Thursday, November 26, 2015

6:09:00 PM
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Saat ini PPh pasal 21 harus menjadi perhatian bagi wajib pajak yang dikenakan PPh pasal 21, oleh karena itu kita akan membahasnya secara perlahan-lahan agar mudah dimengerti.

I.2 Rumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang:
1. Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
2. Kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 21
3. Peraturan Menteri keuangan soal PPh pasal 21 terbaru
4. Dampak Peraturan Menteri keuangan soal PPh Pasal 21 terbaru

I.3 Tujuan Penulisan
     Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengertian Pajak Penghasilan PPh pasal 21
2. Menjelaskan kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 21
3. Mengetahui perkembangan terbaru dari PPh 21
4. Memenuhi tugas dari dosen mata kuliah perpajakan.


BAB II
PEMBAHASAN


II.1 Pajak penghasilan
            Penghasilan yang telah diperoleh oleh setiap wajib pajak yang memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak) wajib dikenakan pajak yaitu pajak penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak. Berikut definisi dari beberapa ahli mengenai Pajak Penghasilan : 

a. Menurut Resmi (2003), adalah sebagai berikut : Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak (p.74). 

b. Menurut Kesit (2001), adalah sebagai berikut : Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh oleh wajib pajak (badan usaha) atas kegiatan yang dilakukan di Indonesia (p.1). 

c. Menurut Hartanto (2003), adalah sebagai berikut : Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atau dipungut hanya atas penghasilan (yang berasal dari harta atau modal), dan bukan pajak yang dipungut atau dikenakan atas harta dan modal (p.136). 

d. Sementara itu, Standar Akuntansi Keuangan (2002) memnberikandefinisi sebagai berikut : Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.

II.2 Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
            Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun pengertian dari Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah “ pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak”. Yang dimaksud penghasilan menurut pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 : Pajak Penghasilan, adalah “ setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Sedangkan yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang   dilakukan oleh   orang   pribadi
Subjek Pajak dalam negeri.

II.3 Kebijakan Pajak Penghasilan PPh Pasal 21
            Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 yaitu :
1.   Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2007.
2.    Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
 4.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
5.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
6.   Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

II.4 Peraturan Menteri keuangan soal PPh pasal 21 terbaru
            Memperhatikan perkembangan terkini perekonomian nasional yang sedang dalam kondisi perlambatan terutama akibat ekonomi global yang sedang dalam situasi ketidakpastian dan gejolak, Pemerintah, melalui instrumen kebijakan fiskal telah berupaya keras untuk mendorong kinerja perekonomian. Oleh karena itu pemerintah menaikkan batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak tanggal 29 Juni 2015 yang menggantikan Peraturan Menteri Keuangan nomor 162/PMK.011/2012. Mengutip siaran pers Direktorat Jenderal Pajak tanggal 27 Juli 2015. Adapun beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan kemenkeu adalah : 

1.Untuk menjaga daya beli masyarakat. Sebagaimana diketahui dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi pergerakan harga kebutuhan pokok yang cukup signifikan,khususnya di tahun 2013 dan 2014 sebagai dampak dari kebijakan penyesuaian harga BBM. 

2.    Telah terjadi penyesuaian Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di hampir semua daerah.
     3.    Terkait dengan kondisi ekonomi terakhir yang menunjukkan tren perlambatan ekonomi, khususnya pada kuartal 1 tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,7% terutama akibat dampak perlambatan ekonomi global, khususnya mitra dagang utama Indonesia.
Adapun pokok-pokok dari PMK 122/PMK.010/2015 adalah:

1.    Batasan PTKP mulai berlaku sebagai dasar perhitungan PPh orang pribadi untuk tahun pajak 2015 sejak tanggal 1 Januari 2015. 
2.    Besaran PTKP 2015, untuk: 
a)    Diri Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar Rp 36.000.000; 
b)    Tambahan bagi Wajib Pajak Kawin Rp 3.000.000;
c)    Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami Rp 36.000.000
d)    Tambahan untuk setiap tanggungan Rp. 3.000.000

            Tarif PTKP terbaru selama setahun untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 122/PMK010/2015 dan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:
1.    Rp 36.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi dan istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami.
2.    Rp 3.000.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
3.    Rp 3.000.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

PTKP Terbaru Berlaku Sejak 2015
            Berdasarkan Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak, meskipun diundangkan pada tanggal 29 Juni 2015, Peraturan Menteri Keuangan tersebut mulai berlaku sejak tahun pajak 2015, sehingga menimbulkan konsekuensi sebagai berikut:
1.    Perhitungan PPh Pasal 21 terhitung untuk Masa Pajak Juli s.d Desember 2015 dihitung dengan menggunakan PTKP terbaru.
2.    PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari s.d Juni 2015 yang telah dihitung, disetor dan dilaporkan dengan menggunakan PTKP lama dilakukan pembetulan dengan menggunakan PTKP terbaru.
            Kelebihan setor akibat pembetulan perhitungan PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari s.d Juni 2015 dikompensasikan terhadap PPh Pasal 21 Masa Pajak Juli s.d Desember 2015.

            Sementara itu, perhitungan tarif PTKP pegawai seperti yang diatur dalam Peraturan DJP PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:
1.    Tarif PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.
2.    Kecuali, untuk pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun kalender, ditentukan berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun kalender yang bersangkutan.

PTKP Terbaru Per Bulan
            PTKP terbaru per bulan untuk perhitungan PPh Pasal 21 terbaru sebagaimana yang dimaksud Pasal 10 ayat (2) huruf c adalah sebagai berikut:
1.    Rp 3.000.000,- untuk diri wajib pajak orang pribadi;
2.    Rp 250.000,- tambahan untuk wajib pajak yang kawin, dan;
3.    Rp 250.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus atau anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 untuk setiap keluarga.

PTKP Terbaru Bagi Karyawati dan Karyawati Kawin
            PTKP terbaru bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
1.    Bagi karyawati kawin, tarif PTKP terbaru adalah sebesar PTKP untuk dirinya sendiri;
2.    Bagi karyawati tidak kawin, tarif PTKP terbaru adalah sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
3.    Bagi karyawati kawin yang suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan dan menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah (kecamatan), maka tarif PTKP terbaru adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

PTKP Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
            Bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang penghasilannya tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), maka berlaku ketentuan berikut ini:
1.    Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari belum melebihi Rp 300.000,-
2.    Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, jika penghasilan sehari sebesar atau melebihi Rp 300.000,- tersebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
3.    Bila pegawai tidak tetap memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp 3.000.000,- maka jumlah tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
4.    Rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan. 
5.    PTKP sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
6.    PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP per tahun Rp 36.000.000,- dibagi 360 hari. 
7.    Bila pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas tersebut mengikuti program jaminan atau tunjangan hari tua, maka iuran yang dibayar sendiri dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
            Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 152/ PMK.010/2015 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan:
1.    Penghasilan yang kurang dari 300.000,- per hari tidak dikenakan pemotongan pajak penghasilan.
2.    Ketentuan penghasilan tidak kena pajak itu tidak berlaku dalam hal:
a.    Penghasilan bruto dimaksud jumlahnya melebihi Rp 3.000.000,- sebulan; atau
b.    Penghasilan dimaksud dibayar secara bulanan
3.    Ketentuan pada pasal 1 dan 2 tersebut tidak berlaku atas:
a.    Penghasilan berupa honorarium
b.    Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

II.4 Dampak Peraturan Menteri keuangan soal PPh Pasal 21 terbaru
          Mengutip siaran pers Direktorat Jenderal Pajak tanggal 27 Juli 2015, konsekuensi yang akan timbul akibat diterapkannya PMK 122/PMK.010/2015 adalah :
1.    Penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak Juli s.d. Desember 2015 dihitung dengan menggunakan PTKP baru;
2.    PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari s.d. Juni 2015 yang telah dihitung, disetor dan dilaporkan dengan menggunakan PTKP lama dilakukan pembetulan dengan menggunakan PTKP baru.
3.    Dalam hal terdapat kelebihan setor akibat pembetulan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari s.d. Juni 2015, dan agar manfaat kenaikan PTKP tersebut dapat langsung dirasakan oleh masyarakat luas maka pemberi kerja mengkompensasikan kelebihan setor tersebut terhadap PPh Pasal 21 Masa Pajak Juli s.d. Desember 2015.


BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

1.    Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa disebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
2.    Dasar hukum Pajak Penghasilan PPh pasal 21 mengenai kebijakan Pajak Penghasilan PPh pasal 21 :
a.    Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
b.    Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
c.    Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 541/KMK.04/2000 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak.
d.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan.
e.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009
f.      Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Kena Pajak.
g.    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.


3.    Peraturan Menteri keuangan soal PPh pasal 21 terbaru :
1.    Besaran PTKP mulai berlaku sebagai dasar perhitungan PPh orang pribadi untuk tahun pajak 2015 sejak tanggal 1 Januari 2015.
2.    Batasan PTKP 2015, untuk:
a.    Diri Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar Rp 36.000.000
b.    Tambahan bagi Wajib Pajak Kawin Rp 3.000.000
c.    Tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami Rp 36.000.000
d.    Tambahan untuk setiap tanggungan Rp. 3.000.000
 4.  Dampak Peraturan Menteri keuangan soal PPh Pasal 21 terbaru
a.      Penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak Juli s.d. Desember 2015 dihitung dengan menggunakan PTKP baru.
b.      PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari s.d. Juni 2015 yang telah dihitung, disetor dan dilaporkan dengan menggunakan PTKP lama dilakukan pembetulan dengan menggunakan PTKP baru.
c.      Dalam hal terdapat kelebihan setor akibat pembetulan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari s.d. Juni 2015, dan agar manfaat kenaikan PTKP tersebut dapat langsung dirasakan oleh masyarakat luas maka pemberi kerja mengkompensasikan kelebihan setor tersebut terhadap PPh Pasal 21 Masa Pajak Juli s.d. Desember 2015.

DAFTAR PUSATAKA

http://www.kemenkeu.go.id/en/node/46402


Popular Posts