Tuesday, April 05, 2016

1:30:00 PM
BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN, SYARAT,DAN RUKUN SHALAT FARDHU
1. Definisi shalat fardhu
Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan menurut istilah atau syara’ shalat adalah menghadapkan jiwa dan raga kepada Allah, karena taqwa hamba kepada Tuhanya, mengagungkan kebesaran-Nya dengan khusyu’ dan ikhlas dalam bentuk perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada.
 Definisi Semacam ini telah disepakati oleh para ulama ahli fiqih dimana mereka mengatakan :
Artinya : "Shalat adalah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan Salam yang dengannya itu kita dianggap beribadah (kepada Allah) dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. "
Ayat al-Qur’an yang mewajibkan shalat antara lain:
 Artinya: “Hay orang-orang yang beriman, ruku’lah,sujudlah dan sembahlah Tuhanmu serta buatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”.(Al-Hajj: 77).
2. Syarat Sholat Fardhu
Hukum sholat fardhu lima kali sehari adalah wajib bagi semua orang yang telah dewasa atau akil baligh serta normal tidak gila. Tujuan shalat adalah untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.
Untuk melakukan shalat ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dulu, yaitu :
a. Syarat wajib shalat
1.      Islam. Tidak sah sholat orang yang kafir demikian juga tidak diterima semua amalannya
2.      Berakal. Orang gila tidak wajib sholat,
3.      Baligh. Tidak wajib sholat atas anak kecil hingga dia baligh berdasarkan hadits di atas, hanya saja hendaknya dia disunnahkan agar dipe-rintah sholat ketika berusia tujuh tahun,
4.      Suci dari hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil adalah batalnya wudhu, dan hadats besar ketika seorang belum mandi dari janabah
5.      Kesucian tubuh, pakaian, dan tempat dari najis.
6.      Sudah masuk waktu sholat. Tidak wajib sholat kecuali ketika sudah masuk waktunya, tidak sah sholat jika dikerjakan sebelum waktunya
7.      Menutup aurot.
8.      Niat.
9.      Menghadap kiblat.
b. Syarat sah pelaksanaan sholat adalah sebagai berikut ini :
1.      Masuk waktu sholat
2.      Menghhadap kekiblat
3.      Suci dari najis baik hadats kecil maupun besar
4.      Menutup aurat

3.    Rukun Shalat
            Rukun ialah suatu yang harus dikerjakan dan merupakan bagian pokok yang tidak boleh ditingalkan. Misal, membaca surah Al-fatihah dalam shalat, jika  surah ini tidak dibaca maka shalat itu tidak sah.
Dalam sholat ada rukun-rukun yang harus kita jalankan, yakni :
1.       Niat
2.       Posisis berdiri bagi yang mampu
3.      Takbiratul ihram
4.      Membaca surat al-fatihah
5.      Ruku / rukuk yang tumakninah
6.      I'tidal yang tuma'ninah
7.      Sujud yang tumaninah
8.      Duduk di antara dua sujud yang tuma'ninah
9.      Sujud kedua yang tuma'ninah
10.  Tasyahud
11.  Membaca salawat Nabi Muhammad SAW
12.  Salam ke kanan lalu ke kiri                                                                                            
13.  Tertib (berurutan mengerjakan rukun-rukun itu).

B.SHALAT JAMA’ DAN QASAR
Adakalanya dalam beberapa waktu kita mengadakan perjalanan jauh, misalnya karyawisata, mengunjungi kakek dan nenek dikampung halaman atau keperluan lainya, hal itu dapat menyebabkan kita sering menjumpai kesulitan untuk melakukan ibadah shalat, padahal shalat merupakan kewajiban umat islam.
Melihat hal ini shalat seolah merupakan suatu beban yang memberatkan.ternyata tidaklah demikian, karena islam adalah agama yang memberi kemudahan dan keri ngan terhadap pemeluknya didalam rutinitas kepada Allah SWT. Hal ini menandakan Allah kepada umat islam sedemikian besar dengan cara memberikan rukhsah dalam melaksanakan shalat dengan cara jama’ dan qasar dengan syarat-syarat tertentu.
1. Shalat Jamak’
a.       Pengertian Shalat Jama’.
Shalat jamak adalah salat yang digabungkan, maksudnya menggabungkan dua salat fardu yang dilaksanakan pada satu waktu. Misalnya menggabungkan shalat Duhur dan Asar dikerjakan pada waktu Duhur atau pada waktu Asar. Atau menggabungkan salat magrib dan ‘Isya dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu ‘Isya. Sedangkan salat Shubuh tetap pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan salat lain.
Hukum mengerjakan shalat Jama’ adalah mubah (boleh) bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan.
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمْ اِذا رَحِلَ قَبْلَ اَنْ تَزِيْغَ الشَمْسُ اخِرَ الظُهْرِ اِلى وَقْتِ العَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا فَاِنْ زَاغَتْ الشَمْسُ قَبْلَ اَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُهْرَ ثُمَّ رَكِبَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: ”‘Dari Anas, ia berkata: Rasulullah apabila ia bepergian sebelum matahari tergelincir, maka ia mengakhirkan salat duhur sampai waktu asar, kemudian ia berhenti lalu menjamak antara dua salat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah masuk waktu duhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat duhur (dahulu) kemudian beliau naik kendaraan (berangkat)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah pernah menjama’ shalat karena ada suatu sebab yaitu bepergian. Hal menunjukkan bahwa menggabungkan dua shalat diperbolehkan dalam Islam namun harus ada sebab tertentu.                                  
Salat jamak boleh dilaksanakan karna beberapa alasan (halangan) berikut:
Ø  Jarak perjalanan sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau marhalah (sama dengan 16 fasrah= kuarang lebih 81 Km).
Ø  Perjalanan itu tidak betujuan untuk maksiat.
Ø  Dalam keadaan sangat ketakukan atau khawatir misalnya perang, sakit,  hujan lebat, angin topan dan bencana alam.
b.      Pembagian Shalat Jama’
Shalat Jama’ di bagi Dua, yaitu :
Ø  Jama’ Takdim (jamak yang didahulukan), yakni menjama’ dua shalat yang dilaksanakan pada waktu yang pertama. Misalnya menjama’ shalat dzuhur dengan ashar, dikerjakan pada waktu dzuhur ( 4 rakaat shalat dzuhur dan 4 rakaat shalat ashar) atau menjamak shalat maghrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu maghrib (3 rakaat shalat maghrib dan 4 rakaat shalat ‘isya).
Ø  Jama’ Ta’khir (jama’ yang diakhirkan), yakni menjamak dua shalat yang dilaksanakan pada waktu yang kedua. Misalnya menjamak shalat dzuhur dengan ashar, dikerjakan pada waktu ashar atau menjamak salat maghrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu ‘isya.
Dalam melaksanakan shalat jama’ takdim maka harus berniat menjama’ shalat kedua pada waktu yang pertama, mendahulukan shalat pertama dan dilaksanakan berurutan, tidak diselingi perbuatan atau perkataan lain. Adapun saat melaksanakan jama’ ta’khir maka harus berniat menjama’ dan berurutan. Tidak disyaratkan harus mendahulukan shalat pertama. Boleh mendahulukan shalat pertama baru melakukan shalat kedua atau sebaliknya.

2. Shalat Qashar
a. Pengertian Shalat Qashar
Shalat qashar adalah shalat yang dipendekkan (diringkas), yaitu melakukan shalat fardu dengan cara meringkas dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat fardu yang boleh diringkas adalah shalat yang jumlah rakaatnya ada empat yaitu dzuhur , ashar dan ‘isya. Hukum melaksanakan shalat qasar adalah mubah (diperbolehkan) jika syaratnya terpenuhi.
Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa ayat 101 yang artinya:
“Dan apabila kamu beprgian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqasar salatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.” Q.S.(An Nisa[4]: 101)
b. Syarat shalat Qoshar:
Ø  Jarak perjalanan sekurang-kurangnya dua hari perjalanan kaki atau marhalah (sama dengan 16 fasrah= kuarang lebih 81 Km).
Ø  Perjalanan itu tidak betujuan untuk maksiat.
Ø  Tidak makmum pada orang yang bukan musyafir.

C. KIAT-KIAT MENUJU SHALAT KHUSYU’
1.      Kiat-Kiat Meraih Shalat Khusyu’ Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu SAW
Untuk mencapai hal-hal yang akan mendatangkan kekhusyukan ada beberapa kiat yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya:
a)      Mempersiapkan diri sepenuhnya untuk shalat
Adapun bentuk-bentuk persiapannya yaitu: ikut menjawab adzan yang dikumandangkan oleh muadzin, kemudian diikuti dengan membaca do’a yang disyariatkan, bersiwak karena hal ini akan membersihkan mulut dan menyegarkannya, kemudian memakai pakaian yang baik dan bersih, sebagaimana firman Allah Ta’âla: “Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makanlah dan minumlah Jangan berlebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.” (QS. al-A’raaf: 31)
Diantara bentuk persiapan lain adalah berjalan ke masjid dengan penuh ketenangan dan tidak tergesa-gesa, lalu setelah sampai di depan masjid, maka masuk dengan membaca do’a dan keluar darinya juga membaca do’a, melaksanakan shalat sunnat Tahiyyatul masjid ketika telah berada di dalam masjid, merapatkan dan meluruskan shaf, karena syetan berupaya untuk mencari celah untuk ditempatinya dalam barisan shaf shalat.

b)      Tuma’ninah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu tuma’ninah dalam shalatnya, sehingga seluruh anggota badannya menempati posisi semula, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang buruk shalatnya supaya melakukan tuma’ninah sebagaimana sabda beliau Rasulullah SAW: “Tidak sempurna shalat salah seorang diantara kalian, kecuali dengannya (tuma’ninah).”
Orang yang tidak tuma’ninah dalam shalatnya, tentu tidak akan merasakan kekhusyukan, sebab menunaikan shalat dengan cepat akan menghilangkan kekhusyukan, sedangkan shalat seperti mematuk burung, maka hal itu akan menghilangkan pahala.

c)       Mengingat mati ketika shalat
Hal ini berdasarkan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apabila engkau shalat maka shalatlah seperti orang yang hendak berpisah (mati)”. (HR. Ahmad V/412, Shahihul Jami’, no. 742)
Jelaslah bahwasanya hal ini akan mendorong setiap orang untuk bersungguh-sungguh dalam shalatnya, karena orang yang akan berpisah tentu akan merasa kehilangan dan tidak akan berjumpa kembali, sehingga akan muncul upaya dari dalam dirinya untuk bersungguh-sungguh, dan hal ini seolah-olah baginya merupakan kesempatan terakhir untuk shalat.

d)      Menghayati makna bacaan shalat.
Sikap penghayatan tidak akan terwujud kecuali dengan memahami makna setiap yang kita baca. Dengan memahami maknanya, maka seseorang akan dapat menghayati dan berfikir tentangnya, sehingga mengucurlah air matanya, karena pengaruh makna yang mendalam sampai ke lubuk hatinya. Dalam hal ini Allah Subhânahu wa Ta’âla berfirman: “Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Robb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang yang tuli dan buta”. (QS. al-Furqan: 73)

e)       Membaca surat sambil berhenti pada tiap ayat
Hal ini merupakan kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang dikisahkan oleh Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha tentang bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam membaca al-fatihah, yaitu “Beliau membaca Basmalah, kemudian berhenti, kemudian membaca ayat berikutnya lalu berhenti. Demikian seterusnya sampai selesai (HR. Abu Daud, no. 4001)

f)       Membaca al-Qurân dengan tartil
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhânahu wa Ta’âla: “Dan bacalah al-Qurân dengan perlahan-lahan”. (QS. al-Muzammil: 4)
Membaca dengan perlahan dan tartil lebih bisa membantu untuk merenungi ayat-ayat yang dibaca dan mendatangkan kekhusyu’an. Adapun membaca dengan ketergesa-gesaan akan menjauhkan hati dari kekhusyukan.

g)      Meyakini bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âla akan mengabulkan permintaannya ketika seorang hamba sedang melaksanakan shalat.

h)      Meletakkan sutrah.(tabir pembatas) dan mendekatkan diri kepadanya
Hal ini lebih bertujuan untuk memperpendek dan menjaga penglihatan orang yang sedang melaksankan Shalat, sekaligus menjaga dirinya dari syetan. Disamping itu juga dapat menjauhkan diri dari lalu lalangnya orang yang lewat di sekitar kita, karena lewatnya orang lain secara hilir mudik dapat mengganggu kekhusyukan shalat.
Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah seorang diantara kalian melaksanakan Shalat dengan menggunakan tabir, maka hendaklah ia mendekat padanya, sehingga syetan tidak akan memotong Shalatnya”.(HR. Abu Daud, no. 446/1695)

i)         Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri di dada
“Adalah Rasulullah jika sedang Shalat, beliau meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri”. (HR. Muslim )

j)        Melihat kearah tempat sujud
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sedang shalat, beliau menundukkan kepala serta mengarahkan pandangannya ke tanah (tempat sujud)”. (HR. al-Hakim 1/479, dia berkata shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim, disepakati juga oleh al-Albani dalam buku shifatus Shalatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal 89)

k)      Memohon perlindungan kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla dari godaan syetan
Godaan syetan akan selalu datang kepada siapa saja yang akan menghadap Allah Subhânahu wa Ta’âla, oleh karena itu seorang hamba hendaknya tegar dalam beribadah kepada Allah Ta’âla, seraya tetap melakukan amalan-amalan zikir ataupun shalat,. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Sesungguhnya tipu daya syetan itu adalah lemah”.(QS. an-Nisa’: 76)      

2.      Penghalang-penghalang Kekhusyukan dalam Shalat
Adapun factor hal-hal yang akan membawa kekhusyukan adalah dengan mengetahui penghalang-penghalang kekhusyukan dan menolaknya.
 Adapun penghalang-penghalang kekhusyukan dalam shalat adalah sebagai berikut:
a)      Menghilangkan sesuatu yang mengganggu di tempat shalat, seperti: gambar, tempat yang berisik,orang yang  bercakap-cakap.
b)      Tidak shalat di tempat yang terlalu dingin atau terlalu panas, jika hal tersebut memungkinkan. Karena hal ini jelas akan mengganggu kekhusyukan dalam shalat.
c)      Menghindari shalat di dekat makanan yang disukai
d)      Menghindari shalat dalam kondisi mengantuk
e)      Jangan shalat di belakang orang-orang yang bercakap-cakap ataupun tidur
f)       Menghindari shalat dalam keadaan menahan buang air besar ataupun kecil
g)      Tidak menyibukkan diri untuk membersihkan debu
h)      Dimakruhkan mengusap dahi dan hidung dalam shalat
i)        Tidak boleh mengganggu orang yang sedang shalat dengan mengeraskan bacaan
j)       Tidak boleh menoleh ke kiri dan ke kanan ketika shalat
k)      Tidak mengarahkan pandangan ke langit
l)        Jangan meludah ke depan ketika sedang shalat
m)    Berusaha untuk tidak menguap ketika shalat
n)      Tidak mencontoh gerakan atau tingkah laku binatang

  
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kita sebagai umat islam harus mengetahui dan melaksanakan ibadah shalat, karena shalat adalah tiang agama, barang siapa yang tidak mau tahu dan tidak mau melaksanakanya, maka dia telah merobohkan tiang agama dan akan diancam masuk neraka jahanan. Na’udzu billahi mindzalik.
Dan sebagai saran kita dalam melaksanakan shalat fardhu harus dengan ikhlas dan setulus hati, tidak ada unsur paksaan dariorang lain, karena shalat fardhu hukumnya adalah wajib.



REPERENSI
Drs. H. NH. Rifa’i,Pintar Ibadah.1999.Jombang:LINTAS MEDIA


Popular Posts