BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Agama dan kebudayaan adalah dua hal yang sangat dekat di
masyarakat. Bahkan banyak yang salah mengartikan bahwa agama dan kebuadayaan
adalah satu kesatuan yang utuh. Dalam kaidah sebenarnya agama dan kebudayaan
mempunyai kedudukan masing-masing dan tidak dapat disatukan, karena agamalah
yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada kebudayaan. Namun keduanya
mempunyai hubungan yang erat dalam kehidupan masyarakat.
Geertz (1992:13), mengakatan bahwa wahyu membentuk suatu
struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang
menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku
mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi
juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama
timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil
daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup
pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Demi terjaganya esistensi dan kesucian nilai – nilai agama
sekaligus memberi pengertian, disini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu
Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun berbentuk makalah dengan judul “Agama
dan Budaya”. Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat menjadi paduan
pembaca dalam mengaplikasikan serta dapat membandingkan antara Agama dan
Budaya.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini tersusun suatu rumusan makalah antara lain:
1. Apakah
yang dimaksud dengan agama?
2. Apakah
yang dimaksud dengan Kebudayaan?
3. Apakah
hubungan antara Agama dah Kebudayaan?
4. Apa
saja penerapan hubungan antara agama dan kebudayaan?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini disusun antara lain:
1. Untuk
mengetahui pengertian agama.
2. Untuk
mengetahui pengertian kebudayaan.
3. Untuk
mengetahui hubungan agama dan kebudayaan.
4. Untuk
mengetahui penerapan hubungan agama dan kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Agama
Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a
berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti
sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara
integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan,
sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama
sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau
sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan
alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama
tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan
diberlakukan.
Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa
Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata
religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan
tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas
tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungannya secara horizontal
(Sumardi, 1985:71)
Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari
kata Al-Din seperti yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an surat 3 : 19 ( Zainul
Arifin Abbas, 1984 : 4). Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga
Ilahi untuk memimpin manusia untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
Secara fenomenologis, agama Islam dapat dipandang sebagai Corpus syari’at yang
diwajibkan oleh Tuhan yang harus dipatuhinya, karena melalui syari’at itu
hubungan manusia dengan Allah menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama
berkonotasi kata benda sebab agama dipandang sebagai himpunan doktrin.
Komaruddin
Hidayat seperti yang dikutip oleh muhammad Wahyuni Nifis (Andito ed, 1998:47)
lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan atau
kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan.
Walaupun kedua pandangan itu berbeda sebab ada yang
memandang agama sebagai kata benda dan sebagai kata kerja, tapi keduanya
sama-sama memandang sebagai suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan
keselamatan disini dan diseberang sana.
Dengan agama orang mencapai realitas yang tertinggi. Brahman
dalam Hinduisme, Bodhisatwa dalam Buddhisme Mahayana, sebagai Yahweh yang
diterjemahkan “Tuhan Allah” (Ulangan 6:3) dalam agama Kristen, Allah subhana
wata’ala dalam Islam.
Sijabat telah merumuskan agama sebagai berikut:
“Agama
adalah keprihatinan maha luhur dari manusia yang terungkap selaku jawabannya
terhadap panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Keprihatinan yang maha
luhur itu diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau kelompok terhadap
Tuhan, terhadap manusia dan terhadap alam semesta raya serta isinya” ( Sumardi,
1985:75)
B.
Pengertian Kebudayaan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(1996: 149), disebutkan bahwa: “
budaya “ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “kebudayaan” adalah
hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan,
kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan
keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu dll). Sedang ahli sejarah
mengartikan kebudayaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi
melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan.
Menurut
Ki Hadjar Dewantoro Kebudayaan adalah "sesuatu" yang
berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Jadi
Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak. Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun fisik manusia secara kolektif.
berkembang secara kontinyu, konvergen, dan konsentris. Jadi
Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak. Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun fisik manusia secara kolektif.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebudayaan atau
budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non
material.
C.
Hubungan antara Agama dan Kebudayaan
Seperti halnya kebudayaan agama sangat menekankan makna dan signifikasi sebuah
tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara
kebudayaan dan agama bahkan sulit dipahami kalua perkembangan sebuah kebudayaan
dilepaskan dari pengaruh agama. Sesunguhnya tidak ada satupun kebudayaan yang
seluruhnya didasarkan pada agama. Untuk sebagian kebudayaan juga terus
ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralitas secular, serta pemikiran kritis.
Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan kebudayaan dapat saling mempengarui.
Agama mempengaruhi system kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan.
Sebalikny akebudayaan pun dapat mempengaruhi agama, khususnya dalam hal
bagaimana agama di interprestasikan/ bagaimana ritual-ritualnya harus
dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut Sang
–Illahi tidak akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi budaya,
dlam masyarakat Indonesia saling mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat
terasa. Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hamper umum dalam semua
agama.
Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab
yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan
oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa
kondisi yang objektif.
Budaya
agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan
kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya.
Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling merusak, kuduanya justru saling
mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang mengatakan bahwa ” Manusia yang
beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya belum tentu beragama”.
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena
kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus
mengikuti perkembangan jaman. Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di
berbagai kebudayaan dan peradaban dunia.
Jika kita teliti budaya Indonesia, budaya itu terdiri
dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha,
Islam dan Kristen (Andito, ed,1998:77-79)
Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan
dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau lebih setingkat
yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba,
Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan
dengan para leluhur menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang sangat
tinggi. Oleh karena itu maka ritus mereka berkaitan dengan tari-tarian dan seni
ukiran, Maka dari agama pribumi bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan
estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan yang
menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan itu
ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju
kesejahteraan yang utuh. Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam
Asi, aku adalah engkau.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang
menjauhi ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai
pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap
tata tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima
waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang
baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar) berdampak pada
pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan Islam dalam
pembentukan budaya bangsa.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini
menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang
dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntut
balasan yaitu kasih tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi
sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri. Atas
dasar kasih maka gereja-gereja telah mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah
sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan terhadap orang miskin.
Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan terhadap
agama. Yangterutama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi
untuk memahami corak keagamaan yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para
warganya. Kegunaankedua, sebagai hasil lanjutan dari kegunaan utama
tersebut, adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah keyakinan agama yang
dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran yang benar
menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan pertentangan dengan para warga
masyarakat tersebut. Yang ketiga, seringkali sesuatu keyakinan
agama yang sama dengan keyakinan yang kita punyai itu dapat berbeda dalam
berbagai aspeknya yang lokal. Tetapi, dengan memahami kondisi lokal tersebut
maka kita dapat menjadi lebih toleran terhadap aspek-aspek lokal tersebut,
karena memahami bahwa bila aspek-aspek lokal dari keyakinan agama masyarakat
tersebut dirubah maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai pranata
yang ada dalam masyarakat tersebut yang akhirnya akan menghasilkan perubahan
kebudayaan yang hanya akan merugikan masyarakat tersebut karena tidak sesuai
dengan kondisi-kondisi lokal lingkungan hidup masyarakat tersebut.
D. Contoh
Hubungan agama dan kebudayaan di dalam kehidupan sehari-hari
1. ketika
seseorang berpindah agama cara berfikir dan cara hidupnya dapat berubah secara
signifikan. dapat dilihat seseorang yang beragama Kristen pindah menjadi agama
islam maka pandangan hidupnya akan berubah pula, missal: cara pandang mareka
dalam berpakaian ketika mereka beragama Kristen cara berpakain mereka kurang
menutup aurat tetapi ketika mereka telah beragam islam cara berpakaian mereka
menutup aurat.
2. ketika
ibadah hari raya idul fitri, hari raya ini dalam praktiknya tidak lagi menjadi
perayaan “khas” penganut agama islam tetapi sudah lebih merupakan tradisi bagi
segenap masyarakat Indonesia. Saling maaf memaafkan yang dulu tidak pernah
terjadi di negeri-negeri timur tengah tetapi masyarakat Indonesia justru di
jadikan momemtum untuk membangun kembali tali persaudaraan seta kesetiakawanan
lintas etnoreligius.
3. budaya
Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu Bali yang sampai
sekarang masih terjaga kelestariannya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat, agama dan kebudayaan sangat erat berkaitan satu
sama lain. Saat budaya atau agama diartikan sesuatu yang terlahir di dunia yang
manusia mau tidak mau harus menerima warisan tersebut. Berbeda ketika
sebuah kebudayaan dan agama dinilai sebagai sebuah proses tentunya akan
bergerak kedepan menjadi sebuah pegangan, merubah suatu keadaan yang sebelumnya
menjadi lebih baik.
Ketika agama dilihat dengan kacamata agama maka agama
akan memerlukan kebudayaan. Maksudnya agama (islam) telah mengatur segala
masalah dari yang paling kecil contohnya buang hajat hingga masalah yang ruwet
yaitu pembagian harta waris dll. Sehingga disini diperlukan sebuah kebudayaan
agar agama (islam) akan tercemin dengan kebiasaan masyarakat yang mencerminkan
masyarakat yang beragama, berkeinginan kuat untuk maju dan mempunyai keyakinan
yang sakral yang membedakan dengan masyarakat lainnya yang tidak menjadikan
agama untuk dibiasakan dalam setiap kegiatan sehari-hari atau diamalkan
sehingga akan menjadi akhlak yang baik dan menjadi kebudayaan masyarakat
tersebut.
Sedangkan jika agama dilihat dari kebudayaan maka kita lihat
agama sebagai keyakinan yang hidup yang ada dalam masyarakat manusia dan
bukan agama yang suci dalam (Al-Qur’an dan Hadits) Sebuah keyakinan hidup dalam
masyarakat maka agama akan bercorak local, yaitu local sesuai dengan kebudayaan
masyarakat tersebut.