Thursday, January 12, 2017

7:30:00 AM
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Globalisasi telah menimbulkan dampak yang sangat besar bagi perekonomian. Meskipun demikian, globalisasi juga menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan yang terjadi diakibatkan oleh ketidakmerataan distribusi kesempatan dan lapangan pekerjaan antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Ketimpangan ini tampak jelas dalam perkembangan angkatan kerja yang berlangsung jauh lebih pesat dibanding kemampuan penyerapan tenaga kerja. Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan keterampilan yang khusus, lebih banyak memberi peluang bagi tenaga kerja wanita. Kemiskinan, tuntutan ekonomi yang mendesak, dan berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil yang tepat dan rutin, dan adanya kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja. Bahkan banyak perempuan Indonesia yang menguatkan diri untuk bekerja ke luar negeri dengan tawaran gaji yang relatif lebih besar.
Fenomena ini tentu menimbulkan keuntungan dan masalah tersendiri bagi pemerintah. Dengan adanya tenaga kerja yang bekerja di luar negeri tentu dapat menghasilkan devisa bagi negara. Namun tidak sedikit kasus kekerasan yang menimpa tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut pengiriman TKI ke luar negeri terutama tentang ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan dengan kenyataan, serta adanya kesewenangan pihak majikan dalam memperkerjakan TKI. Selain itu sering terjadi penangkapan dan penghukuman TKI yang dikarenakan ketidaklengkapan dokumen kerja (TKI ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan TKI tersebut dan apabila didiamkan akan menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara. Bukan hanya masalah yang disebabkan karena faktor dari Negara penerima saja yang banyak melanggar hak dari para TKI, akan tetapi masalahmasalah
TKI juga dikarenakan faktor dari para calon TKI itu sendiri. Salah satu contoh Seperti kurangnya kesadaran bahwa menjadi TKI ilegal tidak memiliki perlindungan hukum. Permasalahan ini menyebabkan banyaknya tindak kejahatan terhadap TKI seperti pelanggaran HAM, pemerkosaan, dan pemotongan gaji oleh majikan. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban melindungi para TKI dari permasalahan-permasalahan tersebut seperti yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI yang dimana pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada TKI sebelum keberangkatan sampai pulang kembali ke Indonesia.
Mengenai pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual.
             Pembangunan ketenagakjerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja atau buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
             Salah satu syarat untuk keberhasilan pembangunan nasional adalah kualitas manusia Indonesia yang menentukan berhasil tidaknya usaha untuk memenuhi tahap tinggal landas. Peningkatan kualitas manusia tidak mungkin tercapai tanpa memberikan jaminan hidup, sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapat apabila manusia tidak mempunyai pekerjaan, dimana dari hasil pekerjaan itu dapat diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan keluarganya.
             Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai perdamaian dan keadilan setiap orang. Hukum seyogyanya memberikan keadilan, karena keadilan itulah tujuan dari hukum.
             Perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja harus merupakan kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan ini program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu senantiasa mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin dengan imbalan jasa yang sepadan. Dengan jalan demikian maka disamping peningkatan produksi sekaligus dapat dicapai pemerataan hasil pembangunan, karena adanya perluasan partisipasi masyarakat secara aktif di dalam pembangunan.
             Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan tumbuhnya industri-industri baru yang menimbulkan banyak peluang bagi angkatan kerja pria maupun wanita. Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan keterampilan yang khusus lebih banyak memberi peluang bagi tenaga kerja wanita. Tuntutan ekonomi yang mendesak dan berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil yang tepat dan rutuin, dan adanya kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja wanita. Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa yang sudah dapat digolongkan pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita yang belum dewasa yang selayaknya masih harus belajar di bangku sekolah.
             Bagi tenaga kerja wanita yang belum berkeluarga masalah yang timbul berbeda dengan yang sudah berkeluarga yang sifatnya lebih subyektif, meski secara umum dari kondisi objektif tidak ada perbedaan-perbedaan. Perhatian yang benar bagi pemerintah dan masyarakat  terhadap tenaga kerja terlihat pada bberapa peraturan-peraturan yang memberikan kelonggaran-kelonggaran maupun larangan-larangan yang menyangkut kedirian seseorang wanita secara umum seperti cuti hamil, kerja pada malam hari dan sebagainya.
             Selain itu, masalah gangguan seksual (sexual harressment) seringkali dialami oleh perempuan di tempat kerja, baik oleh teman sekerja maupun oleh majikan. Gangguan ini bisa berbentuk komentar-komentar atau ucapan-ucapan verbal, tindakan atau kontak fisik yang mempunyai konotasi seksual. Walaupun seringkali oleh orang yang menjadi sasaran tindakan tersebut, suatu gangguan tampaknya tidak membahayakan secara langsung, namun dengan adanya tindakan itu yang mempunyai unsur kekuasaan dan dominsi, si orang trsebut selalu menjadi sadar akan keperempuannya dan keperawanannya terhadap gangguan-gangguan tersebut. Bentuk yang paling ekstrem dari gangguan seksual itu adalah perkosaan yang seringkali pula bentuknya sangat terselubung, dalam artian bahwa sering dianggap peristiwa tersebut sebagai peristiwa individual semata dan tidak menyangkut pelanggaran hak asasi manusia.
             Masalah tenaga kerja saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Pada masa perkembangan tersebut pergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggara peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu menampung segala perkembangan yang terjadi.
             Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaan harus terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara efektif oleh para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan ketenagakerjaan sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat ditegakkan. Penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan/keserasian hubungan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ktenagakerjaan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan kerja dapat terjamin.
             Sendjun menjelaskan bahwa pembinaan hubungan ketenagakerjaan perlu diarahkan kepada terciptanya keserasian antara tenaga kerja dan pengusaha yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana masing-masing pihak saling menghormati dan saling mengerti  terhadap peranan serta hak dan kewajibannya masing-masing dalam keseluruhan aspek produksi, serta peningkatan partisipasi mereka dalam pembangunan.
             Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan dan kesejahteraan. Dengan demikian,Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sangat berarti dalam mengatur hak dan kewajiban bagi para tenaga kerja maupun para pengusaha di dalam melaksanakan suatu mekanisme proses produksi.
             Tidak kalah pentingnya adalah perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunnya undang-undang ketenagakerjaan yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.

B.      Tujuan
Tujuan umum kami menyusun dan membuat makalah ini adalah untuk mengetahui dan menyelesaikan masalah ketenagakarjaan di Indonesia. Serta menginformasikan kepada para pembaca bagaimana kualitas kerja tenaga kerja Indonesia, faktor penyebabnya, dan cara penanggulangannya. Karena selama ini hasil produksi  Indonesia sangat sedikit dan negara Indonesia lebih banyak mengimpor produk dari luar negeri dan lebih sedikit mengekspor barang/produk sendiri. Selain itu :
1.      Agar masalah kualitas tenaga kerja Indonesia yang dihadapi di dalam masyarakat Indonesia dapat terpecahkan. Kami ingin menemukan solusi dari masalah tersebut.
2.      Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum tenaga kerja wanita ditinjau dari UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3.      Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam perlindungan hukum tenaga kerja wanita dan memberikan solusi penyelesaian.

B.       Manfaat
Dengan hadirnya karya tulis ini, pembaca akan mendapat manfaat yang banyak, manfaat yang didapatkan setelah membaca karya tulis ini sangat menopang pembaca dalam memahami berbagai prospek kehidupan sosial di negara kita, yakni Indonesia.
Makalah ini bermanfaat sebagai pendamping belajar mengenai ilmu pengetahuan sosial khususnya bagi para mahasiswa/i. Selain itu dapat memperluas pengetahuan pembaca.
Pelajar maupun pembaca yang sudah membaca karya tulis ilmiah kami ini, dapat memahami, mengetahui bagaimana keadaan atau kehidupan tenaga kerja Indonesia saat ini. Semoga selain dari hal tersebut, pembaca merasakan manfaat lain menurut diri sendiri.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Mendeskripsikan Pekerja Indonesia di Luar Negeri
A.      Definisi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)          
Pertumbuhan penduduk yang besar, pesebaran penduduk yang tidak merata dan minimalnya lapangan pekerjaan dan tingginya gaji serta fasilitas yang dijanjikan menyebabkan munculnya fenomena migrasi tenaga kerja, selanjutnya para pekerja ini dikenalkan dengan istilah pekerja migran. Di Indonesia pengertian ini merunjuk pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) baik laki-laki maupun perempuan yang tersebar dibeberapa negara. Pengiriman TKI Indonesia masih berlangsung ke negara-negara ekonomi maju di sekitar Asia seperti Taiwan, Singapura, Brunei, Korea, jepang, dan Malaysia. Dan juga ke negara Arab. Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di lakukan dikarenakan permintaan yang tinggi dari negara-negara tujuan tersebut juga disebabkan beberapa hal, yaitu sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia dan juga besarnya gaji yang dijanjikan.
Penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri merupakan program nasional dalam upaya peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya manusia. Penempatan tenaga kerja ke luar dapat dilakukan dengan memanfaatkan pasar kerja internasional melalui peningkatan kualitas kompetensi tenaga kerja disertai dengan perlindungan yang optimal sejak sebelum keberangkatan, selama bekerja di luar negeri sampai tiba kembali ke Indonesia. Menurut pasal 1 UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan, selanjutnya dijelaskan dalam pasal 4 bahwa pemerintah mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
Pemerintah mengatur penyediaan tenaga kerja dalam kualitas dan kuantitas yang memadai, serta mengatur penyebaran tenaga kerja sedemikian rupa sehingga memberi dorongan kearah penyebaran tenaga kerja yang efisien dan efektif, pemerintah juga mengatur penggunaan tenaga kerja secara penuh dan produktif untuk mencapai kemanfaatan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan prinsip tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat.

1.        Tenaga Kerja Indonesia Legal
TKI yang bekerja di luar negeri dapat dikelompokan menjadi TKI legal dan TKI ilegal, TKI legal adalah tenaga kerja Indonesia yang hendak mencari pekerjaan di luar negeri dengan mengikuti prosedur dan aturan serta mekanisme secara hukum yang harus ditempuh untuk mendapatkan izin bekerja di luar negeri, para pekerja juga disertai dengan surat-surat resmi yang menyatakan izin bekerja di luar negeri. TKI legal akan mendapatkan perlindungan hukum, baik itu dari pemerintah Indonesia maupun dari pemerintah negara penerima. Oleh karena itu para TKI ini juga harus melengkapi persyaratan legal yang diajukan oleh pihak imigrasi negara penerima.

2.        Tenaga Kerja Indonesia Ilegal
TKI ilegal adalah tenaga kerja indonesia yang bekerja di luar negeri namun tidak memiliki izin resmi untuk bekerja di tempat tersebut, para TKI ini tidak mengikuti prosedur dan mekanisme hukum yang ada di indonesia dan negara penerima.
Empat kategori pekerja asing dianggap ilegal:
1.      Mereka yang bekerja di luar masa resmi mereka tinggal
2.      Mereka yang bekerja di luar ruang lingkup aktivitas diizinkan untuk status mereka
3.      Mereka yang bekerja tanpa status kependudukan yang izin kerja atau tanpa izin
4.      Orang-orang yang memasuki negara itu secara tidak sah untuk tujuan terlibat dalam kegiatan yang menghasilkan pendapatan atau bisnis.
B.       Fungsi dan Peran TKI
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ternyata mempunyai peranan penting untuk memperbaiki hubungan antara Indonesia dan Malaysia yang saat ini sedang memanas. Hal ini diungkapkan oleh M. Cholily, Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Timur, yang ditemui pada hari Minggu (05/09) kemarin. “Pemerintah Malaysia diuntungkan dengan adanya TKI, Pemerintah Indonesia juga diuntungkan dengan devisa dari TKI,” jelasnya.
Menurutnya, Pemerintah Malaysia juga dipengaruhi oleh banyaknya TKI yang bekerja di sektor formal dan informal, sehingga penarikan secara massal TKI dari Malaysia dapat merugikan Negara Jiran tersebut. Belum lagi jika para TKI tersebut dipulangkan ke Indonesia, Pemerintah Indonesia juga harus menyediakan lapangan pekerjaan pengganti para TKI tersebut yang jumlahnya sekitar 2 juta jiwa. “Sebenarnya Indonesia dan Malaysia membutuhkan TKI, sehingga kedua negara seharusnya memberikan perhatian yang serius kepada buruh migran itu,” ucapnya.
Cholily mengatakan bahwa hubungan Indonesia dan Malaysia yang memanas bisa saja mempengaruhi kondisi psikologis dari para TKI. Bisa saja para majikan melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap para TKI karena memanasnya hubungan antara Indonesia dan Malaysia. “Ada kemungkinan para majikan melakukan tindakan sewenang-wenang kepada TKI yang menjadi pembantu rumah tangga karena ketegangan kedua negara itu, sehingga hal itu merugikan TKI” katanya.
Gemuruh pembangunan ekonomi masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah persoalan kemiskinan. Faktual, saat ini jumlah penduduk miskin masih tinggi. Data yang didiseminasi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pada Maret 2012, sebanyak 29,13 juta (11,96 persen) penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, sementara 26,39 juta (10,83 persen) lainnya rentan untuk jatuh miskin karena kondisi kesejahteraan yang tidak jauh berbeda dengan penduduk miskin.
Selama ini pemerintah memang telah mengerahkan segenap upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin secara berarti. Berbagai program penanggulangan kemiskinan berlapis pun telah diluncurkan, yang tentu saja menghabiskan anggaran yang tidak sedikit–mencapai 90 triliun di tahun 2012. Namun sayangnya, penurunan jumlah penduduk miskin berjalan lambat dan jauh dari harapan.
Karenanya, pemerintah perlu terus bekerja keras, dan upaya penanggulangan kemiskinan hendaknya tidak hanya bertumpu pada berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan selama ini. Berbagai upaya lain juga perlu dicoba, dan salah satunya adalah pemanfaatan potensi uang yang dikirim oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri (remitansi).
Hingga tahun 2012, jumlah TKI yang bekerja di luar negeri telah mencapai 3.998.592 orang. Tiga negara utama tujuan para TKI adalah Arab Saudi (1.427.928 orang), Malaysia (1.049.325 orang), dan Taiwan (381.588 orang). Ini adalah data resmi yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang tentu saja tidak mencakup mereka yang bekerja di luar negeri tanpa melalui jalur resmi alias ilegal. Diketahui, jumlah TKI ilegal cukup besar (khususnya di Malaysia). Hingga saat ini, belum ada data pasti mengenai jumlah mereka. Di Malaysia, misalnya, jumlah TKI ilegal diperkirakan mencapai 2/3 dari total pekerja migran asal Indonesia yang bekerja di negara tersebut (Sukamdi, 2008).
Sayangnya, sebagian besar TKI (71 persen) bekerja di sektor informal. Mudah untuk diduga, sebagian besar mereka adalah pembantu rumah tangga (PRT). Hasil studi yang dilakukan Suhariyanto et al. dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2007 menunjukkan, sekitar 48,8 persen TKI bekerja sebagai PRT. Temuan ini nampaknya bersesuaian dengan fakta bahwa sekitar 76 persen TKI adalah perempuan.
Meskipun sebagian besar TKI bekerja di sektor informal, mereka berperan penting bagi perekonomian melalui uang yang mereka kirimkan ke Indonesia. Itulah sebab mereka digelari sebagai “pahlawan devisa”. Hingga saat ini tidak diketahui secara pasti jumlah remitansi yang dikirim oleh para TKI. Sebagai gambaran, pada tahun 2009, jumlahnya diperkirakan mencapai 6,77 miliar dollar AS (BI dan BNP2TKI).
Angka 6,77 miliar dollar AS tersebut dipastikan lebih kecil dari jumlah remitansi sesungguhnya yang diterima dari para TKI. Pasalnya, selama ini belum ada sistem yang memadai terkait penghitungan jumlah remitansi yang diperoleh dari para TKI. Secara sederhana, selama ini remitansi dihitung dari semua residual pada neraca pembayaran (balance of payment).
Selain itu, remitansi dalam jumlah signifikan yang mengalir ke Indonesia masih banyak yang tidak terdeteksi karena dikirim melalui berbagai saluran tidak resmi. Sebagai contoh, Survei Remitansi Nasional yang dilakukan Bank Indonesia mengungkap fakta bahwa di Nunukan, Kalimantan Timur, hanya 30 persen TKI yang mengirimkan uangnya ke tanah air dengan menggunakan saluran resmi atau bank. Sisanya, lebih memilih untuk mengirim uang mereka melalui karabat atau teman yang kembali ke tanah air serta berbagai jalur tak resmi lainnya.
Potensi Besar
Umumnya, para TKI berasal dari rumah tangga dengan kondisi ekonomi pas-pasan. Karena itu, peran remitansi dari para TKI cukup besar bagi upaya penanggulangan kemiskinan. Hasil studi yang dilakukan oleh Suhariyanto et al. juga menemukan bahwa sebagian besar sumber pendapatan rumah tangga migran, yakni rumah tangga dengan minimal satu anggota rumah tangga bekerja sebagai TKI, berasal dari remitansi. Donasinya mencapai 31,2 persen terhadap total pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Hasil studi juga menunjukkan, pola pengeluaran (expenditure pattern) rumah tangga migran yang menerima remitansi lebih baik ketimbang rumah tangga migran yang tidak menerima remitansi: porsi pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, dan barang tahan lama lebih tinggi. Ini merupakan indikasi bahwa kondisi kesejahteraan rumah tangga migran penerima remitansi lebih baik dibanding rumah tangga migran yang tidak menerima remitansi.




C.      Aturan TKI
Banyak sekali peraturan hukum positif yang menegaskan tentang eksistensi dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI), bahwa negara sangat berperan dalam pembudidayaan TKI di Indonesia. Seperti halnya, pengurusan negara terhadap TKI. Maka, secara emplisit negara telah menetapkan peraturan yang harus dijalan oleh seorang yang ingin menjadi TKI, yaitu sebagai berikut:
1.      Bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakannya.
2.      Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan.
3.      Tenaga kerja Indonesia di luar negeri sering dijadikan obyek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.
4.      Negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, dan anti perdagangan manusia.
5.      Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
6.      Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri perlu dilakukan secara terpadu antara instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dan peran serta masyarakat dalam suatu sistem hukum guna melindungi tenaga kerja Indonesia yang ditempatkan di luar negeri.
7.      Peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang ada belum mengatur secara memadai, tegas, dan terperinci mengenai penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
8.      Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri diatur dengan Undang-undang.

Mengingat :
1.        Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28 D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28 E ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.        Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).
Dari berbagai peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tentang pelaksanaan dan tanggung jawab TKI telah disebutkan dalan peraturan pemerintahan. Maka, secara otomatis seorang TKI harus patuh dan taat hukum di dalam negri maupun di luar Negri, agar asuransi dan perlengakapan persiapan Tki bisa berjalan sebagaimana mestinya.

D.      Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Di Dalam Negeri
Persoalan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri rupanya tak luput dari carut-marutnya pengelolaan sejumlah perusahaan pengerah tenaga kerja. Perekonomian Indonesia mengalami surplus tenaga kerja. Jumlah penawaran tenaga kerja melampaui permintaannya. Pemerintah memperkirakan angka pengangguran turun dari 7,9 persen di tahun 2009 menjadi 7,6% pada 2010. Tetapi sebenarnya masih banyak orang dengan status bekerja, namun melakukan pekerjaan yang tidak layak. Sebelum krisis ekonomi 1997, angka elastisitas penyerapan tenaga kerja cukup tinggi.
Sulitnya memperoleh pekerjaan di dalam negeri mendorong sebagian pekerja mengadu nasib di luar negeri. Tekanan penduduk (population pressure) dalam beberapa tahun mendatang akan semakin besar. Sekitar 56% pekerja Indonesia hanya lulusan SD ke bawah. Semakin sedikit kesempatan kerja untuk para lulusan SD. Hal ini diperburuk tidak adanya sistem jaminan sosial. Setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Tidak ada pilihan lain, sehingga harus bekerja termasuk ke luar negeri. Tetapi, jika tidak dikelola dengan baik, maka akan terus menimbulkan masalah. Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menunjukkan adanya tren kenaikan TKI bermasalah dari sekitar 14% pada 2008 menjadi lebih dari 20% pada 2009.

Awal Permasalahan
Pemerintah mensyaratkan bahwa TKI harus legal, dikirim melalui agen resmi yang membantunya untuk membuat paspor dan visa, memperoleh surat keterangan kesehatan, membayar asuransi dan kewajiban lainnya, memiliki keterampilan dan kemampuan bahasa. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) memperkirakan pada 2010 terdapat sekitar 2,7 juta TKI bekerja di luar negeri. Namun jumlahnya dapat lebih besar mengingat banyak TKI ilegal tidak tercatat. Sekitar 45% TKI memilih bekerja di Malaysia karena kemudahan komunikasi. Sementara 35% TKI bekerja di Arab Saudi. TKI berperan besar bagi perekonomian Indonesia. Nilai remitansi TKI tahun 2008 mencapai sekitar Rp60 triliun per tahun (15% PDB Indonesia).
Masalah TKI muncul sejak proses awal di Indonesia. Umumnya penyaluran TKI melalui agen tenaga kerja, baik yang legal maupun ilegal. Agen TKI mengontrol hampir seluruh proses awal, mulai dari rekrutmen, paspor dan aplikasi visa, pelatihan, transit, dan penempatan TKI. Banyak TKI baru pertama kali ke luar negeri, direkrut makelar yang datang ke desanya, dengan janji upah tertentu, pilihan pekerjaan yang banyak, dan menawarkan bantuan kemudahan proses.
Rendahnya pendidikan calon TKI mengakibatkan mereka menghadapi risiko mudah ditipu pihak lain. Mereka tidak memahami aturan dan persyaratan untuk bekerja di luar negeri. Rendahnya laporan TKI yang mengalami kasus tertentu ke pihak berwenang juga didasarkan kekhawatiran mereka karena memiliki identitas palsu. Banyak TKI usianya masih terlalu muda, namun demi kelancaran proses, usia di dokumen dipalsukan. Pemalsuan tidak hanya usia, tetapi juga nama dan alamat. Oleh karena itu, tidak mudah melacak para TKI bermasalah di luar negeri.

E.       Masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Di Luar Negeri
Permasalahan-permasalahan yang terjadi menyangkut pengiriman TKI keluar negeri terutama tentang ketidaksesuaian antara yang diperjanjikan dengan kenyataan, serta adanya kesewenangan pihak majikan dalam memperkerjakan TKI. Selain itu sering terjadi penangkapan dan penghukuman TKI yang dikarenakan ketidaklengkapan dokumen kerja (TKI ilegal). Hal-hal ini menimbulkan ketegangan antara pihak pemerintah dengan negara-negara tujuan TKI tersebut dan apabila didiamkan akan menimbulkan terganggunya hubungan bilateral kedua negara.
Bukan hanya masalah yang disebabkan karena faktor dari negara penerima saja yang banyak melanggar hak dari para TKI, akan tetapi masalah-masalah TKI juga dikarenakan faktor dari para calon TKI itu sendiri. Salah satu contoh seperti kurangnya kesadaran bahwa menjadi TKI ilegal tidak memiliki perlindungan hukum. Permasalahan ini menyebabkan banyaknya tindak kejahatan terhadap TKI seperti pelanggaran HAM, pemerkosaan, dan pemotongan gaji oleh majikan. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban melindungi para TKI dari permasalahanpermasalahan tersebut seperti yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI yang dimana pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada TKI sebelum keberangkatan sampai pulang kembali ke Indonesia.
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (KEMNAKERTRANS), pada tahun 2008 jumlah TKI yang bermasalah antara lain :


Hasil Sweeping Tahun 2008-TKI Bermasalah.
NO. KETERANGAN JUMLAH TKI
1.        CTKI unfit 76
2.        CTKI Buta huruf 38
3.        Dokumen tidak lengkap 352
4.        Dibawah umur 70
5.        Hamil 1
6.        Dokumen palsu 153
Tenaga kerja Indonesia yang bermasalah sebagian besar dikarenakan para Tenaga Kerja Indonesia tersebut tidak memiliki dokumen secara lengkap. Dan banyak juga dari para tenaga kerja Indonesia yang menggunakan dokumen palsu. Hal-hal tersebut merupakan sebab-sebab munculnya berbagai kasus yang terjadi belakangan ini seperti pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), penyiksaan terhadap TKI dan juga perdagangan manusia. Dengan dokumen yang tidak lengkap ataupun dokumen palsu para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak mempunyai perlindungan hukum dikarenakan status mereka pun adalah sebagai Tenaga Kerja Indonesia ilegal.

F.       Kebijakan dan Strategi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri.
Dasar hukum atau landasan dasar penyelenggaraan program PTKLN (penempatan tenaga kerja luar negeri) yaitu dalam rangka memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sebagaimana amanat UUD 1945. Dikarenakan pasar kerja di dalam negeri tidak mampu menyerap seluruh angkatan kerja yang ada, maka pasar kerja luar negeri menjadi pilihan bagi sejumlah tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan demikian, dasar hukum yang digunakan untuk mengatur penyelenggaraan PTKLN pada saat ini adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.104A/MEN/2002 tentang penempatan TKI ke luar negeri. Disamping itu terdapat pula produk hukum terkait dengan penyelenggaraan PTKLN, misalnya Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2000 tentang Badan Koordinasi Penempatan TKI.
Pelaksanaan PTKLN diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Kep.104A/MEN/2002 tentang penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Disebutkan antara lain hal-hal sebagai berikut :
1.      Penempatan TKI adalah kegiatan penempatan tenaga kerja yang dilakukan dalam rangka mempertemukan persediaan TKI dengan permintaan pasar kerja di luar negeri dengan menggunakan mekanisme antar kerja.
2.      Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah warga Negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI.
3.      Penemptan TKI dilakukan oleh lembaga pelaksana terdiri atas Perusahaan Jasa Tenga Kerja Indonesia (PJTKI) dan instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang penempatan TKI ke luar negeri. Sampai saat ini, penempatan TKI sebagian besar dilakukan oleh PJTKI, yaitu badan usaha berbentuk perseroan terbatas yang mendapatkan izin usaha penempatan TKI oleh Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi.
Pelaksanaan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI pada dasarnya mempunyai dua sisi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dalam segala bentuknya yaitu komitmen nasional atas dasar keutuhan persepsi bersama untuk menggalang dan melaksanakan koordinasi lintas regional dan sektoral, baik vertikal maupun horizonal, ternasuk perlunya ada kejelasan proporsi peran dan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, PPTKIS dan sarana pendukung utama dalam penyiapan TKI yang berkualitas dan bermartabat. Kejelasan proporsi dan tanggung jawab tersebut perlu dijalin dalam rangka menggalang kemitraan (Spirit Indonesia incorporate) karena ketika TKI berangkat dan bekerja di luar negeri akan menyangkut permasalah harkat dan martabat manusia Indonesia, Bangsa, Negara dan Pemerintahan dipercaturan Dunia Internasional. Kegiatan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI pada dasarnya bertumpu pada jasa manusia yang melekat pada diri manusia yang memiliki hak asasi, harkat dan martabat yang terkait langsung dengan kegiatan ekonomi dan sosial, sehingga berbagai pihak berminat dan mudah melibatkan diri untuk dapat dimanfaatkan dan dipolitisir untuk kepentingan kelompok atau golongan masyarakat tertentu.
Untuk meminimalisir dampak negatif dari pelayanan penempatan dan perlindungan TKI, campur tangan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah secara integral sangat dibutuhkan, guna mencegah TKI menerima pekerjaanpekerjaan yang non-remuneratif, eksploitatif, penyalahgunaan, penyelewengan serta menimalisir biaya sosial yang ditimbulkanya.   Pemerintah sangat menyadari bahwa untuk melarang atau mempengaruhi keputusan masyarakat untuk tidak bekerja di luar negeri memang sulit, karena di samping menyangkut hak asasi manusia yang dilindungi Undang-undang dan juga menyangkut otoritas dan kedaulatan suatu Negara. Walaupun begitu Undang-undang juga mewajibkan Pemerintah untuk mengambil langkahlangkah Kebijakan yang tepat guna meminimalisir permasalahan dan memberikan perlindungan kepada TKI.

G.      Solusi Serta Peran Pemerintah Dalam Menanggapi Masalah Ketenagakerjaan TKI
Pemerintah perlu menertibkan para agen TKI ilegal untuk menghindari permasalahan sejak proses awal. Kita semua perlu menyadari bahwa permasalahan TKI berawal dari dalam negeri, meskipun akar masalah di luar negeri juga tidak bisa diabaikan. Rendahnya kesempatan kerja dan tingginya pertumbuhan penduduk sebagai akibat mengendurnya berbagai kebijakan kependudukan berdampak pada meningkatnya aliran pekerja dengan pendidikan rendah ke luar negeri. Sehingga peran serta solusi dari pemerintah sangat diperlukan dalam menangani masalah ketenagakerjaan TKI, hal tersebut agar masalah TKI bisa teratasi dan para TKI bisa sejahtera.
Selain itu, perlu koordinasi yang lebih baik antara Perlindungan TKI (BNP2TKI) dan Kemenakertrans. Pemerintah harus lebih fokus untuk mengungkapkan solusi dan bukan sekadar mengungkapkan masalah. Semua pihak harus segera duduk bersama. Instrumen kebijakan untuk mengatasi masalah TKI tidak harus terkait langsung dengan urusan TKI itu sendiri. Karena pada dasarnya, Indonesia saat ini membutuhkan komitmen kebijakan kependudukan yang kuat dan secara tidak langsung akan mengatasi masalah TKI pada jangka panjang.

2.2.  Mendeskripsikan Mengenai Buruh Perempuan
A.      Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
             Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa,”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”.
             Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan Pekerja Wanita adalah Tenaga Kerja Wanita dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja dengan menerima upah.
             Aturan hukum untuk pekerja perempuan ada yang berbeda dengan pekerja laki-laki, seperti cuti melahirkan, pelecehan seksual di tempat kerja, jam perlindungan dan lain-lain.
1.      Pedoman Hukum Bagi Pekerja Wanita
Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita berpedoman pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Pasal 76, 81, 82, 83, 84, Pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama perusahaan yang meliputi:
a.         Perlindungan Jam Kerja
Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja wanita (pukul 23.00 sampai pukul 07.00). Hal ini diatur pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tetapi dalam hal ini ada pengecualiannya yaitu pengusaha yang mempekerjakan wanita pada jam tersebut wajib:
1)        Memberikan makanan dan minuman bergizi
2)        Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
3)        Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 – 05.00.
Tetapi pengecualian ini tidak berlaku bagi pekerja perempuan yang berum7ur di bawah 18 (delapan belas) tahun ataupun perempuan hamil yang berdasarkan keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya apabila bekerja antara pukul 23.00 – 07.00.
Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan makanan dan minuman bergizi tetapi diganti dengan uang padahal ketentuannya tidak boleh diganti dengan uang.

2.      Perlindungan dalam masa haid
Padal Pasal 81 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diatur masalah perlindungan dalam masa haid. Perlindungan terhadap pekerja wanita yang dalam masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan upah penuh. Dalam pelaksanaanya lebih banyak yang tidak menggunakan haknya dengan alasan tidak mendapatkan premi hadir.

3.      Perlindungan Selama Cuti Hamil
Sedangkan pada pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah cuti hamil. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh. Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara penuh.

4.      Pemberian Lokasi Menyusui
Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur masalah ibu yang sedang menyusui. Pemberian kesempatan pada pekerja wanita yang anaknya masih menyusui untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang lokasinya dekat dengan perusahaan.
B.       Peranan Penting Dinas tenaga Kerja
            Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja wanit yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan pada Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan di bidang ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ke Perusahaan.

C.      Hambatan-Hambatan Hukum Bagi Pekerja Wanita
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja wanita adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha yang kadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja sendiri yang tidak menggunakan haknya dengan alasan ekonomi.
Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut ke dalam rumusan undang-undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan para pelanggarnya ke muka sidang pengadilan. Namun demikian, preempuan sendiri masih belum banyak yang sadar bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan. Adalah sangat prematur untuk mengadakan bahwa CEDAW sudah dihormati dan dilaksanakan secara universal.
CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW ditentukan bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda berdasarkan gender yang :
a.       Secara sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan;
b.      Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak perempuan baik di dalam maupun di luar negeri; atau
c.       Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang dimilikinya.
Perempuan mempunyai atas perlindungan yang khusus sesuai dengan fungsi reproduksinya sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (1) CEDAW huruf f bahwa hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja termasuk usaha perlindungan terhadap fungsi reproduksi.
Selain itu seringkali adanya pemalsuan dokumen seperti nama, usia, alamat dan nama majikan sering berbeda dengan yang tercantum di dalam paspor. Tenaga kerja yang tidak berdokumen tidak diberikan dokumen perjanjian kerja. Hal ini juga sering terjadi pada pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri. Maka untuk itu CEDAW pada pasal 15 ayat (3) mengatur yaitu negara-negara peserta bersepakat bahwa semua kontrak dan semua dokumen yang mempunyai kekuatan hukum, yang ditujukan kepada pembatasan kecakapan hukum para wanita, wajib dianggap batal dan tidak berlaku.

D.      Perlindungan Pekerja Perempuan Berdasarkan Konvensi ILO
Konvensi ILO Nomor 45 tentang Kerja wanita dalam semua macam tambang di bawah tanah. Isi Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap wanita tanpa memandang umurnya tidak boleh melakukan pekerjaan tambah di bawah tanah. Pengecualiannya terdapat pada pasal 3.
Dalam konvensi ILO Nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama nilainya menyebutkan, “Pengupahan meliputi upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan pendapatan-pendapatan tambahan apapun juga, yang harus dibayar secara langsung atau tidak, maupun secara tunai atau dengan barang oleh pengusaha dengan buruh berhubung dengan pekerjaan buruh”.
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
  


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Gemuruh pembangunan ekonomi masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah persoalan kemiskinan. Faktual, saat ini jumlah penduduk miskin masih tinggi. Data yang didiseminasi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pada Maret 2012, sebanyak 29,13 juta (11,96 persen) penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, sementara 26,39 juta (10,83 persen) lainnya rentan untuk jatuh miskin karena kondisi kesejahteraan yang tidak jauh berbeda dengan penduduk miskin.
Selama ini pemerintah memang telah mengerahkan segenap upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin secara berarti. Berbagai program penanggulangan kemiskinan berlapis pun telah diluncurkan, yang tentu saja menghabiskan anggaran yang tidak sedikit–mencapai 90 triliun di tahun 2012. Namun sayangnya, penurunan jumlah penduduk miskin berjalan lambat dan jauh dari harapan.
Karenanya, pemerintah perlu terus bekerja keras, dan upaya penanggulangan kemiskinan hendaknya tidak hanya bertumpu pada berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan selama ini. Berbagai upaya lain juga perlu dicoba, dan salah satunya adalah pemanfaatan potensi uang yang dikirim oleh para tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri (remitansi).
Pelaksanaan peraturan perundangan tentang ketenagakerjaan tersebut, khususnya dalam perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan dilaksanakan oleh pemerintah, pengusaha dan pekerja pada perusahaan-perusahaan, berorientasi pada tiga domein, yaitu domein tenaga kerja, pengusaha dan pemerintah (lingkungan kerja).
Pemerintah dan pelaksana peraturan perundangan tersebut telah melakukan pengawasan dalam pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan kultur yang berkembang dalam masyarakat.
Peraturan perundangan yang dibuat pemerintah tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sudah cukup untuk mengatur dan memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan, yaitu memberikan perempuan berserikat dan berdemokrasi di tempat kerja, perlindungan tenaga kerja perempuan terhadap diskriminasi, perlindungan terhadap pemenuhan hak-hak dasar pekerja, perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, adalah kendala yang bersifat eksternal dan kendala internal. Namun demikian peraturan perundangan tersebut dapat dilaksanakan secara efektif untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja perempuan.


B.       Saran
Demikian makalah yang saya buat guna untuk memenuhi tugas, pemakalah sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu pemakalah membutuhkan kritik dan saran yang mendukung guna untuk menujang makalah pembuatan makalah yang selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Http://slamet-triyono.blogspot.com/2009/11/kualitas-penduduk.html
Http://cakdiyon.blogspot.com/2011/08/permasalahan-kependudukan-dancara.html
Http://www.duniatki.com
Http://www.uhrmedia.com/uhr-corner/komunitas-PERMASALAHAN-TENAGA-KERJA-INDONESIA-269.html
Http://www.anneahira.com/cara-mengatasi-pengangguran.html
Http://www.scribd.com/doc/24670191/makalah-pengangguran.
Http://www.ciputraentrepreneurship.com/beranda/5343.html
K. Rampersad. Hubert, 2006. PERLINDUNGAN WANITA. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
A. Judge. Timothy dan Stephen P. Robbins. 2008. PEKERJA WANITA Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.
http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010_11_01_archive.html#uds-search-results
http://www.ebooklibs.com/worddocuments/kedudukan,_kewenangan_pemerintah.html


Popular Posts