yaitu negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua dokumen
yang mempunyai kekuatan hukum, yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum
para wanita, wajib dianggap batal dan tidak berlaku.
D.
Perlindungan Pekerja
Perempuan Berdasarkan Konvensi ILO
Konvensi ILO Nomor 45 tentang Kerja wanita dalam semua
macam tambang di bawah tanah. Isi Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap wanita tanpa
memandang umurnya tidak boleh melakukan pekerjaan tambah di bawah tanah.
Pengecualiannya terdapat pada pasal 3.
Dalam konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi
Laki-Laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama nilainya menyebutkan,
“Pengupahan meliputi upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan
pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga, yang harus dibayar secara langsung
atau tidak, maupun secara tunai atau dengan barang oleh pengusaha dengan buruh
berhubung dengan pekerjaan buruh”.
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya
hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus. Pengusaha dalam
menetapkan upah tidak boleh diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh
wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gemuruh
pembangunan ekonomi masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang harus
diselesaikan. Salah satunya adalah persoalan kemiskinan. Faktual, saat ini
jumlah penduduk miskin masih tinggi. Data yang didiseminasi Badan Pusat
Statistik (BPS) menyebutkan, pada Maret 2012, sebanyak 29,13 juta (11,96
persen) penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, sementara 26,39
juta (10,83 persen) lainnya rentan untuk jatuh miskin karena kondisi
kesejahteraan yang tidak jauh berbeda dengan penduduk miskin.
Selama ini pemerintah memang telah mengerahkan segenap upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin secara berarti. Berbagai program penanggulangan kemiskinan berlapis pun telah diluncurkan, yang tentu saja menghabiskan anggaran yang tidak sedikit–mencapai 90 triliun di tahun 2012. Namun sayangnya, penurunan jumlah penduduk miskin berjalan lambat dan jauh dari harapan.
Selama ini pemerintah memang telah mengerahkan segenap upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin secara berarti. Berbagai program penanggulangan kemiskinan berlapis pun telah diluncurkan, yang tentu saja menghabiskan anggaran yang tidak sedikit–mencapai 90 triliun di tahun 2012. Namun sayangnya, penurunan jumlah penduduk miskin berjalan lambat dan jauh dari harapan.
Karenanya,
pemerintah perlu terus bekerja keras, dan upaya penanggulangan kemiskinan hendaknya
tidak hanya bertumpu pada berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah
dijalankan selama ini. Berbagai upaya lain juga perlu dicoba, dan salah satunya
adalah pemanfaatan potensi uang yang dikirim oleh para tenaga kerja Indonesia
(TKI) dari luar negeri (remitansi).
Pelaksanaan peraturan perundangan tentang
ketenagakerjaan tersebut, khususnya dalam perlindungan hukum terhadap tenaga
kerja perempuan dilaksanakan oleh pemerintah, pengusaha dan pekerja pada
perusahaan-perusahaan, berorientasi pada tiga domein, yaitu domein tenaga
kerja, pengusaha dan pemerintah (lingkungan kerja).
Pemerintah dan pelaksana peraturan perundangan
tersebut telah melakukan pengawasan dalam pelaksanaan peraturan perundangan
tersebut, dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan
kultur yang berkembang dalam masyarakat.
Peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tentang
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sudah cukup untuk mengatur dan
memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja
perempuan, yaitu memberikan perempuan berserikat dan berdemokrasi di tempat
kerja, perlindungan tenaga kerja perempuan terhadap diskriminasi, perlindungan
terhadap pemenuhan hak-hak dasar pekerja, perlindungan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja.
Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan peraturan
perundangan tersebut, adalah kendala yang bersifat eksternal dan kendala
internal. Namun demikian peraturan perundangan tersebut dapat dilaksanakan
secara efektif untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja, khususnya
tenaga kerja perempuan.
B.
Saran
Demikian
makalah yang saya buat guna untuk memenuhi tugas, pemakalah sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu pemakalah membutuhkan kritik
dan saran yang mendukung guna untuk menujang makalah pembuatan makalah yang
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Http://slamet-triyono.blogspot.com/2009/11/kualitas-penduduk.html
Http://cakdiyon.blogspot.com/2011/08/permasalahan-kependudukan-dancara.html
Http://www.duniatki.com
Http://www.uhrmedia.com/uhr-corner/komunitas-PERMASALAHAN-TENAGA-KERJA-INDONESIA-269.html
Http://www.anneahira.com/cara-mengatasi-pengangguran.html
Http://www.scribd.com/doc/24670191/makalah-pengangguran.
Http://www.ciputraentrepreneurship.com/beranda/5343.html
K. Rampersad. Hubert, 2006. PERLINDUNGAN
WANITA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
A. Judge. Timothy dan Stephen P. Robbins. 2008. PEKERJA
WANITA Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.
http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010_11_01_archive.html#uds-search-results
http://www.ebooklibs.com/worddocuments/kedudukan,_kewenangan_pemerintah.html