BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anak adalah merupakan AMANAT dari Allah. Maka
tidaklah ringan beban orang tua yang telah mendapat amanat dari Allah itu. Dan
karena amanat maka hendaknya dipelihara dan dirawat sesuai dengan pesan dari
pihak yang memberi amanat, yang dalam hal ini ialah Allah SWT.
Untuk itu, kita sebagai orang tua dituntut untuk
mendidik dan membimbing anak-anak kita kepada Agama yang sesuai dengan fitrah
(naluri manusia) agar mereka memiliki akhlak mulia dan menjadi manusia yang
bertaqwa. Mereka adalah bagaikan kertas putih. Kitalah yang nantinya akan
memberikan corak warna lukisan apa yang kita hendaki. Sebagaimana Teori
Tabularasa, dimana terbukti dengan anak yang sejak kecil hidup dalam lingkungan
Yahudi akan menjadi Yahudi, yang hidup dalam lingkungan Nasrani juga akan
menjadi Nasrani, Majusi dan seterusnya.
Oleh karenanya mendidik anak sebaiknya dimulai sejak
dini, karena perkembangan jiwa anak telah mulai tumbuh sejak dia kecil, sesuai
dengan fitrahnya. Dengan demikian maka fitrah manusia itu kita salurkan, kita
bimbing dan kita juruskan kepada jalan yang seharusnya sesuai dengan arahnya.
Karena sebagai orangtua maupun guru (pendidik di sekolah) harus benar-benar
mengetahui bahwa begitu besarnya tanggung jawabnya kepada Allah’azza wa jalla
terhadap pendidikan anak-anaknya.
Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Dan di dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya : “Setiap di antara kalian
adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”
Dan sehubungan dengan pemaparan di atas, maka sebagai orang tua apabila
ingin bertanggung jawab terhadap amanat yang dibebankan kepadanya dengan
hadirnya seorang anak agar menjadi seorang anak yang baik, yang shaleh/shaleha,
dan berbakti kepada orang tuanya, maka tidak ada alternatif lain bagi orang tua
selain mendidik dan membimbing anak-anaknya kepada taqwallah.
1.2
Identifikasi Masalahan
Dalam
pembahasan makalah tentang “ Cara Mendidik Anak
Dalam Islam “, ada beberapa permasalahan
yang kami angkat,
antara lain :
·
Apakah tugas dan kewajiban orang tua?
·
Bagaimana cara mendidik anak dalam Islam?
1.3 Rumusan Masalah
Bahasan mengenai mata kuliah Seminar
Pendidikan Agama Islam sangatlah luas cakupannya. Oleh sebab itu, pembahasan dalam makalah sederhana
ini kami batasi
dalam haltugas, dan kewajiban orang tua serta bagaimana cara
mendidik anak dalam Islam.
1.4 Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagaimana
latar belakang di atas. Bahwadengan mempelajari dan memahami tentang
tugas dan kewajiban orang tua terhadap anak, diharapkan sebagai orang tua mampu
mendidik dan membimbing anak karena anak adalah amanah dari Allah, dan kita
diperintahkan agar bisa menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya. Semoga kita mampu
menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan kepada kita.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Mendidik
Prof
Dr. Naquib Alatas berpendapat bahwa pengertian mendidik adalah
membentuk manusia untuk menempati tempatnya yang tepat dalam susunan masyarakat
serta berperilaku secara proporsional sesuai dengan susunan ilmu dan teknologi
yang dikuasainya.
Mendidik
berkonotasi dengan pengertian bahwa pendidik harus mampu menyampaikan
setiap ilmu atau koneksi ilmu dengan ilmu yang lain dalam suatu susunan yang
teratur dan sistematik dan penyampaiannya sesuai dengan susunan kemampuan dasar
(kompetensi) yang dimiliki peserta didik
Menurut
buku lain, mendidik merupakan kewajiban syariat bagi setiap orang yang menjadi
pemimpin dan penanggung jawab sesuai dengan kadar tanggung jawab dan
kepemimpinannya
Mendidik
atau ilmu mendidik (Pedagogik) adalah ilmu atau teori yang sistematis tentang
pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau untuk anak sampai ia mencapai
kedewasaan.
Definisi
"mendidik" adalah menyediakan sekolah atau pendidikan; Melatih
menggunakan instruksi formal dan seseorang yang ahli dibidangnya ; Untuk
mengembangkan mental, moral dan estetika terutama oleh pendidik; Untuk
menyediakan informasi; Melakukan pendekatan atau mengkondisikan untuk merasa,
mempercayai, atau bertindak dengan cara tertentu
"Mendidik"
adalah usaha untuk mengantarkan anak didik kearah kedewasaan baik secara
jasmani dan rohani. Mendidik bisa diartikan sebagai upaya pembinaan
secara personal, sikap mental serta akhlak peserta didik. Mendidik tidak hanya
untuk menghantar ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) pendidik akan tetapi
menghantarkan nilai-nilai.
BAB III
MENDIDIK ANAK DALAM ISLAM
3.1 Hal
- hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua di dalam mendidik anak yang tidak
kalah pentingnya dari pada beberapa masalah yang dijelaskan di muka, antara
lain ialah:
3.1.1 Contoh Teladan
Dalam Pribahasa “ Guru kencing berdiri murid kencing berlari”, menurut
ilmu kejiwaan dianggap masuk akal karena anak atau murid cenderung meniru
tingkah laku guru atau anak meniru perilaku orang tuanya. apa yang dilihat,
diamati maka akan ditirunya, apalagi bagi anak yang ingin mengidentifikasikan
dirinya dengan orang yang dihormatinya.
Rasulullah Saw sendiri adalah merupakan contoh teladan utama yang menjadi
kiblat dari segala perilaku perbuatan para pengikutnya. Contohnya pada waktu
peristiwa Perjanjian Hudaibiyah yang pada mulanya ditentang oleh para Sahabat
Nabi, ternyata karena keteladanannya dan karena tindakan Rasulullah yang nyata,
maka para Sahabat akhirnya mengikutinya.
Maka orang tua yang tidak dapat memberikan cntoh teladan yang baik kepada
anak-anaknya jangan diharap akan dapat membimbing para putera/putrinya kepada
kebaikkan yang diharapkannya.
3.2 Pembentukan Tingkah Laku Melalui Pembiasaan
Perbuatan Sejak Anak-Anak Masih Kecil
Seorang failusuf kenamaan, Charles Reade, berkata,: “Sow a though and you
reap a habit, sow a habit and you reap a character, sow a character and you
reap a destiny,” yang artinya secara bebas ialah,” Bila kita telah yakin akan
sesuatu pandangan atau pikiran maka tanamkanlah pikiran itu dalam suatu
perbuatan, nanti anda akan menuainya (mendapatkan hasil) yang bernama tingkah
laku. Tanamkanlah (ulang-ulangilah) tingkah laku itu maka nanti akan anda
dapatkan suatu kebiasaan. Tanamkanlah (ulang-ulangilah) kebiasaan itu, maka
nanti anda akan mendapatkan suatu watak, dan tanamkanlah watak itu, maka nanti
akan mendapatkan nasib yakni akibat baik atau buruk.
Membiasakan sesuatu amal atau laku perbuatan itulah yang menjadi perhatian
kita sekarang ini dimana sejak kecil anak-anak hendaklah dibentuk menuju pola
tertentu dengan mempraktekkan amal perbuatan yang mendukung tujuan pendidikan
kita.
Adat dan kebiasaan yang bersifat edukatif yang telah biasa dilakukan oleh
anak-anak sejak kecil sangat mempengaruhi perkembangan pribadinya.
Pendidikan budi pekerti yang telah di biasakan dalam kehidupan keluarga,
dimulai dari rumah, dari pergaulan yang dibimbing secara baik, berupa
petunjuk-petunjuk dan bimbingan serta contoh tauladan, merupakan metode yang
tepat. Maka seorang anak yang dibiarkan melakukan sesuatu yang tidak benar (
atau hal-hal yang kurang baik) dan kemudian menjadi kebiasaannya, sungguh amat
sukar meluruskannya kembali, sukar mengembalikan kepada jalan yang utama.
Dengan demikian maka anak yang dibiarkan tidak dibimbing, tidak diperhatikan,
maka ia akan melakukan hal-hal yang kurang
terpuji.
Maka selayaknya bahwa kita sebagai orang tua menjaga dan mendidik serta
membimbing mereka dengan pendidikan akhlak yang mulia, dan menjauhkan mereka
dari bergaul dengan kawan-kawan sepergaulan yang buruk tingkah lakunya.
3.3 Wibawa Orang Tua
Dua hal yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni tentang “ Contoh Teladan”
dan “ Membiasakan Tingkah Laku Sejak Kecil,” amat erat hubungannya dengan
masalah KEWIBAWAAN ORANG TUA.
Anak akan meniru contoh teladan dari orang tua dan mau melaksanakan
perilaku yang dibiasakan atas perintah orang tua, bila semuanya itu anak merasa
enggan kepada orang tua. Akibat dari rasa enggan kepada kewibawaan orang tua
timbullah rasa patuh dan penuh ketundukkan dengan rela hati dan kedamaian.
Tetapi bilamana sang anak tidak mempunyai rasa enggan terhadap orang tua,
itulah tandanya bahwa orang tua tidak mempunyai kewibawaan di hadapan sang
anak. Bila “ Otoritas” dan wibawa orang tua hilang atau telah pudar, sang anak
akan “gembelengan” karena tidak ada orang yang di “ takuti”.
Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anak, orang tua yang
berbuat semaunya sehingga menjadi tontonan bagi anak-anak yang tidak bersifat
mendidik, menyebabkan sang anak mengabaikan wibawa orang tua.
Orang tua yang tidak memeliki kewibawaan di hadapan anak-anaknya,
nasehatnya tidak akan didengarkan, kata-katanya tidak akan diperhatikan, dan
perintahnya tidak akan dikerjakan. Sebabnya karena rasa hormat dan khidmatnya
sang anak kepada orang tua telah hilang.
3.4 Bijaksana Pandai
Mendidik
Mendidik adalah suatu seni juga. Meskipun memang telah ada juga
methodologinya, paedagogiknya, dibekali dengan ilmu jiwa umum, ilmu jiwa anak,
atau psycologi pendidikan, tetapi karena yang dihadapi adalah anak yang punya
jiwa, dan lagi pula kondisi mental spiritual serta kejiwaannya berbeda, maka
tanpa seni, pendidikan kurang berhasil. Hingga di sinilah letak perlunya sifat
kebijaksanaan di dalam mendidik anak.
Mendidik jelas tidak identik dengan sifat otoriter, juga tidak identik
dengan paternalistik yang terlalu mengayomi si anak didik. Meskipun kedua sifat
itu terkadang diperlukan, tetapi penerapannya hendaknya sesuai dengan kondisi
anak dan suasana peristiwa dari kasus yang terjadi. Maka otoriter terkadang
juga perlu, dan mengayomi terkadang diperlukan juga.
Pedoman Ki Hajar
Dewantoro yang banyak dijadikan pedoman para pendidik, bahwa pendidik
hendaknya:
- Ing
Ngarsa Sung Tuladha (di muka hendaknya memberi contoh teladan),
- Ing
Madya Mangun Karsa ( di tengah-tengah hendaknya berkarya atau berbuat yang
nyata),
- Tut
Wuri Handayani ( mengikuti bakat sang anak sambil mempengaruhinya dari
belakang atau dari belakang memberikan motivasi).
Di dalam mendidik dan membimbing anak, juga janganlah orang tua bersifat
kaku dan keras kepala meskipun berprinsip. Dengan menggunakan methode dan cara
yang baiklah yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Dengan berbagai taktik yang
kiranya sang anak tidak bisa menerka apa sebenarnya yang menjadi tujuan kita
(yakni tujuan yang belum mereka sadari kebaikannya, dan dengan itu mereka
enggan menjalankan perintah kita).
Dengan demikian orang tua atau pendidik seharusnya mempunyai beberapa
sikap dasar di dalam mendidik anak, antara lain:
- Tekun,
sabar dan ulet.
- Dilandasi
kasih sayang dan prasangka baik.
- Mempunyai
keyakinan bahwa anak didiknya mempunyai kemampuan berkembang sesuai dengan
kondisinya.
- Mempunyai
sifat-sifat yang disukai anak didik (yang tidak bertentangan dengan sifat
edukatif) dan pribadi yang menarik.
- Mempunyai
kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak didik.
- Memiliki
kematangan jiwa atau kedewasaan dan jiwa yang utuh, tidak pecah.
- Sensitive
(tanggap sasmita) atau mempunyai kepekaan terhadap kepentingan anak didik.
- Bisa
memberikan contoh teladan yang baik dan tidak berperilaku menyimpang dari
hal-hal yang bersifat edukatif.
Demikian antara lain sifat-sifat dasar para pendidik yang juga diperlukan
oleh orang tua agar berhasil di dalam membimbing anak-anak.
3.5 Tidak Pilih Kasih
Sering banyak terjadi seorang anak melakukan aksi protes kepada orang tua
karena dia tidak puas dengan sikap orang tuanya yang dirasa berat sebelah atau
pilih kasih terhadap saudara-saudaranya sekandung. Dari sinilah timbul
persoalan, ketidakpuasan, putus asa, ngambek, pertengkaran, intrik dan fitnah,
perpecahan, bahkan sampai kepada anak durhaka atau melawan orang tuanya,
kesemuanya itu berpangkal kepada masalah satu di atas yaitu berat sebelah atau
pilih kasih.
5.6 Bila Mempunyai Anak
Perempuan
Di dalam hadits-hadits Nabi Saw, menjelaskan bagaimana pentingnya kaum
wanita terhadap pembinaan watak anak dan bangsa. Bukankah wanita adalah tiang
negara, dan bilamana akhlaknya baik maka tegaklah bangsa itu dan sebaliknya
bila rusak akhlak wanita maka hancurlah bangsa itu.
Bagaimana dan seberapa jauh peranan wanita dan kaum ibu dalam mendidik
anak, terbukti bahwa pendidikan anak mulai sedini mungkin memang berkaitan
dengan pertumbuhan jiwa anak-anak yang sebagian besar tergantung dari kaum ibu.
Maka tidaklah benar bilamana anak perempuan yang akhirnya besok menjadi
seorang ibu rumah tangga itu dinista. Kita kaum Muslimin janganlah meniru
orang-orang Jahiliyah dahulu yang mengangap sial anak perempuan, sehingga
bilamana mereka mempunyai anak perempuan maka mereka bunuh.
5.7 Cara Mendidik
Dan Membimbing Anak Dalam Islam
Sebagai orangtua
maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di
hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap pendidikan putra-putri islam.
Tentang perkara ini, Allah azza wa jalla
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Dan di dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap di antara kalian adalah pemimpin
dan akan dimintai pertanggungjawaban”
Untuk itu -tidak bisa
tidak-, seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan
kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh
junjungan umat ini, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beberapa
tuntunan cara mendidik anak dalam Islam tersebut antara lain:
o Menanamkan Tauhid dan
Aqidah yang Benar kepada Anak
Suatu hal yang tidak
bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar
tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui
kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi
orang-orang yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48)
Oleh karena itu, di
dalam Al-Quran pula Allah kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya. Salah satunya
berbunyi,
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezhaliman yang besar”.(Luqman: 13)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini
ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas radhiyallahu
‘anhuma dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan
sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,
“Pada suatu hari aku pernah berboncengan
di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku
akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan
menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika
engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta
tolonglah kepada Allah. Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)
berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan
bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan
bermanfaat bagimu). Ketahuilah. kalaupun seluruh umat (jin dan
manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu
sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan
mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.
Perkara-perkara yang
diajarkan oleh Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ibnu Abbas di atas
adalah perkara tauhid.
Termasuk aqidah yang
perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada.
Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini.
Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa
Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil
menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya
antara lain,
“Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy”
(Thaha: 5)
Makna peristiwa adalah
tinggi dan meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.
Adapun dari hadits,
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak
tersebut menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak
itu menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia,
karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
o Mengajari Anak untuk
Melaksanakan Ibadah
Hendaknya sejak kecil
putra-putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan
tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci,
shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihat aku shalat” (HR. Al-Bukhari).
“Ajarilah anak-anak kalian untuk shalat
ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berusia
sepuluh tahun (bila tidak mau shalat-pen)” (Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’
karya Al-Albani).
Bila mereka telah bisa
menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat
berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, insya Allah ketika
dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
o Mengajarkan Al-Quran, Hadits serta
Doa dan Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak
Dimulai dengan surat
Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan
menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghapal Al-Quran
serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka
mulai menghapalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC dan lain-lain.
o Mendidik Anak dengan Berbagai Adab
dan Akhlaq yang Mulia
Ajarilah anak dengan berbagai adab
Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan,
menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.
Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan
kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti
kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang
lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya.
o Melarang Anak dari Berbagai
Perbuatan yang Diharamkan
Hendaknya anak sedini
mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan
diharamkan, seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang
lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.
Termasuk ke dalam
permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan
guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka
membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita
berlindung kepada Allah-, sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai
metode pembelajaran bagi anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang
baik!
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah bersabda tentang musik,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ اَلْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh akan ada dari umatku yang
menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif (alat-alat musik)”. (Shahih, HR.
Al-Bukhari dan Abu Daud).
Maknanya: Akan datang
dari muslimin kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinahan, mengenakan sutra asli
(bagi laki-laki, pent.), minum khamar dan musik sebagai perkara yang halal,
padahal perkara tersebut adalah haram.
Dan al-ma’azif adalah
setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum,
gendang, rebana dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Lonceng itu serulingnya syaithan”. (HR.
Muslim).
Adapun tentang gambar, guru terbaik umat
ini (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Seluruh tukang gambar (mahluk hidup) di
neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya menjadi
hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengadzab dia di neraka jahannam”(HR.
Muslim).
إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْمُصَوِّرُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang paling
keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang gambar.” (HR.
Muslim).
Oleh karena itu
hendaknya kita melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun
gambar pemandangan, mobil, pesawat dan yang semacamnya maka ini tidaklah
mengapa selama tidak ada gambar makhluk hidupnya.
o Menanamkan Cinta Jihad serta
Keberanian
Bacakanlah kepada
mereka kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk
menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang
pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan
Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.
Tanamkan pula kepada
mereka kebencian kepada orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan
membebaskan Al-Quds ketika mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di
jalan Allah. Mereka akan ditolong dengan seizin Allah.
Didiklah mereka agar
berani beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut
melainkan hanya kepada Allah. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan
cerita-cerita bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.
o Membiasakan Anak dengan
Pakaian yang Syar’i
Hendaknya anak-anak
dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki
menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan.
Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan
ketat dan menunjukkan aurat.
Tentang hal ini, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru sebuah kaum,
maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)
Untuk anak-anak
perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga
ketika dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.
Demikianlah beberapa
tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak.
Hendaknya para orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan
mereka terhadap anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu
bersabar, menasehati putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Jangan membentak atau mencela mereka, apalagi sampai mengumbar-umbar kesalahan
mereka.
BAB IV
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
- Anak
adalah amanah dari Alloh, dan kita diperintahkan agar bisa menunaikan
amanah dengan sebaik-baiknya. Semoga kita mampu menjaga dan menunaikan
amanat yang diberikan kepada kita.
- Semua
anak dilahirkan diatas fitrah, orang tuanya-lah yang menjadikannya yahudi
atau nashrani atau majusi.
- Dan
barang siapa yang tidak menempati amanahnya, maka Allah akan mengazabnya
di akhirat nanti
- Semoga
kita mampu menjaga dan menunaikan amanat yang diberikan kepada kita.
4.2 SARAN
Setelah mempelajari uraian ringkas ini, kita sebagai orang tua diharapkan
mampu memahami dan mengerti tentang pentingnya pendidikan anak sejak dini
secara benar untuk menuju kehidupan bermasyarakat yang penuh intrik dan
multikultural. Diharapkan pula agar dapat menjadikan pendidikan agama islam
yang diperoleh di sekolah sebagai salah satu upaya untuk merubah karakter yang
ada, baik ataupun buruk, menjadi lebih baik lagi dan bermanfaat di dunia dan
akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Djumhur, Sejarah Pendidikan, Bandung :
Ilmu, 1969.
Mohammad ‘Athiyah Al Abrasyi, Prof. Dr, Dasar-Dasar Pokok
Pendidikan Islam, (dari Attarbiyatul Islamiyah diterjemahkan oleh
Prof.H. Bustami A.
Gani dan Djohar Bahry LIS), Bulan Bintang, Jakarta, 1977.
Sulani MA,BA, Petunjuk
Dalam Mencetak Generasi Muda Muslim,PT. Al Ma’arif, Bandung 1981
Fadhlil
al-Djamali, Menerobos Krisis Pendidikan Islam,
Jakarta : Golden Press, 1992
Malik, Fadjar, H.A. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, Jakarat : Alfa
Grafitama, 1998
Moelim,
Abdurrahman, Islam Transformatif, Jakarta
: Pustaka Firdaus, 1997
Mahmud Yunus, Prof Dr.
H. Sejarah Pendidikan Islam¸ Jakarta : Mutiara Sumber
Widya
Zuhairini, Dra, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2000