I. Pengertian Thaharah
Secara bahasa,
Thaharah berarti bersuci. Sedangkan menurut istilah, Thaharah adalah menyucikan
badan, pakaian serta tempat dari najis dan menyucikan diri dari hadas. Dalam
ajaran agama Islam, thaharah/ bersuci merupakan amalan yang sangat penting
untuk dipahami tata caranya dan kemudian diamalkan. Setiap muslim yang akan
menjalankan shalat, disyaratkan untuk suci dari najis dan hadas. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagai seorang muslim harus senantiasa menjaga kebersihan
dan kesucian.
Orang yang menjaga
kesucian diri sangat dicintai oleh Allah, sebagaimana firman-Nya dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 222:
Artinya : Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
II. Thaharah Dari Hadats
II. Thaharah Dari Hadats
Thaharah dari
hadats ada tiga macam yaitu wudhu, mandi, dan tayammum. Alat yang digunakan
untuk bersuci adalah air mutlak untuk wudhu’ dan mandi, tanah yang suci untuk
tayammum.
Wudhu’
Menurut Bahasa,
adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah
syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat. Mula – mula
wudhu’ itu diwajibkan setiap kali hendak melakukan sholat tetapi kemudian kewajiban
itu dikaitkan dengan keadaan berhadats. Dalil – dalil wajib wudhu’ :
1.
Ayat Al – Qur’an surat Al – Maidah ayat 6 yang artinya “ Hai orang –
orang yang beriman, apabila kamu hendak melakukan sholat, maka basuhlah mukamu
dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan ( basuh ) kakimu
sampai dengan ke dua mata kaki.
2.
Hadits Rasul SAW
لا يقبل
الله صلاة احدكم إذا احدت حتّي يتوضّأ
Yang artinya :
“Allah
tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’
“ ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )
Mandi ( Al – Ghusl )
Menurut lughat,
mandi disebut al – ghasl atau al – ghusl yang berarti mengalirnya air pada
sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh
disertai dengan niat.
Fardhu’ yang mesti dilakukan ketika mandi
yaitu :
1.
Niat.
a.
Niat tersebut harus pula di lakukan serentak dengan basuhan pertama.
Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats ,
janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk
membolehkannya shalat.
b.
Menyampaikan air keseluruh tubuh, meliputi rambut, dan permukaan kulit.
Dalam hal membasuh rambut, air harus sampai ke bagian dalam rambut yang tebal.
Sanggul atau gulungan rambut wajib dibuka. Akan tetapi rambut yang menggumpal
tidak wajib di basuh bagian dalamnya.
2.
Tayammum
a. Tayammum menurut lughat yaitu menyengaja. Menurut istilah syara’ yaitu
menyampaikan tanah ke wajah dan tangan dengan beberapa syarat dan ketentuan. Macam
Thaharah yang boleh diganti dengan tayamum yaitu bagi orang yang junub. Hal ini
terdapat dalam surat Al – Maidah ayat 6, yang artinya “dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih).
III. Macam-Macam Najis Dan Cara Mensucikannya
1.
Macam-macam Najis
Najis adalah suatu benda kotor yang
menyebabkan seseorang tidak suci.
1)
Najis Mukhoffafah (Ringan), seperti air kencing bayi laki-laki yang
berusia kurang dari 2 tahun dan belum makan apa-apa selain ASI. Sedangkan air
kencing bayi perempuan tidak tergolong dalam najis mukhoffafah, tapi tergolong
najis mutawassitoh.
Cara mensucikannya najis mukhaffafah,
cukup dengan memerciki air pada tempat yang terkena najis.Maksud memercikkan,
airnya tidak harus mengalir.
2)
Najis Mutawasithoh (sedang), seperti: tinja/kotoran manusia/hewan,
darah, nanah, bangkai, muntah-muntahan, bangkai, dan minuman yang memabukkan.
Najis Mutawassitoh dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
Najis 'Ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui dengan indera. Najis ini dapat
diketahui warna/bentuknya, baunya atau rasanya. Atau salah satu dari sifat itu
nyata adanya.
Cara menyucikannya : dicuci dengan air yang
mengalir sampai hilang warna/bentuknya, baunya dan rasanya.
Najis Hukmiyah yaitu najis yang tidak dapat diketahui dengan indera. Najis ini tidak
dapat diketahui warna/bentuknya, baunya maupun rasanya, namun kita yakin najis
tersebut ada. Seperti percikan air kencing pada sarung dan sudah kering.
Walaupun tidak terlihat, tapi kita meyakini sarung itu terkena percikan air
kencing.
Cara menyucikannya : dicuci dengan air suci
yang mengalir, tanpa harus hilang warna/bentuknya, baunya dan rasanya, karena
tidak nyata.
3)
Najis Mugholazah (Berat), seperti air liur, kotoran anjing dan babi
yang mengenai badan, pakaian, atau tempat.
Cara mensucikannya: dicuci sampai tujuh kali
dengan air dan salah satu di antaranya dicampur dengan tanah/debu yang suci.
IV. Thaharah Dari Najis
Benda-benda yang
termasuk najis ialah kencing, tahi, muntah, darah, mani hewan, nanah, cairan
luka yang membusuk, ( ma’ al – quruh ), ‘alaqah, bangkai , anjing, babi ,
dan anak keduanya, susu binatang yang tidak halal diamakan kecuali manusia,
cairan kemaluan wanita. Jumhur fuqaha juga berpendapat bahwa khamr adalah
najis, meski dalam masalah ini banyak sekali perbedaan pendapat dilingkungan
ahli Hadits. Berbagai tempat yang harus dibersihkan lantaran najis, ada
tiga tempat, yaitu : tubuh, pakaian dan masjid. Kewajiban membersihkan pakaian
didasarkan pada firman Allah pada surat Al – Mudatsir ayat 4.
Benda yang dipakai
untuk membersihkan najis yaitu air. Umat Islam sudah mengambil kesepakatan
bahwa air suci yang mensucikan bisa dipakai untuk membersihkan najis untuk
ketiga tempat tersebut. Pendapat lainnya menyatakan bahwa najis tidak bisa
dibersihkan ( dihilangkan ) kecuali dengan air. Selain itu bisa dengan batu,
sesuai dengan kesepakatan ( Imam Malik dan Asy – Syafi’I ). Para ulama
mengambil kata sepakat bahwa cara membersiohkan najis adalah dengan membasuh (
menyiram ), menyapu, mencipratkan air. Perihal menyipratkan air, sebagian fuqaha
hanya mangkhususkan untuk membersihkan kencing bayi yang belum menerima
tambahan makanan apapun.
Cara membersihkan
badan yang bernajis karena jilatan anjing adalah dengan membasuhnya dengan air
sebanyak tujuh kali, salah satu diantaranya dicampur dengan tanah. Hal ini
berdasarkan Hadits Rasul SAW, yang artinya “Menyucikan bejana seseorang kamu,
apabila anjing minum di dalam bejana itu, ialah dengan membasuhnya tujuh kali ,
yang pertama diantaranya dengan tanah.
V. Bersuci Dari Najis Dan Dasar Hukumnya
Salah satu diantara
keistimewaan dalam Islam adalah perhatiannya terhadap kebersihan dan kesucian
seseorang, terlebih didalam beribadah kepada Alloh SWT. Kebersihan dan kesucian
jasmani berkaitan dengan perihal yang bersifat lahiriyah meliputi badan, pakaian,
tempat dan alat - alat yang digunakan untuk makan - makanan, minuman semuanya
harus terhindar dari kotoran dan najis. Sedangkan kebersihan dan kesucian
rohani adalah berkaitan dengan perihal yang bersifat.bathiniyyah yaitu segala
apa yang ada hubungannya dengan melaksanakan ibadah kepada Alloh SWT, harus
dapat pastikan : bahwa dirinya dalam keadaan yang suci dari najis:dun hadats.
VI. Manfaat Bersuci Dari Najis
Najis adalah
sesuatu yang kotor, najis harus dibersihkan dan disucikan agar 'diri kita terhindar
dari kotoran, lawan dari najis adalah suci. dalam hal ini najis merupakan
istilah yang berkaitan dengan dua hal yaitu At Hadats dan Al Hubts, akan tetapi
menurut bahasa penggunaan istilah najis adalah suatu yang kotor, baik bersifat
hissy (dapat diindera) seperti ; kencing tinja dan darah, maupun yang bersifat
ma'nawi (abstrak) seperti : dosa.
Didalam ajaran
Islam tidak hanya mengajarkan kebersihan dan kesucian dari segi lahiriyah raja,
melainkan juga dari segi bathiniyyah. Oleh karena itu seseorang dituntut untuk
mencari ilmu pengetahuan yang memadai, agar dapat membedakan sesuatu yang suci
dari najis, misalnya bagaimana mensucikan najis dari anggota badan, pakaian,
makanan dan lain sebagainya, sehingga kita benar - benar suci dan bersih segala
kotoran dan najis.
VII. Hikmah Bersuci
Bersuci dari najis
adalah sebagai cermin membersihkan kotoran dari badan, pakaian. tempat, makanan
dan lain sebagainya dengan menggunakan alat bersuci, seperti : air, yang bisa
dipakai untuk bersuci. Dengan demikian, maka segala sesuatunya bersifat bersih
dan suci, sehingga bisa diambil hikmahnya didalam kehidupan setiap hari. Adapun
hikmah bersuci antara lain.
1.
Menjadikan, diri manusia dan lingkungannya yang bersih dari segala
kotoran hingga menghindari dari segala penyakit.
2.
Menjadikan sarana mendekatkan diri kepada Alloh SWT, sebagaimana
disebutkan dalam Al- Qur'an surat Al- Baqoroh ayat : 222.
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.(QS. Al- Baqoroh ayat : 222)
3.
Bisa memperluas pergaulan dengan siapapun karena bersih itu sehat.
4.
Mendidik manusia berakhlaq mulia dan menjadi cermin jiwa seseorang,
sebab dengan hidup bersih akan membiasakan diri, untuk berbuat yang terbaik dan
teruji
bersuci itu adalah sebagaian dark keirnanan seseorang, sesuai dengan sabda Rosululloh SAW dalam sebuah haditsnya.
bersuci itu adalah sebagaian dark keirnanan seseorang, sesuai dengan sabda Rosululloh SAW dalam sebuah haditsnya.