Sunday, November 22, 2015

9:52:00 PM
I. Pengertian Thaharah
Secara bahasa, Thaharah berarti bersuci. Sedangkan menurut istilah, Thaharah adalah menyucikan badan, pakaian serta tempat dari najis dan menyucikan diri dari hadas. Dalam ajaran agama Islam, thaharah/ bersuci merupakan amalan yang sangat penting untuk dipahami tata caranya dan kemudian diamalkan. Setiap muslim yang akan menjalankan shalat, disyaratkan untuk suci dari najis dan hadas. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai seorang muslim harus senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian.
Orang yang menjaga kesucian diri sangat dicintai oleh Allah, sebagaimana firman-Nya dalam  Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 222:


Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

I
I. Thaharah Dari Hadats
Thaharah dari hadats ada tiga macam yaitu wudhu, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk tayammum.
Wudhu’
Menurut Bahasa, adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat. Mula – mula wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan sholat tetapi kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadats. Dalil – dalil wajib wudhu’ :
1.      Ayat Al – Qur’an surat Al – Maidah ayat 6 yang artinya “ Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( basuh ) kakimu sampai dengan ke dua mata kaki.
2.      Hadits Rasul SAW
لا يقبل الله صلاة احدكم إذا احدت حتّي يتوضّأ
Yang artinya :
Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )

Mandi ( Al – Ghusl )
Menurut lughat, mandi disebut al – ghasl atau al – ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat.
Fardhu’ yang mesti dilakukan ketika mandi yaitu :
1.      Niat.
a.       Niat tersebut harus pula di lakukan serentak dengan basuhan pertama. Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats , janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
b.      Menyampaikan air keseluruh tubuh, meliputi rambut, dan permukaan kulit. Dalam hal membasuh rambut, air harus sampai ke bagian dalam rambut yang tebal. Sanggul atau gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal tidak wajib di basuh bagian dalamnya.

2.      Tayammum
a.  Tayammum menurut lughat yaitu menyengaja. Menurut istilah syara’ yaitu menyampaikan tanah ke wajah dan tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan. Macam Thaharah yang boleh diganti dengan tayamum yaitu bagi orang yang junub. Hal ini terdapat dalam surat Al – Maidah ayat 6, yang artinya “dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih).

III. Macam-Macam Najis Dan Cara Mensucikannya
1.      Macam-macam Najis
Najis adalah suatu benda kotor yang menyebabkan seseorang tidak suci.
1)   Najis Mukhoffafah (Ringan), seperti air kencing bayi laki-laki yang berusia kurang dari 2 tahun dan belum makan apa-apa selain ASI. Sedangkan air kencing bayi perempuan tidak tergolong dalam najis mukhoffafah, tapi tergolong najis mutawassitoh.
Cara mensucikannya najis mukhaffafah,  cukup dengan memerciki air pada tempat yang terkena najis.Maksud memercikkan, airnya tidak harus mengalir.
2)   Najis Mutawasithoh (sedang), seperti: tinja/kotoran manusia/hewan, darah, nanah, bangkai, muntah-muntahan, bangkai, dan minuman yang memabukkan.
Najis Mutawassitoh dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
Najis 'Ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui dengan indera. Najis ini dapat diketahui warna/bentuknya, baunya atau rasanya. Atau salah satu dari sifat itu nyata adanya.
Cara menyucikannya : dicuci dengan air yang mengalir sampai hilang warna/bentuknya, baunya dan rasanya.
Najis Hukmiyah yaitu najis yang tidak dapat diketahui dengan indera. Najis ini tidak dapat diketahui warna/bentuknya, baunya maupun rasanya, namun kita yakin najis tersebut ada. Seperti percikan air kencing pada sarung dan sudah kering. Walaupun tidak terlihat, tapi kita meyakini sarung itu terkena percikan air kencing.
Cara menyucikannya : dicuci dengan air suci yang mengalir, tanpa harus hilang warna/bentuknya, baunya dan rasanya, karena tidak nyata.
3)   Najis Mugholazah (Berat), seperti air liur, kotoran anjing dan babi yang mengenai badan, pakaian, atau tempat.
Cara mensucikannya: dicuci sampai tujuh kali dengan air dan salah satu di antaranya dicampur dengan tanah/debu yang suci.

 IV.  Thaharah Dari Najis
Benda-benda yang termasuk najis ialah kencing, tahi, muntah, darah, mani hewan, nanah, cairan luka  yang membusuk, ( ma’ al – quruh ), ‘alaqah, bangkai , anjing, babi , dan anak keduanya, susu binatang yang tidak halal diamakan kecuali manusia, cairan kemaluan wanita. Jumhur fuqaha juga berpendapat bahwa khamr adalah najis, meski dalam masalah ini banyak sekali perbedaan pendapat dilingkungan ahli Hadits. Berbagai tempat yang harus dibersihkan lantaran najis, ada tiga tempat, yaitu : tubuh, pakaian dan masjid. Kewajiban membersihkan pakaian didasarkan pada firman Allah pada surat Al – Mudatsir ayat 4.
Benda yang dipakai untuk membersihkan najis yaitu air. Umat Islam sudah mengambil kesepakatan bahwa air suci yang mensucikan bisa dipakai untuk membersihkan najis untuk ketiga tempat tersebut. Pendapat lainnya menyatakan bahwa najis tidak bisa dibersihkan ( dihilangkan ) kecuali dengan air. Selain itu bisa dengan batu, sesuai dengan kesepakatan ( Imam Malik dan Asy – Syafi’I ). Para ulama mengambil kata sepakat bahwa cara membersiohkan najis adalah dengan membasuh ( menyiram ), menyapu, mencipratkan air. Perihal menyipratkan air, sebagian fuqaha hanya mangkhususkan untuk membersihkan kencing bayi yang belum menerima tambahan makanan apapun.
Cara membersihkan badan yang bernajis karena jilatan anjing adalah dengan membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali, salah satu diantaranya dicampur dengan tanah. Hal ini berdasarkan Hadits Rasul SAW, yang artinya “Menyucikan bejana seseorang kamu, apabila anjing minum di dalam bejana itu, ialah dengan membasuhnya tujuh kali , yang pertama diantaranya dengan tanah.

V. Bersuci Dari Najis Dan Dasar Hukumnya
Salah satu diantara keistimewaan dalam Islam adalah perhatiannya terhadap kebersihan dan kesucian seseorang, terlebih didalam beribadah kepada Alloh SWT. Kebersihan dan kesucian jasmani berkaitan dengan perihal yang bersifat lahiriyah meliputi badan, pakaian, tempat dan alat - alat yang digunakan untuk makan - makanan, minuman semuanya harus terhindar dari kotoran dan najis. Sedangkan kebersihan dan kesucian rohani adalah berkaitan dengan perihal yang bersifat.bathiniyyah yaitu segala apa yang ada hubungannya dengan melaksanakan ibadah kepada Alloh SWT, harus dapat pastikan : bahwa dirinya dalam keadaan yang suci dari najis:dun hadats.

VI.  Manfaat Bersuci Dari Najis
Najis adalah sesuatu yang kotor, najis harus dibersihkan dan disucikan agar 'diri kita terhindar dari kotoran, lawan dari najis adalah suci. dalam hal ini najis merupakan istilah yang berkaitan dengan dua hal yaitu At Hadats dan Al Hubts, akan tetapi menurut bahasa penggunaan istilah najis adalah suatu yang kotor, baik bersifat hissy (dapat diindera) seperti ; kencing tinja dan darah, maupun yang bersifat ma'nawi (abstrak) seperti : dosa.
Didalam ajaran Islam tidak hanya mengajarkan kebersihan dan kesucian dari segi lahiriyah raja, melainkan juga dari segi bathiniyyah. Oleh karena itu seseorang dituntut untuk mencari ilmu pengetahuan yang memadai, agar dapat membedakan sesuatu yang suci dari najis, misalnya bagaimana mensucikan najis dari anggota badan, pakaian, makanan dan lain sebagainya, sehingga kita benar - benar suci dan bersih segala kotoran dan najis.

VII. Hikmah Bersuci
Bersuci dari najis adalah sebagai cermin membersihkan kotoran dari badan, pakaian. tempat, makanan dan lain sebagainya dengan menggunakan alat bersuci, seperti : air, yang bisa dipakai untuk bersuci. Dengan demikian, maka segala sesuatunya bersifat bersih dan suci, sehingga bisa diambil hikmahnya didalam kehidupan setiap hari. Adapun hikmah bersuci antara lain.
1.      Menjadikan, diri manusia dan lingkungannya yang bersih dari segala kotoran hingga menghindari dari segala penyakit.
2.      Menjadikan sarana mendekatkan diri kepada Alloh SWT, sebagaimana disebutkan dalam Al- Qur'an surat Al- Baqoroh ayat : 222.
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS. Al- Baqoroh ayat : 222)

3.      Bisa memperluas pergaulan dengan siapapun karena bersih itu sehat.

4.      Mendidik manusia berakhlaq mulia dan menjadi cermin jiwa seseorang, sebab dengan hidup bersih akan membiasakan diri, untuk berbuat yang terbaik dan teruji
bersuci itu adalah sebagaian dark keirnanan seseorang, sesuai dengan sabda Rosululloh SAW dalam sebuah haditsnya.

Popular Posts