Pages

Sunday, August 16, 2015

Makalah Pemerolehan Bahasa Pada Anak Usia 2-3 Tahun

KATA PENGANTAR

           Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “pemerolehan bahasa pada anak usia2-3 tahun.”.
            Semoga makalah ini bermanfaat sehingga usaha penulis dan bantuan dari berbagai pihak diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Penulis masih mengharapkan adanya kritikan dan saran yang bermanfaat dari semua pihak. Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semuanya dengan pahala yang berlipat ganda,Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Medan,10 Januari 2015



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Dalam kehidupan bahasa memegang perana penting. Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama, manusia membutuhkan bahasa sebagai medianya. Dengan kata lain, bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia untuk menyampaikan atau menerima pesan, ide, gagasan dan informasi. Bahasa juga mempermudah masyarakat dalam bersosialisiasi dengan lingkungan sekitar  tanpa bahasa manusia akan merasa kesulitan melakukakn apapun.
Menurut Chomsky (dalam Chaer, 2003:222), bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Hal ini terbukti karena hanya manusialah yang mempunyai kelebihan dalam berbahasa dan disanalah terletak perbedaan manusia dengan makhluk lainnya. Semenjak dilahirkan ke dunia, manusia sudah berbahasa. Menurut Chomsky (dalam Chaer, 2003:222), anak dilahirkan dengan dibekali oleh alat pemerolehan bahasa LAD (Language Acquisition Device). LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa dan tidak mempunyai kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya. Jadi, dengan dibekali alat tersebut semenjak lahirr anak sudah berbahasa. Hal ini terbukti bahwa semenjak dilahirkan anak telah menghasilkan variasi suara tangis. Dari suara tangis tersebut, orang tua mengerti bahwa anak menangis karena lapar, kesakitan, atau karena bosan.
Penelitian tentang pemerolehan bahasa pada umumnya dilakukan terhadap output yang dihasilkan anak, karena sulitnya mengamati bagaimana proses itu terjadi. Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri-ciri  kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Menurut Sasangka (2000:25), tingkat pemerolehan bahasa anak yang berada pada usia 2,0-3,0 tahun berada pada masa menjelang tata bahasa dewasa. Pada masa ini, anak sudah menghasilkan kalimat-kalimat yang rumit. Dilihat dari pemerolehan semantiknya, anak yang berada pada usia tersebut berada pada tahap medan semantik. Pada tahap ini, anak sudah bisa mengatakan makna yang sebenarnya karena anak sudah banyak menguasai kata. Kata yang diucapkan anak berasal dari kelas kata nomina, verba, dan adjektiva.

 A.      Fokus Masalah
Pemerolehan bahasa yang terjadi pada anak mencakup tiga aspek, yaitu pemerolehan fonologi, pemerolehan sintaksis, dan pemerolehan semantik. Pemerolehan fonologi berhubungan dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap anak. Pemerolehan sintaksis mengkaji tentang kalimat-kalimat, sedangkan pemerolehan semantik menkaji tentang makna kata.
Berdasarkan tiga aspek pemerolehan bahasa di atas, permasalahan dalam peneitian ini difokuskan pada pemerolehan semantik anak khususnya pada pemerolehan kata pada kelas kata verba, nomina, dan adjektiva seorang anak usia tiga tahun dua bulan bulan (3;2).

B.       Rumusan Masalah
Sesuai dengan fokus masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk pemerolehan kata yang berupa verba, nomina, dan adjektiva seorang anak usia tiga tahun dua bulan (3;2).

C.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan jenis nomina, verba, dan adjectiva yang diperoleh anak usia tiga tahun dua bulan (3;2), (2) mendeskripsikan kelas kata yang dominan diperoleh anak, dan (3) mendeskripsikan kata dalam medan makna apa yang dominan diperoleh anak.

D.      Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: (1) bagi mahasiswa ,yaitu menambah pengetahuan dalam bidang linguistik khususnya bidang psikolinguistik, (2) bagi peneliti, yaitu dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang kebahasaan, dan (3)bagi peneliti lain, yaitu sebagai bahan perbandingan dalam meneliti aspek kebahasaan yang lain

  

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemerolehan Bahasa Pertama
Setiap anak yang normal akan belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertamanya dan proses itu terjadi hingga kira-kira umur lima tahun (Oktavianus, 2006:72).  Dalam proses perkembangan, semua anak manusia yang normal paling sedikit memperoleh satu bahasa alamiah. Dengan kata lain, setiap anak yang normal atau mengalami pertumbuhan yang wajar memperoleh sesuatu bahasa, yaitu bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama kehidupannya, kecuali ada gangguan pada anak tersebut.
Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer 2003:167).
Proses pemerolehan bahasa merupakan suatu hal yang kontroversial antara para ahli bahasa. Permasalahan yang diperdebatan antara para ahli adalah pemerolehan bahasa yang bersifat nuture dan nature (Dardjowidjojo, 2000:235). Ahli bahasa yang menganut aliran behaviorisme mengatakan bahwa pemerolehan bahasa bersifat nurture, yakni pemerolehan ditentukan oleh alam lingkungan. Ahli bahasa lain mengatakan manusia dilahirkan dengan suatu tabula rasa, yakni semacam piring kosong tanpa apa pun. Piring tersebut kemudian diisi oleh alam termasuk bahasanya.


B. Perkembangan Sintaksis
Pemerolehan  sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, diahanya mengambil satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pentanyaan adalah kata mana yang dia pilih? Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang ingin dia sampaikan adalah Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah buk (untuk bubuk)? Kita pasti akan menerka dia akan memilih buk. Tapi mengapa demikian?
            Menurut Dardjowidjojo (2010: 246) bahwa dalam pola pikir yang masih sederhanapun tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan tentang informasi lama versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Dari tiga kata pada kalimat Dodi mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk. Karena itulah anak memilih buk, dan bukan di, atau mau. Dengan singkatan yang dapat dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata, USK, (one word utterance) anak tidak sembarangan saja memilih kata yang memberikan informasi baru.
            Dari segi sintaktiknya, USK sangatlah sederhana karena karena memmang hanya terdiri dari satu kata saja; bahkan untuk bahaa seperti bahasa Indonesia hanya sebagian saja dari kata itu. Namun dari segi semantiknya, USK adalah kompleks karena satu kata ini memiliki lebih dari satu makna. Anak yang mengatakan /bi/ untuk mobil bisa bermaksud mengatakan:
a.       Ma, itu mobil.
b.      Ma, ayo kita ke mobil.
c.       Aku mau ke mobil.
Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna ini dinamakan ujaran holofrastik (holophrastic).
            Pada awal USK juga tidak ada gugus konsonan. Semua gugus yang ada di awal atau akhir kalimat disederhanakan menjadi datu konsonan saja. Kata seperti play dan coldmasing-masing akan diucapkan sebagai /pe/ dan /kod/. Kata Indonesia putri (untuk Eyang Putri) diucapkan oleh Echa mula-mula sebagai Eyang /ti/.
            Ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanya dari kategori sintaksis utama (content words), yakni nomina, verba, adjectiva, dan mungkin juga adverbia. Tidak ada kata fungsi seperti fromto, dari, atau ke. Di samping itu, kata-kata itu selalu dari kategori sini dan kini. Tidak ada yang merujuk kepada yang tidak ada di sekitar ataupun masa lalu atau masa depan. Anak juga dapat menyatakan negasi Noatau nggak, pegulangan more atau lagi, dan habisnya sesuatu gone atau abis. Lampu yang mati juga sering dikatakan gone.
            Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata, UDK (Two Word Utterance). Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah. Untuk menyatakan bahwa lampunya telah menyala, Echa, misalnya, bukan mengatakan /lampunala/ “lampu nyala” tapi /lampu/ /nala/ “Lampu. Nyala” dengan jeda diantara lampu dan nyala. Jelas ini semakin lama semakin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal.
            Ciri lain dari UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata dengan kategori utama: nomina, verba, adjektifa, atau bahkan adverbia. Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan dsb. Karena wujud ujaran yang seperti bahasa tilgram ini maka UDK sering juga disebut sebagai ujaran telegrafik (telegraphic speech).
            Pada UDK juga belum ditemukan afiks macam apa pun. Untuk bahasa Inggris, misalnya, belum ada infleksi –s untuk jamak atau kala kini; belum ada –ing untuk kala progresif, dsb. Untuk bahasa Indonesia, anak juga belum memakai prefiks meN- atau sufiks –kan, -i, atau –an.
            Berikut adalah beberapa contoh ujaran dua kata yang dikeluarkan Echa pada waktu dia berumur 1;8 (Dardjowidjojo 2000: 146).
a.       /liat tuputupu/              “Ayo lihat kupu-kupu.”
b.      /etsa mimik/                 “Echa minta mimik.”
c.       /etsa nani/                    “Echa mau nyanyi.”
d.      /eyang tsini/                 “Eyang ke sini.”
Kalau kita amati contoh-contoh di atas dengan teliti maka akan tampak bahwa dalam UDK anak ternyata sudah menguasai hubungan kasus (case relations). Pada contoh (a) misalnya, kita dapati bahwa anak telah menguasai hubungan kasus antara perbuatan denga objek (action- object relation). Pada (b) kita temukan hubungan kasus pelaku-objek; pada (c) hubungan pelaku-perbuatan, dst.
Hal seperti ini merupakan gejala yang universal. Pada sekitar umur 2;0 anak telah mengetahui hubungan kasus-kasus dan operasi-operasi. Meskipun pada UDK semantiknya memang makin jelas, makna yang dimaksud anak masih tetap harus diterka sesuai dengan konteksnya.
Setelah UDK tidak ada ujaran tiga kata yang merupakantahap khusus. Pada umumnya, pada saat anak mulai memakai UDK, dia juga masih memakai USK. Setelah beberapa lama emakai UDK dia juga mulai mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih, Jadi, antara kata dengan jumlah kata yang lain bukan merupakan tahap yang terputus. Berdasarkan contoh di atas akan dilakukan perekaman terhadap Keyla anak ibuk kos, perumahan Air Tawar Barat, Padang.

C.   Pengukuran Mean Length of Utterance (MLU)
MLU merupakan pengukur untuk perkembangan sintaksis anak. Menurut Brown (dalam Dardjowidjojo, 2000:241) cara menghitung MLU dapat dilakukan dengan beberapa langkah, pertama mengambil sampel sebanyak 100 ujaran. Kedua, menghitung jumlah morfemnya. Ketiga, membagi jumlah morfem dengan jumlah ujaran, seperti pada rumus berikut.
Jumlah morfem
MLU = ————————-
Jumlah ujaran                                
Brown (dalam Kridalaksana, 2005) membagi tahap pemerolehan bahasa anak berdasarkan MLU anak menjadi sepuluh tahap, yaitu :
1.     Tahap I MLU (1—1,5)  pada usia 12—22  bulan
2.     Tahap II MLU (1,5—2,0) pada usia 27—28 bulan
3.     Tahap III MLU (2,0—2,25) pada usia 27-28 bulan
4.     Tahap IV MLU (2,25—2,5) pada usia 28—30 bulan
5.     Tahap V MLU (2,5—2,75) pada usia 31—32 bulan
6.     Tahap VI MLU (2,75—30,0) pada bulan biasa 33—34 tahun
7.     Tahap VII MLU (3,0—3,5) pada usai 35—39 bulan
8.     Tahap  VIII  MLU (3,5—3,45) pada usia 38—40 bulan
9.     Tahap IX  MLU (3,5—3,45) pada usia 41-46 duluan
10.   Tahap X MLU (45+) pada usia +47 bulan
Sumber data penelitian ini adalah anak perempuan usia 3 tahun 2 bulan. Anak tersebut bernama Keyla.  Bahasa yang digunakan anak tersebut adalah bahasa Minangkabau bercampur dengan bahsa Indonesia. Bahasa tersebut merupakan pertamanya atau bahasa ibunya. Anak tersebut tinggal bersama Walinya yang berprofesi sebagai ibu kos, Padang, Sumatera Barat. Dilahirkan di Padang, 14 februari 2010. Sehari-hari anak tersebut bermain di kos kosan tempat ibuk tersebut tinggal. Data yang dikumpulkan berupa rekaman tuturan anak tersebut dengan orang tuanya/walinya. Data direkam dengan handphone.
Data penelitian dikumpulkan melalui hasil rekaman tuturan anak dengan penghuni kos. Alat yang digunakan untuk merekam adalahhanphone. Hasil rekaman ditranskripkan dengan ejaan fonemik dan diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Data yang dikumpulkan hanyalah sebanyak 100 tuturan anak yang diambil sebagai sampel untuk mengukur MLU anak tersebut. Data diambil dari tanggal 20-23 April 2013. Lokasi perekaman ada dua dirumah mama/nenek atau kos-kosan.
Aspek linguistik yang dianalisis dalam kajian ini ialah sintaksis. Analisis akan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Kaedah kuantitatif melibatkan analisis distribusi dan perkiraan MLUsebagai satu kaedah menentukan perkembangan bahasa anak tersebut. Penganalisisan data dapat dilakukan dengan empat langkah, yaitu:

1.    Pentranskripsian Data
Tuturan yang direkam melalui handphoneditranskrisikan dalam bentuk kalimat. Data yang terkumpul tersebut disusun dalam bentuk stuktur kalimat tuturan anak.

2.  Penyeleksian Data
Data yang telah ditransipsikan diolah dengan memisahkan data yang dibutuhkan dan memenuhi syarat yang sesuai dengan tujuan penelitian. tuturan anak yang diseleksi adalah tuturan yang memenuhi syarat untuk dihitungMLU-nya.

3. Pengklasifikasian Data
Data yang telah diseleksi sesuai dengan tujuan penelitian dan data yang dapat dihitungMLU-nya. Cara mengklasifikasikan data tersebut adalah dengan mengelompokkan tuturan anak berdasarkan jumlah morfem setiap tuturan. Selanjutnya, jumlah morfem setiap tuturan dijumlahkan (jumlah ujaran dibatasi hanya sampai 100 ujaran). Kemudian, jumlah morfem dari 100 tuturan tersebut dibagi dengan 100.

4. Pemaparan Hasil Analisis Data
Setelah diketahui hasil MLU, hasil tersebut dianalisis untuk mengetahui anak yang menjadi sampel penelitian berarada pada tahap apa dan menganalisis pemerolehan sintaksis dari segi panjang tuturan dan struktur sintaksis. Struktur sintaksis seperti jenis kata yang telah diperoleh dan pola kalimat diperoleh.
Hasil rekaman tuturan anak yang telah ditranskripsikan ke ejaan fonetik yang diartikan ke dalam bahasa Indonesia.
1. Kalimat Satu Kata
Ndak ‘tidak’
Tak ‘kakak’
Ipstik ‘lipstik’
Nda ‘bunda’
Yah ‘ayah’
2. Kalimat Dua Kata
Ndak do  ‘tidak mau’
Ya ca   ‘Ya bisa’
Tatak bucuk  ‘kakak bau’
nTak ma  ‘tidak ma’
pitis ma  ‘uang ma’
Lah mati ‘sudah mati’
3. Kalimat Tiga Kata
Ya, ndak do  ‘ya, tidak mau’
Ya, ikut tak  ‘ya, ikut kak’
Ya, sayang kakak  ‘adek sayang kakak’
I busuak nyo lai  ‘I dia busuk sekali’
Fa, sini fa ‘Rafa, kesini rafa’
Ya, main keleleng ‘ya main kelereng!’
Kakak campaan a ‘kakak buang ya’
4. Kalimat Empat Kata
Ma, pinjam ape ko ‘Ma, pinjam hp ini!’
Capek lah buni-bunian tu ‘cepatlah bunyi-bunyian itu’
ma ulang liak ma ’Bu, ulang lagi Bu’
Ntuak nenek tu tak. ‘Untuk nenek ini kak’
Ndak nio Ya lai. ‘Tidak mau Ya lagi.’
Ndak main hp dak. ‘Tidak main hp tidak’
5. Kalimat Lima Kata
Bang afif ce lah pai ‘Bang afif saja sudah pergi’
Ndak do do nyo mati do ‘tidak ada dia mati itu’
Pelangi-pelani alnkah indahmu ‘pelangi-pelangi alngkah indahmu’
Berdasarkan hasil pengukuran MLU di atas, panjang tuturan Keyla 2,51 kata per tuturan. Bila disesuaikan dengan pendapat Brown, Keyla masih pada tahap V yang berarti pemerolehan bahasa masih rendah karena pada usia Keyla sekarang seharusnya MLU berada pada tahap VIII, yaitu MLU berkisar antara 3,5—3,45 kata per tuturan.
Berdasarkan data yang diperoleh dan dikelompokkan, Keyla telah mampu bertutur dari kalimat satu kata sampai kalimat lima kata. Jenis kata yang sudah dikenal Keyla adalah nomina (N), verba (V), Adjektiva (Adj), Adverbia (Adv)
N                     Liptik  ‘lipstik’, ma ‘mama’
V                    Pai malala  ‘pergi jalan-jalan’
Adj                 Busuak ‘busuk’, maeh ‘malas’
Adv                pelangi-pelani alangkah indahmu



BABIII
PENUTUP
A. Simpulan
            Berdasarkan data dan pembahasan yang dilakukakn dalam penelitian ini, anak usiatiga tahun dua bulan (3;2) sudah memperoleh nomina, verba, dan adjektiva. Dapat disimpulkan anak yang berumur tiga tahun dua bualan (3;2) sudah dapat menguasai nomina daripada verba dab adjektiva. Jenis nomina yang dikuasai anak pada umumnya nomina alat,  nomina   dan nomina hasil. Dari pembahasan diatas juga dapat dilihat anak sudah menguasai verba perbuatan, verba proses, dan verba keadaan. Jenis kata yang telah diperoleh dan di tuturkan Keyla antara lain nomina, verba, adjektiva, dan adverbia. Keyla telah mampu bertutur kalimat lengkap.
            Pemerolehan  sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, diahanya mengambil satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Yang menjadi pentanyaan adalah kata mana yang dia pilih? Seandainya anak itu bernama Dodi dan yang ingin dia sampaikan adalah Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk Dodi), mau (untuk mau), ataukah buk (untuk bubuk)? Kita pasti akan menerka dia akan memilih buk.