Friday, January 15, 2016

8:56:00 PM


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Berbagai tindak kriminal dapat dengan mudah kita jumpai baik melalui tayangan televisi maupun secara langsung kita lihat dengan mata kepala sendiri, seperti berbagai tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan pemerintahan, BUMN, dan perusahaan swasta. Apa yang kita dengar dan lihat tersebut mengacu kepada satu hal, yaitu karakter. Persoalan yang tidak kalah seriusnya adalah praktiik-praktik kebohongan dalam dunia pendidikan mulai dari menyontek pada saat ujian sampai plagiatisme. Jika sebagai peserta didik sudah terbiasa dengan tipu-menipu atau manipulasi ujian, bagaimana jika telah lulus dan bekerja?
Bukankah itu akan melahirkan kembali koruptor-koruptor baru? Bisa jadi, itulah sebabnya korupsi seakan menjadi tiada matinya. Memprihatinkan lagi ketika melihat kenakalan pelajar, seperti tawuran, menyalahgunakan narkotika, kebut-kebutan di jalan, dan kenakalan-kenakalan lainnya. Dalam hal ini, dunia pendidikan turut bertanggung jawab karena menghasilkan lulusan-lulusan yang dari segi akademis sangat bagus, namun tidak dari segi karakter.
Berbagai fakta yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter bagi pelajar Indonesia sangat penting.
Pelajar termasuk dalam masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa awal dewasa. Usia remaja berada pada kisaran usia 10 tahun sampai usia 21 tahun. Pada masa itu remaja sedang mencari identitas dirinya. Oleh karena itu, remaja harus mendapat pendidikan karakter agar dapat mengarahkan minatnya pada kegiatan-kegiatan positif.

1.2  Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan karakter?
2. Apakah perbedaan karakter dengan kepribadian itu?
3. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
4. Bagaimanakah sekolah sebagai wahana pendidikan karakter itu?
5. Mengapa pendidikan karakter penting bagi remaja?
6. Apakah ada pengaruh dari pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja?


1.3 Tujuan Penulisan
1. Pengertian karakter.
2. Perbedaan antara karakter dengan kepribadian.
3. Pengertian pendidikan karakter.
4. Sekolah sebagai wahana pendidikan karakter.
5. Pentingnya pendidikan karakter bagi remaja.
6. Pengaruh pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja.





BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Karakter Menurut Parah Ahli
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaranemosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. 
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus berkarakter.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: 
“character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan  di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah  sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian  peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka  tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan  pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian  yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik  (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral.  Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)  mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur  moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni:  perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
 

BAB III
PEMBAHASAN

3.1    Pengertian Karakter
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang arti dalam bahasa Inggrisnya adalah “to mark” yaitu menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) dalam http:///C:/Users/Public/ Documents/ Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di Kalanga Remaja_annisasyam.htm/, karekter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.

3.2  Perbedaan Karakter dengan Kepribadian
Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian merupakan hal yang bisa dikatakan permanen dan merupakan anugerah dari lahir yang sulit untuk dirubah karena merupakan tanda unik dari masing-masing orang sedangkan karakter dapat dibangun dan menurut para ahli psikolog, ada beberapa nilai karakter dasar manusia yaitu cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.
Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Walaupun manusia memiliki karakter dasar yang baik, tetapi manusia tidak bisa begitu saja memiliki karakter-karakter tersebut. Seperti yag telah dikatakan sebelumnya bahwa karakter itu perlu dibangu tidak seperti kepribadian yang merupakan anugerah sejak lahir seperti quotation word Helen Keller bahwa “Karakter tidak dapat dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan jiwa karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses diraih.”

3.3  Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya juga harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Pada pendidikan karakter, yang mau dibangun adalah karakter-budaya yang menumbuhkan kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai modal untuk mengembangkan kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan nilai kejujuran dan dibingkai dengan kesopanan dan kesantunan (Dirjen Dikdas: 2011).
Menurut Timothy Wibowo dalam artikelnya dalam http:///C:/Users/ Public/ Documents/ Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di Kalanga Remaja_annisasyam.htm/, Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang diselenggrakan untuk membangun nilai-nilai moral dan karakter sehingga tidak hanya asek kognitifnya atau pengetahuannya saja yang diprioritaskan tetapi juga afektif dan psikomotor sebagai pengamalannya seperti menurut Mochtar Buchori (2007) dalam http:///C:/Users/Public/Documents/Remaja dan Pendidikan Karakter Inspiring Brain.htm/,pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.

3.4  Sekolah sebagai Wahana Pendidikan Karakter
Di sekolah, anak mengalami perubahan dalam tingkah lakunya. Proses perubahan tingkah laku dalam diri anak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang tertuang dalam kurikulum. Kurikulum pendidikan yang dilaksanakan oleh guru, salah satunya berfungsi untuk membentuk tingkah laku menuju kepribadian yang dewasa secara optimal.
Di sekolah, berlangsung proses transformasi nilai-nilai luhur melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan kata kunci dari proses transformasi nilai-nilai luhur di sekolah. Guru menjadi transformer nilai-nilai luhur kepada peserta didik untuk menjadi bagian dari masyarakat yang berbudaya.
Dalam buku (Wiyani, Novan Ardy; 2012) fungsi transformasi nilai-nilai luhur yang dilaksanakan oleh sekolah mencakup lima dimensi, yaitu:
1.             Pendidikan tidak hanya mencakup pengetahuan dan keterampilan semata tetapi juga sikap, nilai, dan kepekaan pribadi.
2.             Peran seleksi sosial (mencakup tidak hanya pemberian sertifikat, tetapi juga melakukan seleksi terhadap peluang kerja).
3.             Fungsi indoktrinasi.
4.             Fungsi pemeliharaan anak.
5.             Aktivitas kemasyarakatan.
Sekolah sebagai wahana transformasi nilai-nilai luhur dan pengetahuan anak akan menentukan corak berpikir dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma yang diyakini dan dimiliki masyarakat. Pada gilirannya, kepribadian anak akan terbentuk sesuai dengan akar budayanya dengan kemampuan merespons perubahan di masyarakat.

3.5  Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Remaja
Remaja mengalami gejolak emosi karena perubahan berat dan tinggi badan yang berpengaruh juga terhadap perkembangan psikisnya. Pada masa gejolak itu merupakan masa sulit sehingga remaja memerlukan pengendalian diri yang kuat ketika berada di sekolah, di rumah, di lingkungan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, remaja membutuhkan orang dewasa untuk mengarahkan dirinya. Untuk itu, agar tidak terjurumus pada hal-hal negatif, remaja harus mempunyai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter sangat penting diberikan kepada remaja karena masa remaja adalah masa-masa dimana seorang anak mudah sekali menerima pengaruh dari luar baik itu pengaruh baik maupun pengaruh buruk. Jika pengaruh baik itu tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan pengaruh buruk? Untuk itulah dengan adanya pendidikan karakter dapat menekan pengaruh yang tidak baik terhadap remaja yang datang dari luar lingkungan.
Dasar pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Jika seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun, banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Banyak orang tua gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya karena kesibukan atau justru karena lebih mementingkan aspek kognitif saja.
Untuk itulah perlunya pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan belum lama ini pentingnya pendidikan karakter menjadi perbincangan pusat di dalam dunia pendidikan. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya, sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya, sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa bodoh karena kesulitan dalam menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah dengan adanya sistem rangking yang telah mengecap anak-anak yang tidak masuk dalam peringkat 10 besar sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya dapat membunuh rasa percaya diri seorang anak yang akan berdampak tidak baik terhadap perkembangan karakter anak.
Rasa percaya diri yang muncul pada anak akan membuat anak mengalami stress yang berkelanjutan. Pada usia remaja, biasanya keadaan ini akan mendorong untuk berperilaku negative. Maka, tidak heran kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, membolos, putus sekolah yang kemudian itu semua telah membuat menurunnya mutu lulusan SMP dan SMA. Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti lebih adalah sesuatu yang penting untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP, dan SMA, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia.

3.6  Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar Remaja
Pasti kita bertanya-tanya apa sih pengaruhnya pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja? Kita pasti berpikiran apa mungkin pendidikan karakter dapat menjadikan pelajar atau remaja menjadi berprestasi dalam sekolahannya? Berbagai penelitian pun muncul untuk membuktikan dugaan tersebut dan merangkumnya dalam satu ringkasan yang di terbitkan oleh sebuah bulletin, character Educator, yang di terbitkan oleh Character Education Partnership.
Dalam bulletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri-St. Louis, menunjukkan peningkatan motivasi peserta didik sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komperhensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negative peserta didik yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek tersebut, pendidikan karakter tidak akan berjalan efektif selain harus dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seseorang akan memiliki kecerdasan emosi. Dengan memiliki kecerdasan emosi seorang anak akan dapat menyongsong masa depan, dengan pendidikan karakter seseorang akan mampu menghadapi segala macam tantangan yang dihadapinya. Termasuk juga dalam hal mencapai keberhasilan akademis yang akan berdampak bagi kelanjutan kehidupannya demi mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Kecerdasan emosional di dalamnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan belajar. Berikut ini ada beberapa faktor yang mendorong keberhasilan pendidikan karakter agar mencapai keberhasilan dalam belajar, dalam buku (Wiyani, Novan Ardy; 2012).
      1.      Rasa percaya diri
Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, sebaiknya seorang remaja di bangun agar mempunyai rasa percaya diri yang baik dan kuat. Rasa percaya diri ini dapat membuat anak dapat mengembangkan potensi/bakat yang dimilikinya secara optimal.seperti kita ketahui, setiap orang di dunia ini diberikan anugrah oleh Tuhan memiliki kelebihan masing-masing. Kelebihan tersebut hendaknya kita kembangkan agar nantinya kelebihan yang dimiliki oleh remaja dapat bermanfaat bagi orang lain. Disinilah seharusnya seorang guru jeli untuk membuat peserta didik atau remaja agar memiliki rasa percaya diri agar dapat memunculkan potensi dan bakat yang ada dalam diri peserta didik tersebut.
     2.      Kemampuan bekerja sama
Salah satu jalan untuk membangun karakter pada remaja adalah dengan cara memunculkan kemampuan kerja sama diantara mereka. Dengan mempunyai sikap kerja sama seorang remaja dapat mencapai keberhasilan dalam belajar, baim di sekolah ataupun nantinya setelah lulus. Menjalin kemampuan kerja sama antara remaja dan orang lain ini dapat di terapkan oleh guru melalui proses pembelajaran yang di dalamnya membentuk sebuah kelompok diskusi, kelompok belajar dan lain sebagainya.
      3.      Kemampuan bergaul
Seorang remaja harus di bangun karakternya agar mempunyai kemampuan dalam bergaul yang baik di dalam lingkungannya. Kemampuan bergaul adalah kepandaian seseorang dalam menjalin hubungan sosial dengan siapa saja. Kemampuan bergaul ini berhubungan dengan sikap ramah terhadap orang lain dan memperlakukan orang lain sebaik mungkin.
      4.      Kemampuan berempat
Kemampuan berempati sangat perlu dimiki oleh seorang pelajar atau remaja agar memiliki kedekatan terhadap orang lain. Kedekatan tersebut terjalin karena adanya sikap tenggang rasa, ringan dalam mempberikan bantuan terhadap orang lain dan saling membantu antar sesama. Kemampuan berepati dapat di bangun atas dasar memahami kesedihan orang lain yang terkena musibah. Misalnya saja seorang pelajar atau remaja diajak untuk menjenguk orang yang sakit, orang yang terkkena bencana dan diajak untuk memberikan bantuan yang dapat berupa tenaga, bantuan dan uang.
      5.      Kemampuan berkomunikasi
Manusia termasuk makhluk sosial, sebagai makhluk sosial kita harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi digunakan untuk menjalin kedekatan dengan orang lain dan untuk berinteraksi secara baik dengan orang lain. Namun, pada kenyataannya masih banyak orang yang belum mampu berkkomunikasi dengan baik, sehingga banyak terjadi konflik dalam berhubungan dengan orang lain.
Konflik tersebut berupa terjadinya percekcokkan antar individu, bahkan perkelahian antar warga masyarakat hanya gara-gara tidak memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik. Bahkan dalam dunia remaja, banyak terjadi tawuran antar pelajar akibat omongan-omongan yang sifatnya menyinggung perasaan di antara mereka.
Satu hal dasar yang harus dipahami dalam melatih kemampuan berkomunikasi adalah bisa mendengar dengan baik. Inilah kemampuan dasar yang harus terlebih dahulu di kuasai sebelum kita melatih kemampuan peserta didik daalam menyampaikan sesuatu, baik melalui bahasa isyarat, suara atau mulut, maupun lewat tulisan. Sebab, sepandai apapun seseorang berkomunikasi jika tanpa di dasari memiliki kemampuan mendengar yang baik terhadap lawan jenisnya, sesungguhnya orang tersebut telah gagal dalam memahami orang lain.
Pendidikan karakter ini dapat membentuk remaja menjadi berprestasi. Di dalam pendidikan, mereka diajarkan nilai religius yang menguraikan kebaikan agar remaja tumbuh sebagai manusia yang peka terhadap lingkungan sosial. Di samping itu, mereka diajarkan juga nilai toleransi dan nilai cinta damai atau nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk remaja mempunyai sifat pengasih, berbudi pekerti, dan cinta damai. Dalam pendidikan karakter itu mereka diajarkan juga nilai suka bekerja keras, kreatif, mandiri, dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi yang dapat menjadikan remaja sebagai orang yang berprestasi. Nilai positif dalam pendidikan karakter dapat membentuk remaja yang unggul. Remaja yang memiliki karakter kuat akan tumbuh sebagai remaja yang unggul dan dibanggakan karena sehat secara fisik, stabil dalam emosi, dan intelektualnya yang berkembang baik.



BAB IV
PENUTUP
             4.1                     Kesimpulan
Seperti kita ketahui bersama, apa yang telah terjadi pada moral remaja Indonesia. Disana-sini terjadi berbagai kasus yang menyimpang dari nilai-nilai moral yang ada pada masyarakat kita. Misalya saja yang terjadi di kalangan remaja yaitu pergaulan bebas, tawuran, penyalahgunaan narkoba, kekerasan diantara remaja, kebut-kebutan di jalan dan lain sebagainya. Hal tersebut memperlihatkan betapa sudah semakin buruknya moral para remaja. Jika semua bentuk kenakalan tersebut terus terjadi di negara kita ini, bagaimanakah nasib mereka di masa depan? Bukankah remaja adalah salah satu aset yang dimiliki oleh bangsa untuk memajukan bangsa di masa mendatang? Dari kasus-kasus yang terjadi tersebut menandakan betapa pentingnya perbaikan terhadap karakter dan kepribadian para remaja. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan karakter untuk para remaja.
Pendidikan karakter sangat penting diberikan kepada remaja karena masa remaja adalah masa-masa dimana seorang anak mudah sekali menerima pengaruh dari luar baik itu pengaruh baik maupun pengaruh buruk. Jika pengaruh baik itu tidak ada masalah tetapi bagaimana dengan pengaruh buruk? Untuk itulah dengan adanya pendidikan karakter dapat menekan pengaruh yang tidak baik terhadap remaja yang datang dari luar lingkungan.

4.2 Saran
Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus dipahami serta dipraktekkan secara menyeluruh. Pembentukan karakter yang pada umumnya terjadi pada masa anak-anak, mendorong para orangtua untuk bersikap serius dalam masalah ini. Orangtua harus memberikan pendidikan yang baik dalam rangka membentuk karakter anak. Sehingga diharapkan lahir generasi penerus bangsa yang memiliki karakter kuat dalam rangka memajukan bangsa dan negara.
Hal yang sama juga harus dilakukan para pendidik baik di sekolah (guru), di Perguruan Tinggi, atau dimanapun berada, yang merupakan orangtua kedua bagi anak. Budaya yang baik di lingkngan tempat belajar harus dibangun dan diaplikasikan oleh semua pihak, agar tercipta manusia-manusia yang berkarakter di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA


Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama .  Jakarta
Wiyani, Novan Ardy. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.
http:///C:/Users/Public/Documents/RemajadanPendidikanKarakter_Inspiring Brain.htm/
http:///C:/Users/Public/Documents/Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di KalangaRemaja_annisasyam.htm/ diakses pada tanggal 14 november 2014 pukul 11.15.
https://yudew18.wordpress.com/pendidikan/


Popular Posts