Wednesday, January 11, 2017

1:30:00 AM
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan sosial budaya mendorong perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya dalam berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia dengan ikatanikatan tertentu atau syarat-syarat tertentu, maka organisasi telah pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas.
Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya.
Kompleksitas lain adalah sehubungan dengan sumber daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi mereka dalam bekerja.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktorfaktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok.
Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.

1.2.  Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui apakah ada pengaruh konflik terhadap individu dan organisasi.
2.      Untuk mengetahui apa dampak positif dan negatif dar perilaku terjadinya konflik di suatu organisasi.

1.3.  Manfaat Penelitian
1.        Implikasi teoritis, sebagai bahan informasi dan perbandingan dalam mengadakan penelitian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia serta memberikan masukan kepada mahasiswa lainnya.
2.        Implikasi praktis, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan input kepada perusahaan dalam menyelesaikan konflik di dalam suatu organisasi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Konflik
Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke aarah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.
A.      Konflik Menurut Para Ahli
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1.      Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.      Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3.      Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4.      Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5.      Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6.      Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7.      Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8.      Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9.      Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10.  Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
B.       Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1.      Pandangan tradisional (The Traditional View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang–orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2.      Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.

3.      Pandangan interaksionis (The Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
C.      Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
1.      Pandangan tradisional.
Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
2.      Pandangan modern.
Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
D.      Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
1.      Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2.      Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
E.       Konflik Menurut Peneliti Lainnya
1.      Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
2.      Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

2.2.  Jenis - Jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
1.      Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
a.         Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing.
b.         Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
c.         Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
d.        Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya seringkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
a.    Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
b.    Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
c.    Konflik penghindaran - penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2.      Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3.      Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4.      Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.
5.      Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

2.3.  Pengaruh Konflik terhadap Organisasi dan Individu
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Konflik hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
2.      Konflik ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
3.      Konflik diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat yang lebih tinggi.
Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Konflik adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
2.      Konflik pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi.
3.      Konflik diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.
Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan apa yang disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari “mitra yang beroposisi dengannya”. Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu menjadi persoalan bagi dirinya ? “Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif, karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari sisi lain. Saya dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ. Selama kita masih bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang baik, hal itu tidak menjadi masalah”, ujarnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang ditulis oleh Robbins (1996) yang membahas konflik dari segi human relations and interactionist perspective. Dijelaskan bahwa konflik itu adalah hal yang alamiah dan selalu akan terjadi. Konflik merupakan bagian dari pengalaman hubungan antar pribadi (interpersonal experience) Karena itu bisa dihindari maka sebaiknya konflik dikelola dengan efektif, sehingga dapat bermanfaat dan dapat menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah yang lebih baik dalam organisasi.
Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :
1.      Mengarah ke inovasi dan perubahan
2.      Memberi tenaga kepada orang bertindak
3.      Menyumbangkan perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
4.      Merupakan unsur penting dalam analisis sistem organisasi

2.4.  Sumber Konflik
Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam dua kategori besar:
1.        Karakteristik Individual
a.    Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs). Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik.
b.    Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality). Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerjasama dengan orang lain.
c.    Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences). Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif terhadap orang tersebut.
2.        Faktor Situasi
a.    Kesempatan dan Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need to Interact). Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
b.    Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another). Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
c.    Perbedaan Status (Status Differences). Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang ”arogan” dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh, dalam engambilan keputusan, pihak yang berada dalam level atas organisasi merasa tidak perlu meminta pendapat para anggota tim yang ada.

2.5.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik
Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
1.        Faktor Intern
a.       Kemantapan organisasi. Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
b.      Sistem nilai. Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau benar.
c.       Tujuan. Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
d.      Sistem lain dalam organisasi. Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
2.        Faktor ekstern
a.       Keterbatasan sumber daya. Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
b.      Kekaburan aturan/norma di masyarakat. Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
c.       Derajat ketergantungan dengan pihak lain. Semakin tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
d.      Pola interaksi dengan pihak lain. Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.

2.6.  Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1.      Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2.      Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3.      Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
4.      Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5.      Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
1.      Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2.      Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
3.      Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4.      Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

2.7.  Dampak - Dampak Adanya Konflik
1.      Akibat negatif dari adanya konflik.
a.       Retaknya persatuan kelompok. Hal ini terjadi apabila terjadi pertentangan antaranggota dalam satu kelompok.
b.      Perubahan kepribadian individu. Pertentangan di dalam kelompok atau antarkelompok dapat menyebabkan individu-individu tertentu merasa tertekan sehingga mentalnya tersiksa.
c.       Dominasi dan takluknya salah satu pihak. Hal ini terjadi jika kekuatan pihak-pihak yang bertikai tidak seimbang, akan terjadi dominasi oleh satu pihak terhadap pihak lainnya. Pihak yang kalah menjadi takluk secara terpaksa, bahkan terkadang menimbulkan kekuasaan yang otoriter (dalam politik) atau monopoli (dalam ekonomi).
d.      Banyaknya kerugian, baik harta benda maupun jiwa, akibat kekerasan yang ditonjolkan dalam penyelesaian suatu konflik.
2.      Akibat positif dari adanya konflik.
a.       Konflik dapat meningkatkan solidaritas di antara anggota kelompok, misalnya apabila terjadi pertikaian antar-kelompok, anggota-anggota dari setiap kelompok tersebut akan bersatu untuk menghadapi lawan kelompoknya.
b.      Konflik berfungsi sebagai alat perubahan sosial, misalnya anggota-anggota kelompok atau masyarakat yang berseteru akan menilai dirinya sendiri dan   mungkin akan terjadi perubahan dalam dirinya.
c.       Munculnya pribadi-pribadi atau mental-mental masyarakat yang tahan uji dalam menghadapi segala tantangan dan permasalahan yang dihadapi sehingga dapat lebih men-dewasakan masyarakat.
d.      Dalam diskusi ilmiah, biasanya perbedaan pendapat justru diharapkan untuk melihat kelemahan-kelemahan suatu pendapat sehingga dapat ditemukan pendapat atau pilihan-pilihan yang lebih kuat sebagai jalan keluar atau pemecahan suatu masalah.

2.8.  Contoh Konflik Sosial
1.      Konflik Antar Siswa
Penjelasan Singkat :
Konflik antar siswa adalah konflik yang terjadi antara seseorang dengan yang satu lainya, sifatnya subtansi, konflik ini menyangkut perbedaan pendapat , ide, gagasan, kepentingan, bahkan emosional. Contohnya Tawuran antar pelajar yang dikarnakan masalah pribadi dan emosional
·         Dampak (+) : dampak positif dari adanya tawuran yaitu terjadinya persatuan antar pelajar di sekolah tersebut. Menurut saya solusi untuk mengatasi masalah tawuran antar pelajar adalah sebaiknya pihak sekolah merangkul semua siswa/i nya sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang membuat mereka membuat geng-geng agar mereka diakui di sekolah, serta sarana dan prasarana yang menunjang untuk menyalurkan aspirasi mereka.
·         Dampak (-) : Dampak negatif yang terjadi dengan adanya tawuran antar pelajar adalah rusaknya fasilitas umum yang menjadi tempat untuk tawuran dan memungkinkan timbulnya korban jiwa,
2.      Konflik Antar Masyarakat
Penjelasan Singkat :
Konflik antar kelompok masyarakat merupakan konflik yang terjadi antar kelompok masyarakat satu dengan kelompok yang lain. Contohnya tawuran atau bentrok antar masyarakat dikarenakan pertentangan pendapat dan perbedaan keyakinan.
·         Dampak (+) : Bertambahnya solidaritas antara anggota kelompok dan Munculnya kompromi antara pihak-pihak yang berkonflik
·         Dampak (-) : Hancurnya dan retaknya persatuan dan kesatuan antar kelompok masyarakat.
3.      Konflik Antar Budaya
Penjelasan Singkat :
Konflik budaya merupakan konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan budaya dari pihak yang berkonflik
Contoh : Beberapa waktu lalu terjadi perdebatan tentang batasan pornografi dalam UU Antipornografi. Ini disebabkn oleh perbedaan kebudayaan dalam memandang suatu hasil kesenian
·         Dampak (+) : dapat meningkatkan solidaritas di antara anggota kelompok, misalnya apabila terjadi pertikaian antarkelompok, angota-angota dari setiap kelompok tersebut akan bersatu untuk menghadapi lawan kelompoknya.
·         Dampak (-) : dominasi dan takluknya salah satu pihak. hal ini terjadi jika kekuatan pihak-pihak yang bertikai tidak seimbang, akan terjadi dominasi oleh satu pihak terhadap pihak lainnya. pihak yang kalah menjadi takluk secara terpaksa, bahkan terkadang menimbulkan kekuasaan yang otoriter.
4.      Konflik Agama
Penjelasan Singkat :
Konflik agama adalah konflik yang dilatarbelakangi oleh agama .contonya perbedaan tata cara beribadah, pandangan dan lainya bisa menyebabkan konflik bahkandalam antar agama sekalipun
·         Dampak (+) :
a.       Bertambahnya solidaritas antara anggota kelompok.
b.      Munculnya pribadi yang kuat dan tahan uji menghadapi berbagai situasi konflik.
c.       Membantu menghidupkan norma yang lama dan menciptakan norma yang baru.
d.      Munculnya kompromi antara pihak-pihak yang berkonflik.
·         Dampak (-) : perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain.
5.      Konflik Politik
Penjelasan Singkat :
Konflik politik merupakan konflik yang terjadi kaerena adanya perbedaan
·         Dampak (+) :
a.       Bertambahnya solidaritas antara sesama anggota kelompok.
b.      Munculnya pribadi yang kuat dan tahan uji menghadapi berbagai situasi konflik.
c.       Membantu menghidupkan norma lama dan menciptakan norma yang baru.
d.      Munculnya kompromi antara pihak-pihak yang berkonflik.
·         Dampak (-) :
a.       Hancurnya persatuan dan kesatuan
b.      Adanya perubahan kepribadian seorang individu secara negative
c.       Rusaknya tatanan kehidupan masyarakat
d.      Kekerasan dan cara mengatasi konflik
6.      Konflik Sosial Akibat Kemajuan Teknologi
Penjelasan Singkat :
Konflik lebih cepat terjadi karena faktor kemajuan teknologi, contohnya konflik akibat menyebarkan pesan singkat (SMS) sehingga dua daerah saling menyerang. "Jadi teknologi juga mempercepat konflik.
·         Dampak (+) :   
a.       Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
b.      Menumbuhkan semangat baru pada staf.
c.       Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
d.      Menghasilkan distribusi sumber tenaga  yang lebih merata  dalam organisasi.
·         Dampak (-) :
a.       Penyalahgunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu untuk melakukan tindak criminal, Adanya penyalahgunaan system pengolah data yang menggunakan Teknologi.
b.      Hancurnya dan retaknya persatuan dan kesatuan.
c.       Adanya perubahan kepribadian seorang individu yang negatif.
d.      Rusaknya tatanan kehidupan masyarakat.
e.       Keretakan hubungan antar kelompokyang bertikai

2.9.  Metode Penyelesaian dan Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :
1.      Introspeksi diri.
Bagaiman kita biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur kekuatan kita.
2.      Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.



3.      Identifikasi sumber konflik.
Seperti dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4.      Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
a.         Berkompetisi.
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b.         Menghindari konflik.
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c.         Akomodasi.
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d.        Dominasi dan Penekanan.
DOMINASI atau KEKERASAN yang BERSIFAT PENEKANAN OTOKRATIK. Ketaatan harus dilakukan oleh fihak yang kalah pada otoritas yang lebih tinggi atau kekuatan yang lebih besar. MEREDAKAN atau MENENANGKAN, metode ini lebih terasa diplomatis dlm upaya menekan dan meminimalkan ketidaksepahaman.
e.         Kompromi.
PEMISAHAN, pihak-pihak yang berkonflik dipisah sampai menemukan solusi atas masalah yang terjadi. ARBITRASI, adanya peran orang ketiga sebagai penengah untuk penyelesaian masalah. Kembali ke aturan yang berlaku saat tidak ditemukan titik temu antara kedua fihak yang bermasalah. Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
5.      Pemecahan Masalah Integratif.
KONSENSUS, sengaja dipertemukan untuk mencapai solusi terbaik, bukan hanya menyelesaikan masalah dengan cepat. KONFRONTASI, tiap fihak mengemukakan pandangan masing-masing secara langsung & terbuka. PENENTU TUJUAN, menentukan tujuan akhir kedepan yang lebih tinggi dengan kesepakatan bersama.
6.      Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.



BAB III
KESIMPULAN

3.1.  Kesimpulan
Konflik merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam sebuah organisasi, disebabkan oleh banyak factor yang pada intinya karena organisasi terbentuk dari banyak individu dan kelompok yang memiliki sifat dan tujuan yang berbeda satu sama lain.
Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang menduduki jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang tidak selalu negative terhadap organisasi.
Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Wahyudin, Manajemen Konflik Dalam Organisasi (Al Fabeta 2008)
Muchlas M, 2008,  Perilaku Organisasi, Gadjah Mada University, Jogjakarta
Luthans F. Organizational Behavior, Mc Graw Hill, Singapore, 1981
Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Munandar AS. Manajemen Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi Pengendalian Konflik dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 987
Robbins, SP. Organizational Behaviour, Prentice Hall, Siding, 1979.
Winardi. Manajemen Konflik (Konflik Perubhan dan Pengembangan), Mandar Maju, 1994
J. Winardi. 2003. Teori Organisasi & Pengorganisasian. Rajawali Press

Wikipedia.com bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Wahyudin

Popular Posts