Wednesday, January 06, 2016

6:13:00 PM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Anak adalah merupakan AMANAT dari Allah. Maka tidaklah ringan beban orang tua yang telah mendapat amanat dari Allah itu. Dan karena amanat maka hendaknya dipelihara dan dirawat sesuai dengan pesan dari pihak yang memberi amanat, yang dalam hal ini ialah Allah SWT.
Untuk itu, kita sebagai orang tua dituntut untuk mendidik dan membimbing anak-anak kita kepada Agama yang sesuai dengan fitrah (naluri manusia) agar mereka memiliki akhlak mulia dan menjadi manusia yang bertaqwa. Mereka adalah bagaikan kertas putih. Kitalah yang nantinya akan memberikan corak warna lukisan apa yang kita hendaki. Sebagaimana Teori Tabularasa, dimana terbukti dengan anak yang sejak kecil hidup dalam lingkungan Yahudi akan menjadi Yahudi, yang hidup dalam lingkungan Nasrani juga akan menjadi Nasrani, Majusi dan seterusnya.
Oleh karenanya mendidik anak sebaiknya dimulai sejak dini, karena perkembangan jiwa anak telah mulai tumbuh sejak dia kecil, sesuai dengan fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan arahnya. Karena sebagai orangtua maupun guru (pendidik di sekolah) harus benar-benar mengetahui bahwa begitu besarnya tanggung jawabnya kepada Allah’azza wa jalla terhadap pendidikan anak-anaknya.
Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”
Dan sehubungan dengan pemaparan di atas, maka sebagai orang tua apabila ingin bertanggung jawab terhadap amanat yang dibebankan kepadanya dengan hadirnya seorang anak agar menjadi seorang anak yang baik, yang shaleh/shaleha, dan berbakti kepada orang tuanya, maka tidak ada alternatif lain bagi orang tua selain mendidik dan membimbing anak-anaknya kepada taqwallah.

1.2    Identifikasi Masalahan
         Dalam pembahasan makalah tentang “ Cara Mendidik Anak Dalam Islam “ada beberapa permasalahan yang kami angkat, antara lain :
·         Apakah tugas dan kewajiban orang tua?
·         Bagaimana cara mendidik anak dalam Islam?

1.3     Rumusan Masalah
Bahasan mengenai mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam sangatlah luas cakupannya. Oleh sebab itu, pembahasan dalam makalah sederhana ini kami batasi dalam haltugas, dan kewajiban orang tua serta bagaimana cara mendidik anak dalam Islam.

1.4     Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagaimana latar belakang di atas. Bahwadengan mempelajari dan memahami tentang tugas dan kewajiban orang tua terhadap anak, diharapkan sebagai orang tua mampu mendidik dan membimbing anak karena anak adalah amanah dari Allah, dan kita diperintahkan agar bisa menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya. Semoga kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan kepada kita. 



BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Mendidik
Prof Dr. Naquib Alatas berpendapat bahwa pengertian mendidik adalah membentuk manusia untuk menempati tempatnya yang tepat dalam susunan masyarakat serta berperilaku secara proporsional sesuai dengan susunan ilmu dan teknologi yang dikuasainya.
Mendidik berkonotasi dengan pengertian bahwa pendidik harus mampu menyampaikan setiap ilmu atau koneksi ilmu dengan ilmu yang lain dalam suatu susunan yang teratur dan sistematik dan penyampaiannya sesuai dengan susunan kemampuan dasar (kompetensi) yang dimiliki peserta didik
Menurut buku lain, mendidik merupakan kewajiban syariat bagi setiap orang yang menjadi pemimpin dan penanggung jawab sesuai dengan kadar tanggung jawab dan kepemimpinannya 
Mendidik atau ilmu mendidik (Pedagogik) adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan. 
Definisi "mendidik" adalah menyediakan sekolah atau pendidikan; Melatih menggunakan instruksi formal dan seseorang yang ahli dibidangnya ; Untuk mengembangkan mental, moral dan estetika terutama oleh pendidik; Untuk menyediakan informasi; Melakukan pendekatan atau mengkondisikan untuk merasa, mempercayai, atau bertindak  dengan cara tertentu
"Mendidik" adalah usaha untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan baik secara jasmani dan rohani.   Mendidik bisa diartikan sebagai upaya pembinaan secara personal, sikap mental serta akhlak peserta didik. Mendidik tidak hanya untuk menghantar ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) pendidik akan tetapi menghantarkan nilai-nilai. 


BAB III
MENDIDIK ANAK DALAM ISLAM

3.1        Hal - hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua di dalam mendidik anak yang tidak kalah pentingnya dari pada beberapa masalah yang dijelaskan di muka, antara lain ialah:
3.1.1   Contoh Teladan
Dalam Pribahasa “ Guru kencing berdiri murid kencing berlari”, menurut ilmu kejiwaan dianggap masuk akal karena anak atau murid cenderung meniru tingkah laku guru atau anak meniru perilaku orang tuanya. apa yang dilihat, diamati maka akan ditirunya, apalagi bagi anak yang ingin mengidentifikasikan dirinya dengan orang yang dihormatinya.
Rasulullah Saw sendiri adalah merupakan contoh teladan utama yang menjadi kiblat dari segala perilaku perbuatan para pengikutnya. Contohnya pada waktu peristiwa Perjanjian Hudaibiyah yang pada mulanya ditentang oleh para Sahabat Nabi, ternyata karena keteladanannya dan karena tindakan Rasulullah yang nyata, maka para Sahabat akhirnya mengikutinya.
Maka orang tua yang tidak dapat memberikan cntoh teladan yang baik kepada anak-anaknya jangan diharap akan dapat membimbing para putera/putrinya kepada kebaikkan yang diharapkannya.

3.2   Pembentukan Tingkah Laku Melalui Pembiasaan Perbuatan Sejak Anak-Anak Masih Kecil
Seorang failusuf kenamaan, Charles Reade, berkata,: “Sow a though and you reap a habit, sow a habit and you reap a character, sow a character and you reap a destiny,” yang artinya secara bebas ialah,” Bila kita telah yakin akan sesuatu pandangan atau pikiran maka tanamkanlah pikiran itu dalam suatu perbuatan, nanti anda akan menuainya (mendapatkan hasil) yang bernama tingkah laku. Tanamkanlah (ulang-ulangilah) tingkah laku itu maka nanti akan anda dapatkan suatu kebiasaan. Tanamkanlah (ulang-ulangilah) kebiasaan itu, maka nanti anda akan mendapatkan suatu watak, dan tanamkanlah watak itu, maka nanti akan mendapatkan nasib yakni akibat baik atau buruk.
Membiasakan sesuatu amal atau laku perbuatan itulah yang menjadi perhatian kita sekarang ini dimana sejak kecil anak-anak hendaklah dibentuk menuju pola tertentu dengan mempraktekkan amal perbuatan yang mendukung tujuan pendidikan kita.  
Adat dan kebiasaan yang bersifat edukatif yang telah biasa dilakukan oleh anak-anak  sejak kecil sangat mempengaruhi perkembangan pribadinya. Pendidikan budi pekerti yang telah di biasakan dalam kehidupan keluarga, dimulai dari rumah, dari pergaulan yang dibimbing secara baik, berupa petunjuk-petunjuk dan bimbingan serta contoh tauladan, merupakan metode yang tepat. Maka seorang anak yang dibiarkan melakukan sesuatu yang tidak benar ( atau hal-hal yang kurang baik) dan kemudian menjadi kebiasaannya, sungguh amat sukar meluruskannya kembali, sukar mengembalikan kepada jalan yang utama. Dengan demikian maka anak yang dibiarkan tidak dibimbing, tidak diperhatikan, maka ia akan melakukan hal-hal yang kurang terpuji.             
Maka selayaknya bahwa kita sebagai orang tua menjaga dan mendidik serta membimbing mereka dengan pendidikan akhlak yang mulia, dan menjauhkan mereka dari bergaul dengan kawan-kawan sepergaulan yang buruk tingkah lakunya.
              
                                                                                                                
3.3    Wibawa Orang Tua
Dua hal yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni tentang “ Contoh Teladan” dan “ Membiasakan Tingkah Laku Sejak Kecil,” amat erat hubungannya dengan masalah KEWIBAWAAN ORANG TUA.
Anak akan meniru contoh teladan dari orang tua dan mau melaksanakan perilaku yang dibiasakan atas perintah orang tua, bila semuanya itu anak merasa enggan kepada orang tua. Akibat dari rasa enggan kepada kewibawaan orang tua timbullah rasa patuh dan penuh ketundukkan dengan rela hati dan kedamaian.
Tetapi bilamana sang anak tidak mempunyai rasa enggan terhadap orang tua, itulah tandanya bahwa orang tua tidak mempunyai kewibawaan di hadapan sang anak. Bila “ Otoritas” dan wibawa orang tua hilang atau telah pudar, sang anak akan “gembelengan” karena tidak ada orang yang di “ takuti”.
Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anak, orang tua yang berbuat semaunya sehingga menjadi tontonan bagi anak-anak yang tidak bersifat mendidik, menyebabkan sang anak mengabaikan wibawa orang tua.
Orang tua yang tidak memeliki kewibawaan di hadapan anak-anaknya, nasehatnya tidak akan didengarkan, kata-katanya tidak akan diperhatikan, dan perintahnya tidak akan dikerjakan. Sebabnya karena rasa hormat dan khidmatnya sang anak kepada orang tua telah hilang.

3.4    Bijaksana Pandai Mendidik
Mendidik adalah suatu seni juga. Meskipun  memang telah ada juga methodologinya, paedagogiknya, dibekali dengan ilmu jiwa umum, ilmu jiwa anak, atau psycologi pendidikan, tetapi karena yang dihadapi adalah anak yang punya jiwa, dan lagi pula kondisi mental spiritual serta kejiwaannya berbeda, maka tanpa seni, pendidikan kurang berhasil. Hingga di sinilah letak perlunya sifat kebijaksanaan di dalam mendidik anak.
Mendidik jelas tidak identik dengan sifat otoriter, juga tidak identik dengan paternalistik yang terlalu mengayomi si anak didik. Meskipun kedua sifat itu terkadang diperlukan, tetapi penerapannya hendaknya sesuai dengan kondisi anak dan suasana peristiwa dari kasus yang terjadi. Maka otoriter terkadang juga perlu, dan mengayomi terkadang diperlukan juga.
Pedoman Ki Hajar Dewantoro yang banyak dijadikan pedoman para pendidik, bahwa pendidik hendaknya:
  • Ing Ngarsa Sung Tuladha (di muka hendaknya memberi contoh teladan),
  • Ing Madya Mangun Karsa ( di tengah-tengah hendaknya berkarya atau berbuat yang nyata),
  • Tut Wuri Handayani ( mengikuti bakat sang anak sambil mempengaruhinya dari belakang atau dari belakang memberikan motivasi).
Di dalam mendidik dan membimbing anak, juga janganlah orang tua bersifat kaku dan keras kepala meskipun berprinsip. Dengan menggunakan methode dan cara yang baiklah yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Dengan berbagai taktik yang kiranya sang anak tidak bisa menerka apa sebenarnya yang menjadi tujuan kita (yakni tujuan yang belum mereka sadari kebaikannya, dan dengan itu mereka enggan menjalankan perintah kita).
Dengan demikian orang tua atau pendidik seharusnya mempunyai beberapa sikap dasar di dalam mendidik anak, antara lain:
  1. Tekun, sabar dan ulet.
  2. Dilandasi kasih sayang dan prasangka baik.
  3. Mempunyai keyakinan bahwa anak didiknya mempunyai kemampuan berkembang sesuai dengan kondisinya.
  4. Mempunyai sifat-sifat yang disukai anak didik (yang tidak bertentangan dengan sifat edukatif) dan pribadi yang menarik.
  5. Mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak didik.
  6. Memiliki kematangan jiwa atau kedewasaan dan jiwa yang utuh, tidak pecah.
  7. Sensitive (tanggap sasmita) atau mempunyai kepekaan terhadap kepentingan anak didik.
  8. Bisa memberikan contoh teladan yang baik dan tidak berperilaku menyimpang dari hal-hal yang bersifat edukatif.
Demikian antara lain sifat-sifat dasar para pendidik yang juga diperlukan oleh orang tua agar berhasil di dalam membimbing anak-anak.

3.5    Tidak Pilih Kasih
Sering banyak terjadi seorang anak melakukan aksi protes kepada orang tua karena dia tidak puas dengan sikap orang tuanya yang dirasa berat sebelah atau pilih kasih terhadap saudara-saudaranya sekandung. Dari sinilah timbul persoalan, ketidakpuasan, putus asa, ngambek, pertengkaran, intrik dan fitnah, perpecahan, bahkan sampai kepada anak durhaka atau melawan orang tuanya, kesemuanya itu berpangkal kepada masalah satu di atas yaitu berat sebelah atau pilih kasih.

5.6    Bila Mempunyai Anak Perempuan
Di dalam hadits-hadits Nabi Saw, menjelaskan bagaimana pentingnya kaum wanita terhadap pembinaan watak anak dan bangsa. Bukankah wanita adalah tiang negara, dan bilamana akhlaknya baik maka tegaklah bangsa itu dan sebaliknya bila rusak akhlak wanita maka hancurlah bangsa itu.
Bagaimana dan seberapa jauh peranan wanita dan kaum ibu dalam mendidik anak, terbukti bahwa pendidikan anak mulai sedini mungkin memang berkaitan dengan pertumbuhan jiwa anak-anak yang sebagian besar tergantung dari kaum ibu.
Maka tidaklah benar bilamana anak perempuan yang akhirnya besok menjadi seorang ibu rumah tangga itu dinista. Kita kaum Muslimin janganlah meniru orang-orang Jahiliyah dahulu yang mengangap sial anak perempuan, sehingga bilamana mereka mempunyai anak perempuan maka mereka bunuh.

5.7     Cara Mendidik Dan Membimbing Anak Dalam Islam
Sebagai orangtua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap pendidikan putra-putri islam.
Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap di antara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”
Untuk itu -tidak bisa tidak-, seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beberapa tuntunan cara mendidik anak dalam Islam tersebut antara lain:

o    Menanamkan Tauhid dan Aqidah yang Benar kepada Anak
Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48)
Oleh karena itu, di dalam Al-Quran pula Allah kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya. Salah satunya berbunyi,
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”.(Luqman: 13)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,
“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.
Perkara-perkara yang diajarkan oleh Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas di atas adalah perkara tauhid.
Termasuk aqidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada. Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara lain,
“Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy” (Thaha: 5)
Makna peristiwa adalah tinggi dan meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.
Adapun dari hadits,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak tersebut menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak itu menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
o    Mengajari Anak untuk Melaksanakan Ibadah
Hendaknya sejak kecil putra-putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (HR. Al-Bukhari).
“Ajarilah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berusia sepuluh tahun (bila tidak mau shalat-pen)” (Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’ karya Al-Albani).
Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, insya Allah ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
o  Mengajarkan Al-Quran, Hadits serta Doa dan Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak
Dimulai dengan surat Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghapalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC dan lain-lain.
o  Mendidik Anak dengan Berbagai Adab dan Akhlaq yang Mulia
Ajarilah anak dengan berbagai adab Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.
Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya.

o  Melarang Anak dari Berbagai Perbuatan yang Diharamkan
Hendaknya anak sedini mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan, seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.
Termasuk ke dalam permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita berlindung kepada Allah-, sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai metode pembelajaran bagi anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang baik!
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda tentang musik,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ اَلْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif (alat-alat musik)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).
Maknanya: Akan datang dari muslimin kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinahan, mengenakan sutra asli (bagi laki-laki, pent.), minum khamar dan musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah haram.
Dan al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang, rebana dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Lonceng itu serulingnya syaithan”. (HR. Muslim).
Adapun tentang gambar, guru terbaik umat ini (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Seluruh tukang gambar (mahluk hidup) di neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya menjadi hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengadzab dia di neraka jahannam”(HR. Muslim).
إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْمُصَوِّرُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang gambar.” (HR. Muslim).
Oleh karena itu hendaknya kita melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar pemandangan, mobil, pesawat dan yang semacamnya maka ini tidaklah mengapa selama tidak ada gambar makhluk hidupnya.
o  Menanamkan Cinta Jihad serta Keberanian
Bacakanlah kepada mereka kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.
Tanamkan pula kepada mereka kebencian kepada orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan membebaskan Al-Quds ketika mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di jalan Allah. Mereka akan ditolong dengan seizin Allah.
Didiklah mereka agar berani beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.
o    Membiasakan Anak dengan Pakaian yang Syar’i
Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat.
Tentang hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)
Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.
Demikianlah beberapa tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak. Hendaknya para orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasehati putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau mencela mereka, apalagi sampai mengumbar-umbar kesalahan mereka.



BAB IV
PENUTUP

      4.1       KESIMPULAN
  • Anak adalah amanah dari Alloh, dan kita diperintahkan agar bisa menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya. Semoga kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan kepada kita.
  • Semua anak dilahirkan diatas fitrah, orang tuanya-lah yang menjadikannya yahudi atau nashrani atau majusi.
  • Dan barang siapa yang tidak menempati amanahnya, maka Allah akan mengazabnya di akhirat nanti
  • Semoga kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan kepada kita.

      4.2       SARAN
Setelah mempelajari uraian ringkas ini, kita sebagai orang tua diharapkan mampu memahami dan mengerti tentang pentingnya pendidikan anak sejak dini secara benar untuk menuju kehidupan bermasyarakat yang penuh intrik dan multikultural. Diharapkan pula agar dapat menjadikan pendidikan agama islam yang diperoleh di sekolah sebagai salah satu upaya untuk merubah karakter yang ada, baik ataupun buruk, menjadi lebih baik lagi dan bermanfaat di dunia dan akhirat.


DAFTAR PUSTAKA

Djumhur, Sejarah Pendidikan,  Bandung : Ilmu, 1969.
Mohammad ‘Athiyah Al Abrasyi, Prof. Dr, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (dari Attarbiyatul Islamiyah diterjemahkan oleh Prof.H. Bustami A.
Gani dan Djohar Bahry LIS), Bulan Bintang, Jakarta, 1977.
Sulani MA,BA, Petunjuk Dalam Mencetak Generasi Muda Muslim,PT. Al Ma’arif, Bandung 1981
Fadhlil al-Djamali, Menerobos Krisis Pendidikan Islam, Jakarta : Golden Press, 1992
Malik, Fadjar, H.A. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarat : Alfa Grafitama, 1998
Moelim, Abdurrahman,  Islam Transformatif, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997
Mahmud Yunus, Prof Dr. H. Sejarah Pendidikan Islam¸ Jakarta : Mutiara Sumber Widya
Zuhairini, Dra, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2000


Popular Posts