Saturday, February 27, 2016

12:03:00 PM

Budaya kerja adalah suatu semangat tidak terlihat yang mengikat semua individu di dalam perusahaan untuk selalu bergerak dan bekerja sesuai dengan irama budaya kerja itu. Budaya kerja yang khas dari sebuah perusahaan akan menjadikan perusahaan itu tampak berbeda dari perusahaan lainnya, walaupun bergerak di bidang usaha yang sama.

Budaya kerja di sebuah perusahaan tidak diciptakan oleh pemiliknya atau siapa pun di perusahaan itu. Munculnya budaya kerja merupakan hasil perpaduan dari semangat kerja semua invidu di perusahaan dengan dipengaruhi oleh semangat terbesar dan terkuat dari salah satu individu di perusahaan itu. Semangat terkuat itu pada umumnya merupakan semangat kerja pemilik atau pemimpin perusahaan. Semangat terkuat itu akan mempengaruhi dan menggerakkan semangat dari individu lainnya, lalu kemudian menyatukannya dalam satu irama kerja yang sama, maka terlahirlah budaya kerja.Budaya kerja itu kemudian dalam perkembangannya akan menjadi lebih mapan, sehingga akan menulari seluruh cabang atau perwakilan usaha, bahkan bisa juga menulari relasi-relasi usaha dan agen-agen. Budaya kerja yang sudah mapan dan berakar akan sulit untuk digoyahkan, apalagi dihilangkan. Sehingga setiap individu di sebuah perusahaan yang mempunyai budaya kerja yang mapan akan sulit untuk melepaskan diri dari perusahaan itu atau pun sebagai mata rantai kerjanya.

Di dalam sebuah perusahaan kadang-kadang terdapat juga unsur-unsur budaya yang buruk, seperti saling menjatuhkan antar karyawan, bawahan menjilat atasan atau saling bersaing dalam hal materi dan lain sebagainya. Unsur-unsur budaya yang buruk ini dalam skala kecil - dilakukan oleh sedikit orang - barangkali tidak akan berpengaruh terhadap budaya kerja secara keseluruhan di dalam perusahaan tersebut. Namun apabila dibiarkan dan terus dilakukan bisa saja akan mencemari keseluruhan budaya kerja di perusahaan dan pada akhirnya bisa menghancurkan perusahaan itu sendiri.

Budaya kerja yang terkomputerisasi merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana kerja yang dulunya tidak mengenal komputer dan menggunakan 100% tenaga manusia menjadi suasana kerja yang lebih praktis dan memudahkan pekerjaan manusia karena pekerjaan manusia telah dibantu dengan adanya komputer. Dalam hal ini kita akan memberi contoh di sebuah intitusi pendidikan yaitu universitas yang mulai membudayakan konsep paperless office. Ide menjalankan konsep ini berawal dari melihat banyaknya kertas yang bertumpuk terbuang percuma. 

Daosen selalu berhadapan tumpukan kertas yang terus berdatangan setiap saat. Hampir tiap hari ada mahasiswa yang datang menyerahkan naskah tugas-tugas kuliah atau pun draf skripsi. Dokumen datang tidak hanya dari mereka yang menjadi tanggung jawab pembibingan tugas akhir atau pengajaran kuliah tetapi juga datang dari mereka yang memegang nama dosen tersebut dalam daftar pengujinya. Sebagian besar dari naskah tersebut hanya berfungsi sebagai media komunikasi satu sesi. Dosen membubuhkan coretan-coretan koreksi kemudian mahasiswa langsung membuangnya setelah koreksi dilakukan. Proses pengetikan, pencetakan naskah dan pengkoreksian ini bisa terjadi berkali-kali untuk bab yang sama. Dalam pelaksanaan acara perkuliahan, kontribusi dosen pada penggunaan kertas cukup besar. 

Penyerahan naskah bahan kuliah baik yang diketik sendiri maupun hasil pencarian dari Internet ke mahasiswa, langsung menghasilkan kertas sejumlah halaman bahan dikalikan jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah. Dengan perhitungan rata-rata 12 kali kuliah untuk kelas berukuran 60 mahasiswa, 5 halaman naskah per tatapmuka akan mengakibatkan penggunaan tidak kurang dari 7 rim kertas tiap semesternya. Untuk keperluan administratif pengembangan karirnya, dosen punya kewajiban mengumpulkan bukti-bukti prestasi akademik dalam bentuk dokumen pengakuan adanya kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Pada gilirannya, setumpuk kertas bukti tersebut akan difotokopi sebanyak anggota tim penilai untuk menentukan kelayakan kenaikan jabatan atau pangkat dosen yang bersangkutan. 

Dalam praktek, pembuatan dokumen administratif kenaikan pangkat dan jabatan tidak selalu bisa sekali jadi dan ini berarti terjadi akumulasi produksi naskah yang cukup besar. Budaya ini bukanlah budaya yang baik karena terlalu menghambur-hamburkan kertas. Dengan konsep paperless office kita menggunakan fasilitas jaringan komputer, target pembaca naskah yang diproduksi tersebut bisa langsung membaca atau setidaknya memiliki copy digitalnya dari komputer masing-masing. 

Undangan rapat dapat dikirim melalui e-mail. Bahan rapat dapat disediakan di suatu server dalam jaringan komputer. Transaksi keuangan serta pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan melalui sistem on-line. Mahasiswa dapat mengirimkan bentuk awal dari naskah tugas akhirnya melalui Internet. Dosen dapat mengetikkan koreksiannya langsung dinaskah tersebut sebelum dikembalikan ke mahasiswa dengan menggunakan font warna lain misalnya.
       
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya kerja merupakan suatu upaya untuk menciptakan suatu suasana kerja yang nyaman dan kondusif. Untuk menciptakan suasana tersebut tentulah segala bentuk keadaan yang dapat mengganggu pekerjaan harus dihilangkan dan jika bisa diubah kearah budaya kerja yang lebih baik lagi. Salah satu upayanya adalah mengubah budaya kerja yang tidak mengenal komputer menjadi pekerjaan yang terkomputerisasi. Banyak manfaat yang dapat diambil dari perubahan ini, diantranya pekerjaan menjadi lebih cepat selesai, tidak memakan banyak waktu dan hemat biaya.  

Popular Posts