Saturday, July 11, 2015

4:43:00 PM

Kesultanan Langkat merupakan kerajaan Melayu yang dulu memerintah di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatra Utara sekarang ini. Sampai dengan awal abad ke 19, kesultanan ini masih berada di bawah kuasa kesultanan Aceh (Sultan Iskandar Muda). Menurunnya kekuatan kesultanan Aceh yang berperang dengan Belanda yg mempunyai senjata lebih modern dipergunakan oleh Raja Langkat untuk menjadikan Langkat sebagai daerah yang merdeka. Pada tahun 1869 Langkat menandatangani perjanjian dengan Belanda dan Raja Langkat diakui sebagai Sultan pada tahun 1877. Sewaktu masa kolonial dulu, ada beberapa komoditi yang menghasilkan banyak pemasukan bagi Sultan Langkat yaitu antara lain: Karet, Kelapa sawit, Kopi dan Minyak.
Usaha Perkebunan orang Eropa tidak hanya banyak di daerah Deli, mereka juga merambah ke daerah Sumatra timur lainnya termasuk daerah Langkat. Pada periode tahun 1920-1930-an permintaan untuk komoditi industri karet dan minyak meningkat, hal ini mengakibatkan naiknya harga karet dan minyak saat itu. Dengan otomatis maka Sultan Langkat yang memegang konsesi tanah menjadi sangat kaya dari usaha kerjasama (kontrak) dengan perkebunan milik orang Eropa. Kilang minyak di Pangkalan Brandan menjadi salah satu penyumbang terbesar untuk pemasukan bagi Sultan Langkat.
Gambar diatas ialah Istana kesultanan Langkat di Tanjung pura yang pernah dijarah oleh rakyat sewaktu berkecamuk revolusi sosial (1945-1946) di Sumatra timur. Pada tahun 1946 keadaan suhu politik di Sumatra timur sempat memanas, orang-orang Komunis mulai menguasai partai politik dan juga membentuk laskar bersenjata diantaranya Laskar Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) dan Laskar Buruh. Secara sembunyi kaum komunis sudah mempersiapkan rencana untuk menghapuskan monarki kerajaan Melayu dan ingin mengambil alih pemerintahan kerajaan. Mereka kemudian membuat propaganda di koran-koran, radio dan pamflet serta isu-isu fitnah palsu untuk menghasut rakyat. Kaum komunis menghembuskan isu bahwa Raja-Raja Melayu itu sudah bekerjasama dengan Belanda dan mereka adalah kaum Feodal yang memeras dan menindas rakyat.
Tanpa diduga pada tanggal 3 Maret 1946, tepat jam 12 malam secara serentak rakyat dipimpin oleh orang-orang komunis dan Pesindo menyerbu istana dan kantor kerajaan Melayu dan mengumumkan bahwa kerajaan Melayu telah dihapuskan oleh rakyat Indonesia. Mulailah rumah dan istana-istana kerajaan diserang, dijarah hartanya, Raja, atau Sultan beserta para bangsawan juga pegawai kerajaan ditangkap dan sebagian dibunuh di tengah hutan atau dibenamkan di laut. Sultan Deli di Medan minta perlindungan dari British Indian Forces, Istana Maimun dikepung dan keluarga Sultan sempat melarikan diri berenang ke hutan untuk bersembunyi. Istana Maimun menjadi sasaran mereka, siang dan malam mereka menembaki istana. Sultan Deli kemudian mengungsi dengan keluarganya ke Perak (Malaysia).
Di tempat lain, istana Sultan Langkat baik yang di Tanjung Pura maupun yang di kota Binjei diserbu dan dirampok. Para bangsawan Langkat ditangkap dan sebagian besar dibunuh dengan kejam termasuk pujangga besar Tengku Amir Hamzah juga puteri-puteri Sultan Langkat diperkosa di depan mata beliau. Tengku-tengku di Asahan yang laki-laki semua dibunuh termasuk isteri Tengku Musa dan anaknya. Di kesultanan Serdang, karena Sultan Sulaiman Shariful Alamshah sejak dahulu terkenal anti-kolonialisme Belanda dan juga banyak keluarga kesultanan yang duduk di dalam partai politik dan menjadi TNI, kaum komunis hanya dapat mengerahkan rakyat untuk berbaris demonstrasi meminta agar kerajaan Serdang menyerahkan kekuasaan pemerintahan lokal kepada pemerintah R.I.
Demikian sekilas tentang revolusi sosial yang dikutip dari tulisan Tengku Luckman Sinar, Sejarawan Melayu.
BAU SERAI BAU KEMANGI
TENGKU AMIR HAMZAH yang bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera (lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, 28 Februari 1911 – meninggal di Kuala Begumit, 20 Maret 1946 pada umur 35 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat) dan banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu
Mayor Jenderal TNI (Purn) H TENGKU RIZAL NURDIN (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 21 Februari 1948 – meninggal di Medan, Sumatera Utara, 5 September 2005 pada umur 57 tahun) adalah Gubernur Sumatra Utara ke-14 dan 15, menjabat dari tahun 1998 hingga meninggal dunia pada 5 September 2005. Saat itu ia sedang bertugas dalam periode keduanya (2003-2008). Pada periode sebelumnya (1998-2003),
Rizal Nurdin juga merupakan gubernur Sumut.Sebelum menjadi Gubernur, dia adalah Pangdam I Bukit Barisan tahun 1997, dengan Pangkat Mayor Jenderal. Walau lahir di Sumatera Barat, namun ia adalah seorang suku Melayu Serdang.Ia meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat Mandala Airlines pada 5 September 2005 di Medan. Saat itu ia sedang berada dalam perjalanan untuk menghadiri rapat mendadak dengan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada malam harinya. Tengku Rizal Nurdin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputra oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 9 November 2005 dalam kaitannya dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2005.
Letjend.TNI (Purn) ACHMAD TAHIR gelar TENGKU PANGERAN SERI SEKATA DHARMAWANGSA. Putra Perbaungan yang lahir di Kisaran, Asahan Sumut, 27 Juni 1924 – meninggal di Jakarta, 17 Agustus 2002 pada umur 78 tahun adalah mantan Panglima Divisi IV/TKR dan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi dalam Kabinet Pembangunan IV. Menikah dengan Rooslila, dikaruniai 6 anak; Gelora Surya Dharma, Hari Indra Utama, Yulia Saprita, Linda Amalia Sari Agum Gumelar, Adi Putra Darmawan, dan Chaerul Permata Cita. Ia adalah Sesepuh Puak Melayu Sumatera Utara. 
TUANKU LUCKMAN SINAR BASHARSHAH II, SH. Sultan Pemangku Adat Negeri Serdang. Sejarahwan, Budayawan dan penulis produktif tentang kemelayuan (sumber photo: Tengku Mira Sinar)
MAHYUDIN ALMUDRA gelar DATUK CENDIKIA HIKMATULLAH. Pemangku Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu 
Hj. ROSMALINA. Lahir tahun 1937, Putri dari OK Achmad Rasjid, seorang turunan Datuk Buddin dari Langkat yang dipercayai Raja Siantar untuk menjadi Hoofd Penghulu di Bandartinggi. Menempuh pendidikan formal Sekolah Guru Atas (SGA) & Kursus Memasak. Beliau adalah pakar kuliner Melayu. Hj. Rosmalina yang bermukim di Tebingtinggi ini merupakan penggagas terbentuknya Himpunan Wanita Melayu Indonesia (HWMI) di Kota Tebingtinggi & diberi mandat pembentukan oleh Ny Raja Sahnan. HWMI adalah organisasi wanita Melayu di tubuh MABMI. Hj Rosmalina melestarikan kuliner asli Melayu, misalnya juadah Halua. Berbagai jenis Halua langka, seperti buku bemban, tebukan asli dan sebagainya, ia ajarkan keseluruh pelosok negeri. Selain masakan Melayu, Hj Rosmalina juga mengembangkan budaya tutur Melayu. 
A. RAHIM QAHHAR. Penulis & sastrawan yang lahir 29 Juni 1943. Aktivitas menulis sejak tahun 60-an disurat kabar terbitan Medan, kemudian cerpen-cerpennya dimuat dalam Koran Indonesia Raya - pimpinan Mochtar Lubis, juga majalah Sastra - HB Jassin. Dekade tahun 70-an mulai menulis puisi, novel dan naskah drama serta skenario televisi. Karya-karyanya banyak dimuat di koran lokal maupun nasional. Selalu hadir dalam setiap pertemuan sastra dan budaya yang dilangsungkan di Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan acap tampil dalam pembacaan puisi maupun cerpen dengan gayanya yang khas.
Selain memenangkan sayembara penulisan karya sastra, berupa naskah drama serta skenario sinetron, sebagai wartawan ia berulangkali pula memenangkan lomba karya tulis. jurnalistik untuk tingkat nasional. 
KAHARUDDINSYAH. Lahir di Tebing Tinggi, 3 April 1942; adalah aktor film Indonesia. Ia, seorang aktor yang kerap muncul di era 1970-1980an. Ia pernah membintangi film "Letnan Harahap " di tahun 1977 dengan disutradarai oleh Sophan Sophiaan. Di film "Janur Kuning" di tahun 1979, Ia didampingi oleh Deddy Sutomo dan Dicky Zulkarnaen. Kemudian sempat bermain film drama dengan aktris Lenny Marlina "Guruku Cantik Sekali" disutradarai oleh Ida Farida. OK Kaharuddinsyah meraih Piala Citra pada FFI 1978 lewat film "Letnan Harahap" .
TENGKU M LAH HUSNI. Sejarahwan & Budayawan Melayu, Penulis buku Melayu.
Dr. Phil. ICHWAN AZHARI. Antropolog Universitas Negeri Medan, Dr Phil Ichwan Azhari lahir di Medan, 16 November 1961. Beliau juga seorang Budayawan dan Sejarawan Sumatera Utara. Aktif Diberbagai Kegiatan Yang Menyangkut Sejarah, Budaya,ikut serta dalam pelestarian Situs - situs Sejarah dan Budaya.
OK SYAHRIL. Peneliti di Balai Bahasa Medan, Depdiknas. Putra Melayu yang berasal dari Kampong Lalang,
Batubara.  Diposkan oleh M MUHAR OMTATOK ber-Puak Melayu di 10:09 0 komentar Link ke posting ini   Kamis,06 Agustus 2009 Sejarah Kesultanan Melayu di Sumatera Timur  Tulisan ini berisi informasi tentang pertumbuhan 23 Kerajaan Melayu di Sumatera Timur dan Riau, baik yang kecil maupun yang besar. Dari sejarah kerajaan-kerajaan tersebut dapat dilihat terjadinya interaksi antarkerajaan, tentang nilai-nilai budayanya, dan tentang konsep politiknya. Informasi ini dapat dijadikan bahan untuk memetik potensi-potensi yang ada maupun mengetahui kelemahan-kelemahan yang membuat kerajaan-kerajaan tersebut mengalami kemunduran. 


Popular Posts