Pendahuluan
A. Latar
belakang
Taat kepada Allah adalah mentaati kitab Allah SWT, konsisten dengan
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, mengikuti perintahnya, menjauhi
larangannya, menerima ayat-ayatnya yang bersifat mutasyabih, mengambil pelajaran
dari kisah yang dikandungnya, dan memahami sunnah-sunnahnya. Sedangkan taat
kepada Rasulullah saw. adalah mengikuti perintahnya dan taat secara sempurna
kepadanya selama beliau masih hidup dan mengikuti sunnah-sunnahnya setelah
beliau wafat.
Sunnah merupakan sumber hukum utama bagi umat Islam setelah Al-Qur’an,
sunnah juga berfungsi sebagai penjelas hukum serta ajaran-ajaran yang terdapat
dalam Al-Qur’an. Nampaknya sulit dibayangkan apabila Al-qur’an dipahami dan
didalami tanpa melalui sunnah/hadis. Karena memahami Al-Qur’an tanpa merujuk
kepada hadis maka akan terjadi kesalahfahaman dalam memahami sesuatu. Oleh
karena itu, perhatian yang diberikan umat Islam terhadap sunnah/hadis sejalan
dengan besarnya perhatian mereka terhadap Al-Qur’an.
Dalam sebuah kehidupan pasti ada persoalan. Begitu juga dengan adanya
sunnah Nabi, ada yang pro dan ada pula yang kontra. Apalagi ada golongan yang
sengaja meninggalkan sunnah Nabi karena bagi mereka manusia disuruh berpedoman
hanya kepada al-Qur’an tidak kepada sunnah/hadis. Pengingkaran sunnah yang
terjadi dikarenakan mereka hanya percaya wahyu Allah yaitu, Al-Qur’an yang
dapat dijadikan hujjah. Mereka juga tidak percaya dengan adanya hadis karena
menurut mereka hadis itu karangan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari dalam.
Pengingkaran terhadap sunnah terjadi karena mereka hanya memahami
al-Qur’an secara setengah-setengah.
Padahal Allah SWT. telah berfirman dalam surah al-Najm ayat 3 dan 4 sebagai
berikut: “Nabi tidak berkata menurut hawa
nafsunya, tetapi apa yang dikatakan tidak lain adalah wahyu yang diberikan”.
Berdasarkan hadis diatas telah diketahui bahwasannya al-Qur’an dan
sunnah/hadis adalah sama-sama wahyu dari Allah SWT. Jadi, apa yang dikatakan
dan diperbuat Rasul harus diikuti karena apa yang dikatakan adalah wahyu dari
Allah SWT.
Untuk itu sebagai umat muslim kita harus memahami betul bagaimana kedudukan
sunnah/hadis dalam sumber agama Islam. Jangan sampai kita salah dalam memaknai
sunnah/hadis. Karena keduanya adalah wahyu Allah dan sumber ajaran agama Islam.
Untuk itu kiranya kaami membahas makalah kami yang berjudul “Sunnah Sebagai
Sumber Agama Iskam”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka kami mengambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1.Pengertian sunnah
2.Kedudukan sunnah dalam syari’at Islam
3.Kehujjahan sunnah
4.Fungsi sunnah terhadap al-Qur’an
5.Ingkar Sunnah
C. Tujuan dan Manfaat
Penulisan
Makalah ini ditulis bertujuan untuk memperluas wawasan pengetahuan kita
seputar masalah hadis/sunnah dan kedudukannya dalam sumber ajaran Islam. Kita
tidak cukup berpegangan dengan Al-Qur’an saja tetapi kita juga memerlukan hadis
untuk menjelaskan maksud dari Al-Qur’an. Karena berpedoman
dengan Al-Quran saja dapat menyebabkan kesalah pahaman.
Semoga dengan ditulisnya makalah ini, kita dapat memperluas wawasan dan
cakrawala berpikir kita tentang hadis dan kedudukannya dalam ajaran agama
Islam.
Pembahasan
A. Pengertian Sunnah
Sunnah adalah penafsiran praktis terhadap al-Qur’an, implementasi
realistis, dan juga implementasi ideal Islam. Sunnah menurut bahasa (etimologi)
berarti tradisi yang biasa dilakakan (adat kebiasaan), dan jalan yang dilalui
baik terpuji maupun tercela. Sunnah juga berarti lawan dari bid’ah yaitu
mengerjakan amalan agama tanpa didasari oleh tradisi atau tata cara agama,
kemudian ia mengada-ada (membuat bid’ah). Sedangkan sunnah menurut istilah,
antara lain dikemukakan para ulama sebagai berikut : [[1]]
a.
Menurut para ahli hadis, sunnah adalah
segala yang dinukilkan dari Nabi saw. baik berupa perkataan, taqrir,
pengajaran, keadaan, maupun perjalanan hidup beliau, baik yang terjadi sebelum
maupun sesudah di angkat menjadi Rasul.
b.
Menurut Ahli Ushul, sunnah adalah segala
yang dinukilkan dari Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir
(ketetapan) yang mempunyai hubungan dengan hukum.
c.
Sunnah menurut ahli ushul hanya perbuatan
yang dapat dijadikan dasar hukum Islam. Jika suatu perbuatan Nabi tidak
dijadikan dasar hukum seperti makan, minum, tidur, berjalan, buang air, dan
lain-lain maka pekerjaan biasa sehari-hari tersebut tidak dinamakan sunnah.
d.
Menurut Ahli Fiqih, sunnah adalah suatu
amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan dan tidak diberi siksa apabila
ditinggalkan.
e.
Jadi, menurut ulama ushul fiqih sunnah
dilihat dari segi hukum sesuatu yang datang dari Nabi tetapi hukumnya tidak
wajib, diberi pahala bagi yang mengerjakannya dan tidak disiksa bagi yang
meninggalkannya. Contohnya seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain.
f.
Menurut Ibnu Taimiyah, sunnah adalah adat
(tradisi) yang telah berulang kali dilakukan oleh masyarakat, baik yang
termasuk ibadah ataupun tidak.
g.
Menurut Dr. Taufiq Sidqy, sunnah ialah
thariqat (jalan) yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw. terus-menerus dan
diikuti oleh para sahabat beliau.
h.
Menurut Prof Dr.T. M. Hasbi Ash-
Shiddieqy, sunnah ialah suatu amalan yang dilaksanakan oleh Nabi Saw secara
terus- menerus dan di nukilkan kepada kita dari zaman ke zaman dengan
jalan mutawatir”. Jadi Nabi melaksanakan amalan itu beserta para sahabat, para
sahabat melaksanakannya bersama tabiin, dan demikian seterusnya dari generasi
ke generasi sampai pada kita sekarang ini.
Dari beberapa pengertian sunnah tersebut dapat disimpulkan bahwasannya
sunnah menurut ulama hadis lebih bersifat umum yaitu meliputi segala sesuatu
yang datang dari Nabi dalam bentuk apapun, baik yang berkaitan dengan hukum
ataupun tidak. Sedangkan sunnah menurut ulama ushul fiqih dibatasi dengan
hal-hal yang berkaitan dengan hukum saja sedangkan perbuatan sehari-hari
seperti makan, minum, dan lain sebagainya tidak termasuk sunnah. Jadi definisi
sunnah yang paling relevan untuk dijadikan pegangan adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
taqrirnya (atau selain itu).
B. Kedudukan
As-Sunnah Dalam Syariat Islam
Sunnah dalam kedudukan Islam memiliki kedudukan yang sangat penting. Di
mana hadis merupakan salah satu sumber hukum ke dua setelah al-Qur’an. Al-Qur’an
akan sulit dipahami tanpa adanya hadis. Memakai al-Qur’an tanpa mengambil
hadis sebagai landasan hukum dan pedoman hidup adalah hal yang tidak mungkin,
karena al-Qur’an akan sulit dipahami tanpa menggunakan hadis. Kaitannya dengan
kedudukan hadis/sunnah disamping al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, maka
al-Qur’an merupakan sumber pertama sedangkan hadis merupakan sumber kedua.
Bahkan sulit dipisahkan antara al-Qur’an dan hadis karena keduanya adalah wahyu
Allah.
Nabi Muhammad saw. sendiri memberitahukan kepada umatnya
bahwa di samping al-Qur’an juga masih
terdapat suatu pedoman yang sejenis dengan al-Qur’an, untuk
tempat berpijak dan berpandangan sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. yang
artinya sebagai berikut, “wahai umatku,
sesungguhnya aku diberi al-Qur’an dan menyamainya” (HR. Abu Daud, Ahmad,
dan al-Turmudzi).
Tidak diragukan lagi bahwa yang menyamai (semisal) al-Qur’an itu adalah
sunnah/hadis, yang merupakan pedoman untuk mengamalkan dan ditaati sejajar
dengan al-Qur’an. Dan sekaligus sebagai salah satu dasar penetapan hukum Islam
setelah al-Qur’an.
Menurut Al-Syathihi kedudukan sunnah/hadits berada di bawah al-qur’an
karena,[[2]]
1.
Al-Qur’an diterima secara qath’i
(meyakinkan), sedangkan hadits di terima secara zhanni, kecuali hadits
Mutawatir. Keyakinan kita kepada hadis hanyalah secara global, bukan secara
detail. Sedangkan al-Qur’an baik secara global maupun secara detail diterima
secara meyakinkan.
2.
Hadis ada kalanya menerangkan sesuatu yang
bersifat global dalam al-Qur’an, ada kalanya memberi komentar terhadap
al-Qur’an dan ada kalanya membicarakan sesuatu yang belum dibicarakan oleh
al-Qur’an. Jika hadis berfungsi menerangkan atau memberi komentar
terhadap al-Qur’an, maka status hadis tidak sama
dengan derajat al-Qur’an yang diberi penjelasan. Al-Qur’an pasti lebih utama
daripada hadis.
3.
Di dalam Hadits sendiri terdapat petunjuk
mengenai hal tersebut, yakni Hadits menduduki posisi ke dua setelah Al-Qur’an.
Sedangkan menurut pendapat Mahmud Abu Rayyah, posisi as-sunnah atau
al- hadits itu berada di bawah Al-Qur’an, karena Al-Qur’an sampai
kepada umat islam dengan jalan mutawatir dan tidak ada keraguan sedikitpun.
Al-Qur’an datangnya dengan qath’i al-wurud, yaitu kepastian jalannya sampai
kepada kita dan qath’i al-tsubu, yaitu eksistensi atau ketetapannya meyakinkan
atau pasti. Sedangkan hadits atau as-sunnah sampai kepada umat islam tidak
semuanya mutawatir, tetapi kebanyakannya adalah diterima dengan periwayatan
tunggal (ahad). Kebenarannya ada yang qath’i (pasti) dan zhanni (diduga benar),
karena masih banyak hadits yang tidak sampai kepada umat Islam. Disamping itu, banyak
pula hadits-hadits daif.
C. Kehujjahan As-Sunnah
Ada beberapa dalil yang menunjukkan atas kehujjahan sunnah dijadikan
sebagai sumber hukum Islam, yaitu sebagai berikut.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ
الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab
yang Allah turunkan sebelumnya.”(An-Nisa ayat 136)
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ
مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ
وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ
مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa yang diberikan
Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka
tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya”.(Al-Hasyr ayat 7)
Beberapa ayat di atas menunjukkan bahwa kita diperintah Allah SWT untuk
taat kepada Allah dan mengikuti Rasul saw. Perintah patuh kepada Rasul berarti
perintah untuk mengikuti sunnah sebagai hujjah. Sedangkan hadis yang dijadikan
dalil kehujjahan sunnah juga banyak sekali, diantaranya sebagaimana sabda Nabi
Muhammad saw.
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا ما تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا
كِتَابَ اللهِ
وَسُنَّتِي
“Aku tinggalkan pada kalian dua
perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya yaitu
kitab Allah dan Sunnahku”. (HR. Al-Hakim dan Malik)
Hadis di atas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan sesat apabila selama
hidupnya berpegang pada al-Qur’an dan sunnah. Kehujjahan sunnah sebagai
konsekuensi terpeliharanya Rasulullah dari sifat bohong dari segala apa yang
beliau sampaikan baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapannya.
Jadi, telah disepakati bahwasannya sunnah sebagai hujjah semua umat Islam
menerima dan mengikutinya, kecuali kelompok minoritas orang. Kehujjahan sunnah
adakalanya sebagai penjelas terhadap al-Qur’an ataupun berdiri sendiri sebagai
hujjah untuk menambah hukum-hukum yang belum diterangkan oleh
al-Qur’an. Sunnah yang dijadikan hujjah tentunya
sunnah yang telah memenuhi persyaratan shahih, baik mutawatir maupun ahad.
Wajib bagi umat Islam menerima dan mengamalkan apa-apa yang terkandung di dalam
hadis tersebut selama tidak bertentangan dengan al-Qur’an.
D. Fungsi Sunnah Terhadap
al-Qur’an
Fungsi hadis terhadap al-Qur’an secara umum adalah untuk menjelaskan makna
kandungan al-Qur’an sangat dalam dan global. Karena tidak semua ayat-ayat
al-Qur’an dapat dipahami secara tekstual. Al-Qur’an menegaskan bahwa Rasulullah
memiliki tugas untuk menjelaskan maksud dan tujuan firman-firman Allah. Hadis
memiliki hubungan yang erat sekali dengan al-Qur’an, bahkan sulit dibayangkan
al-Qur’an berjalan tanpa hadis.
Seperti diinformasikan al-Qur’an surah al-Maidah ayat 67, tugas utama dan
pertama Nabi Muhammad saw. adalah menyampaikan al-Qur’an secara keseluruhan.
Namun sekalipun demikian, tugas kerasulan Nabi Muhammad bukanlah seperti
petugas pos yang hanya mementingkan sampainya surat ke alamat yang dituju tanpa
peduli tahu isinya, melainkan juga dibebani tugas untuk menjelaskan maksud
al-Qur’an dan sekaligus mempraktikkan isi ajaran-ajarannya.[[3]]
Hadits-hadits Nabi dalam kaitannya terhadap al-Qur’an mempunyai fungsi
sebagai berikut:
1.
Bayan Taqrir
Menetapkan dan memperkuat hukum-hukum yang telah
ditentukan oleh al-Qur’an. Maksudnya ialah bahwasannya hadis menjelaskan apa
yang sudah dijelaskan al-Qur’an, misalnya hadis tentang sholat, zakat, puasa,
haji.
2.
Bayan Tafsir
Penjelasan (tafsir) yang diberikan hadis
terhadap al-Qur’an ada 3 macam, yaitu hadis memberikan perincian dan penafsiran
ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal atau global (bayan al-mujmal),
hadis memberikan batasan terhadap hal-hal yang masih terbatas di dalam
al-qur’an (taqyiq al-mutlaq), memberikan kekhususan (takhshish)
ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum (tahkshis al-‘amm), dan hadis
memberikan penjelasan terhadap hal-hal yang masih rumit di dalam al-qur’an (tawdih
al-musykil).
3.
Bayan Tasyri’i
Hadis menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak
terdapat dalam al-Qur’an. Ketetapan hadis merupakan ketetapan yang
bersifat tambahan atas hal-hal yang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan
hukum-hukum yang hanya berdasarkan hadist semata.
4.
Bayan Naskhi
Ketetapan hadist bisa mengubah hukum dalam al-Qur’an
maksudnya hadis dapat menghapus (nasakh) hukum yang diterangkan dalam
al-Qur’an.
Jadi, hubungan antara sunnah dan al-Qur’an sangat erat keduanya tidak bisa
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, karena keduanya berdasarkan wahyu
yang datang dari Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. untuk disampaikan kepada
umatnya, hanya proses penyampaiannya dan periwayatannya yang berbeda. Sunnah mempunyai
peran yang utama yakni menjelaskan al-Qur’an baik secara tersurat maupun
tersirat, sehingga tidak ada istilah pertentangan antara keduanya.
E. Fungsi As Sunnah sebagai
sumber ajaran Islam
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa as-sunnah berfungsi
sebagaibayan, penjelas, dari ayat-ayat al-Quran. Dalam banyak
kasus, ayat-ayat al-Quran tidak akan dapat dipahami atau dilaksanakan bila
tidak memperhatikan bayan yang pernah diberikan oleh Nabi saw.
Tanpa pengetahuan tentang as-sunnah, niscaya tidak mungkin
mengetahui dan memahami maksud dari ayat-ayat al-Quran sebagaimana mestinya.
Umat Islam mempercayai bahwa dasar utama ajaran Islam adalah al-Quran, dan
untuk memahami serta untuk mengejawantahkan ajaran yang ada di dalamnya
diperlukan as-sunnah.Atas dasar pemahaman demikian, dapat
ditegaskan bahwa al-sunnah adalah dasar kedua ajaran Islam.
Dengan demikian, ajaran Islam tidak hanya yang termuat di dalam al-Quran saja,
tetapi juga terungkap di dalam as-sunnah. Bila ingin
mengetahui bagaimana Islam mengatur suatu urusan, maka perlu dicari ketentuan
dan aturannya di dalam keduanya, al-Quran dan al-sunnah. Sebaliknya, berbagai
ketentuan dan aturan yang tidak ada di dalam al-Quran dan al-sunnah tentu saja
tidak dapat dikatakan sebagai ajaran Islam.
Di samping al-Quran, hanyalah as-sunnah yang harus
dijadikan dasar atau landasan dalam ber-Islam. Dalam sejarah perkembangan
Islam, memang ada orang yang tidak menganggap bahwa as-sunnah adalah
dasar ajaran Islam. Mereka berpendapat bahwa Islam hanya didasarkan atas ajaran
yang termaktub di dalam al-Quran saja. Hanya saja, kelompok yang biasa dikenal
dengan golongan inkar as-sunnah ini hanya terdiri dari
segelintir orang. Mereka termasuk kelompok sempalan di tengah-tengah umat
Islam. Argumentasi penolakan mereka terhadap as-sunnah sangat
lemah, bahkan tidak sejalan dengan penegasan al-Quran sendiri.
Para ulama merumuskan bahwa penjelasan yang diberikan oleh as-sunnahterhadap
ayat-ayat al-Quran dapat berbentuk sebagai bayan al-tafsir, rincian
atau uraian lebih lanjut dari apa yang dinyatakan di dalam al-Quran, atau bayan
al-taqrir, konfirmasi atau penegasan terhadap pernyataan ayat-ayat
al-Quran,bayan al-tasyri’, keterangan tambahan terhadap
ketentuan-ketentuan yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam al-Quran.
Rincian tentang berbagai bentukbayan ini dapat dilihat lebih jauh
di dalam buku-buku ushul fikih.
F. Ingkar Sunnah
Ingkar sunnah terdiri dari dua kata yaitu: “Ingkar” dan “Sunnah”. Kata
“Ingkar” berasal dari akar kata bahasa Arab yaitu أَنْكَرَ يُنْكِرُ إِنْكَارَا yang berarti
tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak
mengetahui sesuatu. Ingkar berarti tidak mengakui dan tidak menerima baik di
lisan dan di hati, bodoh atu tidak mengetahui sesuatu. Ingkar secara etimologis
berarti menolak, tidak mengakui, dan tidak menerima sesuatu, baik lahir dan
batin atau lisan dan hati yang di latar belakangi oleh faktor ketidak tahuannya
atau faktor lain, misalnya karena gengsi, kesombongan, keyakinan, dan
lain-lain.[[4]]
Orang yang menolak sunnah sebagai hujjah dalam beragama disebut ahli
bid’ah. Jadi ingkar sunnah adalah paham atau pendapat perorangan atau kelompok
yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran agama islam ke dua setelah
al-qur’an. Sunnah yang mereka ingkari adalah sunnah yang shahih yang
berdasarkan pada pengamalan al-Qur’an (sunnah ‘amaliyah) ataupun sunnah yang
sudah dikodifikasikan oleh para ulama meliputi perkataan, perbuatan, dan
persetujuan Rasulullah. Bisa jadi mereka menerima sunnah ‘amaliyah tetapi
menolak sunnah yang sudah dikodifikasikan atau menolak seluruhnya. Paham ingkar
sunnah bisa jadi menolak secara keseluruhan sunnah baik sunnah mutawatir dan
ahad atau menolak yang ahad saja atau sebagian saja.
Pokok-pokok ajaran ingkar sunnah adalah sebagai berikut:[[5]]
1.
Tidak percaya kepada semua hadist Rasul.
Menurut mereka hadist itu karangan Yahudi untuk menghancurkan islam dari dalam.
2.
Dasar hukum Islam hanya al-qur’an saja.
3.
Syahadat mereka Isyhadu bi anna
muslimun.
4.
Shalat mereka bermacam-macam ada yang
shalatnya dua rakaat-dua rakaat dan ada yang hanya eling saja (ingat).
5.
Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat
bulan saja, kalau seorang saja yang melihat bulan, maka dialah yang wajib
berpuasa. Mereka berpendapat demikian karena merujuk pada ayat:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ آلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
6.
Haji boleh di lakukan selama empat bulan
haram yaitu muharam, rajab Zulqa’dah dan Zulhijjah.
7.
Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan
membuat repot. Oleh karena itu pada waktu mengerjakan haji boleh memakai celana
panjang dan baju biasa serta memakai jas atau dasi.
8.
Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
9.
Nabi muhammad tidak berhak menjelaskan
tentang ajaran al-qur’an atau kandungan isi al-Qur’an.
10.
Orang yang meninggal dunia tidak di
shalati karena tidak ada perintah al-Qur’an.
Demikian di antara ajaran pokok ingkar sunnah yang intinya menolak ajaran
sunnah yang di bawa Rasulullah dan hanya menerima al-Qur’an saja secara
terpotong-potong.
Pendapat mereka yang dijadikan pedoman Ingkar Sunnah antara lain adalah sebagai
berikut:
a.
Al-Qur’an turun sebagai penerang atas
segala sesuatu secara sempurna, bukan yang diterangkan. Jadi, al-Qur’an tidak
perlu keterangan dari sunnah, jika al-Qur’an perlu keterangan berarti tidak
sempurna.
b.
Penulisan sunnah dilarang, seandainya
sunnah dijadikan dasar hukum Islam pasti Nabi tidak melarang.
c.
Al-Qur’an bersifat qath’i (pasti absolut
kebenarannya) sedangkan sunnah bersifat zhanni (bersifat relatif kebenarannya),
maka jika terjadi kontradiksi antar keduanya, sunnah tidak dapat berdiri
sendiri sebagai produk hukum baru.
Demikianlah diantara argumentasi ingkar sunnah yang dikemukakan yang pada
prinsipnya mereka menolak sunnah karena ketidaktahuannya baik dari segi
keilmuan hadis atau sejarah terkodifikasiannya. Di samping adanya pengaruh dari
latar belakang pendidikan agama yang tidak memadai dan buku-buku bacaan
tulisan kaum orientalis atau yang sepemikiran dengan mereka. Jadi, jelaslah
kiranya alasan-alasan ingkar sunnah sangat lemah dan hanya mempermainkan agama
semata.
Kesimpulan
1.
Sunnah adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan
Rasul baik setelah ke nabiannya maupun sebelum ke nabiannya.
2.
Kedudukan as-sunnah dalam sumber ajaran
agama Islam menempati urutan ke dua setelah al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah
kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umat
manusia. Ayat-ayat dalam al-Qur’an juga perlu mendapat penjelasan dari hadis
karena banyak ayat-ayat al-Qur’an yang masih berupa pernyataan secara global
untuk itu perlu adanya sunnah/hadis untuk menjelaskannya secara terperinci.
3.
Karena hadis merupakan penjelas al-Qur’an
dan dapat pula membentuk hukum yang baru, oleh karena itu sunnah/hadis dapat
dijadikan hujjah (pedoman) ajaran agama Islam.
4.
Hubungan antara al-Qur’an dan hadis sangat
erat. Sunnah/hadis bisa berfungsi sebagai penjelas dari ayat-ayat yang masih
global di dalam al-Qur’an.
5.
Ingkar Sunnah berarti sekelompok orang
yang tidak mengakui adanya sunnah/hadis nabi, karena bagi mereka manusia wajib
berpedoman kepada al-Qur’an saja. Hal ini
bisa terjadi karena kurangnya pemahaman mereka terhadap agama Islam dan
al-Qur’an dan masih terpengaruh oleh ajaran-ajaran agama yang menyesatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, M. Syuhundi, Pengantar
Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1987.
Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis,
Jakarta: Amzah, 2008.
Muhaimin, Abdul Mujib, dan Jusuf
Mudzakkir, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Jakarta: Prenada Media,
2007.
Smeer, Zein B., Ulumul Hadis
Pengantar Studi Hadis Praktis, Malang: UIN-Malang Press, 2008.
http://ahsanahnida.blogspot.co.id/2014/09/makalah-as-sunnah-sebagai-sumber-ajaran.html
http://fatkur4m4ns.blogspot.co.id/2012/04/sunnah-sebagai-sumber-agama-islam.html
[1] M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits,
(Bandung: Angkasa, 1987), hlm. 12
[2] Muhaimin, Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakkir, Kawasan dan Wawasan
Studi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2007), hlm. 130
[3] Zeid B.
Smeer, Ulumul Hadis Pengantar Studi Hadis Praktis, (Malang: UIN-Malang
Press, 2008), hlm. 15.
[4] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,
(Jakarta: Amzah, 2008), hlm. 27-28.
[5] Ibid, hlm. 35.