BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Berbagai tindak kriminal
dapat dengan mudah kita jumpai baik melalui tayangan televisi maupun secara
langsung kita lihat dengan mata kepala sendiri, seperti berbagai tindak
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan pemerintahan, BUMN, dan
perusahaan swasta. Apa yang kita dengar dan lihat tersebut mengacu kepada satu
hal, yaitu karakter. Persoalan yang tidak kalah seriusnya adalah
praktiik-praktik kebohongan dalam dunia pendidikan mulai dari menyontek pada
saat ujian sampai plagiatisme. Jika sebagai peserta didik sudah terbiasa dengan
tipu-menipu atau manipulasi ujian, bagaimana jika telah lulus dan bekerja?
Bukankah itu akan
melahirkan kembali koruptor-koruptor baru? Bisa jadi, itulah sebabnya korupsi
seakan menjadi tiada matinya. Memprihatinkan lagi ketika melihat kenakalan
pelajar, seperti tawuran, menyalahgunakan narkotika, kebut-kebutan di jalan,
dan kenakalan-kenakalan lainnya. Dalam hal ini, dunia pendidikan turut
bertanggung jawab karena menghasilkan lulusan-lulusan yang dari segi akademis
sangat bagus, namun tidak dari segi karakter.
Berbagai fakta yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter bagi pelajar Indonesia sangat penting.
Berbagai fakta yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter bagi pelajar Indonesia sangat penting.
Pelajar termasuk dalam
masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa awal dewasa. Usia
remaja berada pada kisaran usia 10 tahun sampai usia 21 tahun. Pada masa itu
remaja sedang mencari identitas dirinya. Oleh karena itu, remaja harus mendapat
pendidikan karakter agar dapat mengarahkan minatnya pada kegiatan-kegiatan
positif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud
dengan karakter?
2. Apakah perbedaan karakter dengan kepribadian itu?
3. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
4. Bagaimanakah sekolah sebagai wahana pendidikan karakter itu?
5. Mengapa pendidikan karakter penting bagi remaja?
6. Apakah ada pengaruh dari pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja?
2. Apakah perbedaan karakter dengan kepribadian itu?
3. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
4. Bagaimanakah sekolah sebagai wahana pendidikan karakter itu?
5. Mengapa pendidikan karakter penting bagi remaja?
6. Apakah ada pengaruh dari pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Pengertian karakter.
2. Perbedaan antara karakter dengan kepribadian.
3. Pengertian pendidikan karakter.
4. Sekolah sebagai wahana pendidikan karakter.
5. Pentingnya pendidikan karakter bagi remaja.
6. Pengaruh pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja.
2. Perbedaan antara karakter dengan kepribadian.
3. Pengertian pendidikan karakter.
4. Sekolah sebagai wahana pendidikan karakter.
5. Pentingnya pendidikan karakter bagi remaja.
6. Pengaruh pendidikan karakter terhadap keberhasilan belajar remaja.
BAB II
KAJIAN TEORI
KAJIAN TEORI
2.1 Karakter Menurut Parah Ahli
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah
“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh
(UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi
(motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti
individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan
nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri,
rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup
sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban,
pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu
berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih,
teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif,
visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu,
pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga
memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul,
dan individu juga mampu bertindak sesuai
potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan
positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang
berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya
dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster
optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di
sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga
sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu
perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus
berkarakter.
Menurut David Elkind
& Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai
berikut:
“character education is the
deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core
ethical values. When we think about the kind of character we want for our
children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care
deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in
the face of pressure from without and temptation from within”.
Lebih lanjut dijelaskan
bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku
guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru
bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli
(2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang
sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia
yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik
bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan
karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai,
yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang
bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari
agama yang juga disebut sebagai the golden rule.
Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari
nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai
karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam
dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli,
dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah,
keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan
cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri
dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung
jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan
punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak
kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi
nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut
atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah
itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak
menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter
pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena
sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat,
seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan
di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang
sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah
resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam
pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan
kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan
pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan
karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan
pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya.
Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan
pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara
barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis
nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan
penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial
tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010),
secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu
merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,
konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam
keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut
dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional
development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah
Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic
development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara
diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan
moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang
berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan
pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai,
pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda
dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai
teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan
afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur
moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku,
kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan
karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian
Karakter
Karakter berasal dari
bahasa Yunani yang arti dalam bahasa Inggrisnya adalah “to mark” yaitu menandai
dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku
jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2008) dalam http:///C:/Users/Public/
Documents/ Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di
Kalanga Remaja_annisasyam.htm/, karekter merupakan sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
3.2 Perbedaan Karakter
dengan Kepribadian
Kepribadian bukanlah
karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian
merupakan hal yang bisa dikatakan permanen dan merupakan anugerah dari lahir
yang sulit untuk dirubah karena merupakan tanda unik dari masing-masing orang
sedangkan karakter dapat dibangun dan menurut para ahli psikolog, ada beberapa
nilai karakter dasar manusia yaitu cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam
dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli,
dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah,
keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan
cinta persatuan.
Pendapat lain mengatakan
bahwa karakter dasar manusia terdiri dari dapat dipercaya, rasa hormat dan
perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani,
tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Walaupun manusia memiliki
karakter dasar yang baik, tetapi manusia tidak bisa begitu saja memiliki
karakter-karakter tersebut. Seperti yag telah dikatakan sebelumnya bahwa
karakter itu perlu dibangu tidak seperti kepribadian yang merupakan anugerah
sejak lahir seperti quotation word Helen Keller bahwa “Karakter tidak dapat
dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan
jiwa karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses diraih.”
3.3 Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter
adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona,
tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan
pelaksanaannya juga harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Pendidikan karakter
adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli,
dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai
insan kamil. Pada pendidikan karakter, yang mau dibangun adalah karakter-budaya
yang menumbuhkan kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai
modal untuk mengembangkan kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan
nilai kejujuran dan dibingkai dengan kesopanan dan kesantunan (Dirjen Dikdas:
2011).
Menurut Timothy Wibowo
dalam artikelnya dalam http:///C:/Users/ Public/
Documents/ Pendidikan Karakter untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di
Kalanga Remaja_annisasyam.htm/, Pendidikan Karakter adalah pemberian
pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan,
kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu
yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang diselenggrakan untuk membangun nilai-nilai moral dan karakter sehingga tidak hanya asek kognitifnya atau pengetahuannya saja yang diprioritaskan tetapi juga afektif dan psikomotor sebagai pengamalannya seperti menurut Mochtar Buchori (2007) dalam http:///C:/Users/Public/Documents/Remaja dan Pendidikan Karakter Inspiring Brain.htm/,pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan yang diselenggrakan untuk membangun nilai-nilai moral dan karakter sehingga tidak hanya asek kognitifnya atau pengetahuannya saja yang diprioritaskan tetapi juga afektif dan psikomotor sebagai pengamalannya seperti menurut Mochtar Buchori (2007) dalam http:///C:/Users/Public/Documents/Remaja dan Pendidikan Karakter Inspiring Brain.htm/,pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
3.4 Sekolah sebagai Wahana
Pendidikan Karakter
Di sekolah, anak
mengalami perubahan dalam tingkah lakunya. Proses perubahan tingkah laku dalam
diri anak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang tertuang dalam
kurikulum. Kurikulum pendidikan yang dilaksanakan oleh guru, salah satunya
berfungsi untuk membentuk tingkah laku menuju kepribadian yang dewasa secara
optimal.
Di sekolah, berlangsung
proses transformasi nilai-nilai luhur melalui pendidikan karakter. Pendidikan
karakter merupakan kata kunci dari proses transformasi nilai-nilai luhur di
sekolah. Guru menjadi transformer nilai-nilai luhur kepada peserta didik untuk
menjadi bagian dari masyarakat yang berbudaya.
Dalam buku (Wiyani, Novan Ardy; 2012) fungsi transformasi nilai-nilai luhur yang dilaksanakan oleh sekolah mencakup lima dimensi, yaitu:
Dalam buku (Wiyani, Novan Ardy; 2012) fungsi transformasi nilai-nilai luhur yang dilaksanakan oleh sekolah mencakup lima dimensi, yaitu:
1.
Pendidikan tidak hanya
mencakup pengetahuan dan keterampilan semata tetapi juga sikap, nilai, dan
kepekaan pribadi.
2.
Peran seleksi sosial
(mencakup tidak hanya pemberian sertifikat, tetapi juga melakukan seleksi
terhadap peluang kerja).
3.
Fungsi indoktrinasi.
4.
Fungsi pemeliharaan
anak.
5.
Aktivitas
kemasyarakatan.
Sekolah sebagai wahana
transformasi nilai-nilai luhur dan pengetahuan anak akan menentukan corak
berpikir dan berperilaku yang sesuai dengan norma-norma yang diyakini dan
dimiliki masyarakat. Pada gilirannya, kepribadian anak akan terbentuk sesuai
dengan akar budayanya dengan kemampuan merespons perubahan di masyarakat.
3.5 Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Remaja
Remaja mengalami gejolak
emosi karena perubahan berat dan tinggi badan yang berpengaruh juga terhadap
perkembangan psikisnya. Pada masa gejolak itu merupakan masa sulit sehingga
remaja memerlukan pengendalian diri yang kuat ketika berada di sekolah, di
rumah, di lingkungan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, remaja membutuhkan
orang dewasa untuk mengarahkan dirinya. Untuk itu, agar tidak terjurumus pada
hal-hal negatif, remaja harus mempunyai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter
sangat penting diberikan kepada remaja karena masa remaja adalah masa-masa
dimana seorang anak mudah sekali menerima pengaruh dari luar baik itu pengaruh
baik maupun pengaruh buruk. Jika pengaruh baik itu tidak ada masalah tetapi
bagaimana dengan pengaruh buruk? Untuk itulah dengan adanya pendidikan karakter
dapat menekan pengaruh yang tidak baik terhadap remaja yang datang dari luar
lingkungan.
Dasar pendidikan
karakter adalah di dalam keluarga. Jika seorang anak mendapatkan pendidikan
karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik
selanjutnya. Namun, banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan
otak ketimbang pendidikan karakter. Banyak orang tua gagal dalam mendidik
karakter anak-anaknya karena kesibukan atau justru karena lebih mementingkan
aspek kognitif saja.
Untuk itulah perlunya
pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di
Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan belum lama ini
pentingnya pendidikan karakter menjadi perbincangan pusat di dalam dunia
pendidikan. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat
hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya,
sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum
pelajaran di sekolah. Akibatnya, sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan
merasa bodoh karena kesulitan dalam menyesuaikan dengan kurikulum yang ada.
Ditambah dengan adanya sistem rangking yang telah mengecap anak-anak yang tidak
masuk dalam peringkat 10 besar sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti
ini tentunya dapat membunuh rasa percaya diri seorang anak yang akan berdampak
tidak baik terhadap perkembangan karakter anak.
Rasa percaya diri yang
muncul pada anak akan membuat anak mengalami stress yang berkelanjutan. Pada
usia remaja, biasanya keadaan ini akan mendorong untuk berperilaku negative.
Maka, tidak heran kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat
kriminalitas, membolos, putus sekolah yang kemudian itu semua telah membuat
menurunnya mutu lulusan SMP dan SMA. Jadi, pendidikan karakter atau budi
pekerti lebih adalah sesuatu yang penting untuk dilakukan. Kalau kita peduli
untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP, dan SMA, maka tanpa pendidikan
karakter adalah usaha yang sia-sia.
3.6 Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar Remaja
Pasti kita
bertanya-tanya apa sih pengaruhnya pendidikan karakter terhadap keberhasilan
belajar remaja? Kita pasti berpikiran apa mungkin pendidikan karakter dapat
menjadikan pelajar atau remaja menjadi berprestasi dalam sekolahannya? Berbagai
penelitian pun muncul untuk membuktikan dugaan tersebut dan merangkumnya dalam
satu ringkasan yang di terbitkan oleh sebuah bulletin, character Educator, yang
di terbitkan oleh Character Education Partnership.
Dalam bulletin tersebut
diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of
Missouri-St. Louis, menunjukkan peningkatan motivasi peserta didik sekolah
dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan
karakter. Kelas-kelas yang secara komperhensif terlibat dalam pendidikan
karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negative peserta didik
yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Pendidikan karakter adalah
pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek
tersebut, pendidikan karakter tidak akan berjalan efektif selain harus
dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter,
seseorang akan memiliki kecerdasan emosi. Dengan memiliki kecerdasan emosi
seorang anak akan dapat menyongsong masa depan, dengan pendidikan karakter
seseorang akan mampu menghadapi segala macam tantangan yang dihadapinya.
Termasuk juga dalam hal mencapai keberhasilan akademis yang akan berdampak bagi
kelanjutan kehidupannya demi mempersiapkan masa depan yang lebih baik.
Kecerdasan emosional di dalamnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat dan
memiliki pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan belajar. Berikut ini ada
beberapa faktor yang mendorong keberhasilan pendidikan karakter agar mencapai
keberhasilan dalam belajar, dalam buku (Wiyani, Novan Ardy; 2012).
1.
Rasa
percaya diri
Dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah, sebaiknya seorang remaja di bangun agar mempunyai rasa
percaya diri yang baik dan kuat. Rasa percaya diri ini dapat membuat anak dapat
mengembangkan potensi/bakat yang dimilikinya secara optimal.seperti kita
ketahui, setiap orang di dunia ini diberikan anugrah oleh Tuhan memiliki
kelebihan masing-masing. Kelebihan tersebut hendaknya kita kembangkan agar
nantinya kelebihan yang dimiliki oleh remaja dapat bermanfaat bagi orang lain.
Disinilah seharusnya seorang guru jeli untuk membuat peserta didik atau remaja
agar memiliki rasa percaya diri agar dapat memunculkan potensi dan bakat yang
ada dalam diri peserta didik tersebut.
2.
Kemampuan
bekerja sama
Salah satu jalan untuk
membangun karakter pada remaja adalah dengan cara memunculkan kemampuan kerja
sama diantara mereka. Dengan mempunyai sikap kerja sama seorang remaja dapat
mencapai keberhasilan dalam belajar, baim di sekolah ataupun nantinya setelah
lulus. Menjalin kemampuan kerja sama antara remaja dan orang lain ini dapat di
terapkan oleh guru melalui proses pembelajaran yang di dalamnya membentuk
sebuah kelompok diskusi, kelompok belajar dan lain sebagainya.
3.
Kemampuan
bergaul
Seorang remaja harus di
bangun karakternya agar mempunyai kemampuan dalam bergaul yang baik di dalam
lingkungannya. Kemampuan bergaul adalah kepandaian seseorang dalam menjalin
hubungan sosial dengan siapa saja. Kemampuan bergaul ini berhubungan dengan
sikap ramah terhadap orang lain dan memperlakukan orang lain sebaik mungkin.
4.
Kemampuan
berempat
Kemampuan berempati
sangat perlu dimiki oleh seorang pelajar atau remaja agar memiliki kedekatan
terhadap orang lain. Kedekatan tersebut terjalin karena adanya sikap tenggang
rasa, ringan dalam mempberikan bantuan terhadap orang lain dan saling membantu
antar sesama. Kemampuan berepati dapat di bangun atas dasar memahami kesedihan
orang lain yang terkena musibah. Misalnya saja seorang pelajar atau remaja
diajak untuk menjenguk orang yang sakit, orang yang terkkena bencana dan diajak
untuk memberikan bantuan yang dapat berupa tenaga, bantuan dan uang.
5.
Kemampuan
berkomunikasi
Manusia termasuk makhluk
sosial, sebagai makhluk sosial kita harus memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi. Kemampuan berkomunikasi digunakan untuk menjalin kedekatan
dengan orang lain dan untuk berinteraksi secara baik dengan orang lain. Namun,
pada kenyataannya masih banyak orang yang belum mampu berkkomunikasi dengan
baik, sehingga banyak terjadi konflik dalam berhubungan dengan orang lain.
Konflik tersebut berupa
terjadinya percekcokkan antar individu, bahkan perkelahian antar warga
masyarakat hanya gara-gara tidak memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang
baik. Bahkan dalam dunia remaja, banyak terjadi tawuran antar pelajar akibat
omongan-omongan yang sifatnya menyinggung perasaan di antara mereka.
Satu hal dasar yang
harus dipahami dalam melatih kemampuan berkomunikasi adalah bisa mendengar
dengan baik. Inilah kemampuan dasar yang harus terlebih dahulu di kuasai
sebelum kita melatih kemampuan peserta didik daalam menyampaikan sesuatu, baik
melalui bahasa isyarat, suara atau mulut, maupun lewat tulisan. Sebab, sepandai
apapun seseorang berkomunikasi jika tanpa di dasari memiliki kemampuan
mendengar yang baik terhadap lawan jenisnya, sesungguhnya orang tersebut telah
gagal dalam memahami orang lain.
Pendidikan karakter ini
dapat membentuk remaja menjadi berprestasi. Di dalam pendidikan, mereka
diajarkan nilai religius yang menguraikan kebaikan agar remaja tumbuh sebagai
manusia yang peka terhadap lingkungan sosial. Di samping itu, mereka diajarkan
juga nilai toleransi dan nilai cinta damai atau nilai-nilai kemanusiaan yang
membentuk remaja mempunyai sifat pengasih, berbudi pekerti, dan cinta damai.
Dalam pendidikan karakter itu mereka diajarkan juga nilai suka bekerja keras, kreatif,
mandiri, dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi yang dapat menjadikan remaja
sebagai orang yang berprestasi. Nilai positif dalam pendidikan karakter dapat
membentuk remaja yang unggul. Remaja yang memiliki karakter kuat akan tumbuh
sebagai remaja yang unggul dan dibanggakan karena sehat secara fisik, stabil
dalam emosi, dan intelektualnya yang berkembang baik.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Seperti kita ketahui
bersama, apa yang telah terjadi pada moral remaja Indonesia. Disana-sini
terjadi berbagai kasus yang menyimpang dari nilai-nilai moral yang ada pada
masyarakat kita. Misalya saja yang terjadi di kalangan remaja yaitu pergaulan
bebas, tawuran, penyalahgunaan narkoba, kekerasan diantara remaja,
kebut-kebutan di jalan dan lain sebagainya. Hal tersebut memperlihatkan betapa
sudah semakin buruknya moral para remaja. Jika semua bentuk kenakalan tersebut
terus terjadi di negara kita ini, bagaimanakah nasib mereka di masa depan?
Bukankah remaja adalah salah satu aset yang dimiliki oleh bangsa untuk
memajukan bangsa di masa mendatang? Dari kasus-kasus yang terjadi tersebut
menandakan betapa pentingnya perbaikan terhadap karakter dan kepribadian para
remaja. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan
karakter untuk para remaja.
Pendidikan karakter
sangat penting diberikan kepada remaja karena masa remaja adalah masa-masa
dimana seorang anak mudah sekali menerima pengaruh dari luar baik itu pengaruh
baik maupun pengaruh buruk. Jika pengaruh baik itu tidak ada masalah tetapi
bagaimana dengan pengaruh buruk? Untuk itulah dengan adanya pendidikan karakter
dapat menekan pengaruh yang tidak baik terhadap remaja yang datang dari luar
lingkungan.
4.2 Saran
Pendidikan
karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dan harus dipahami serta
dipraktekkan secara menyeluruh. Pembentukan karakter yang pada umumnya terjadi
pada masa anak-anak, mendorong para orangtua untuk bersikap serius dalam
masalah ini. Orangtua harus memberikan pendidikan yang baik dalam rangka
membentuk karakter anak. Sehingga diharapkan lahir generasi penerus bangsa yang
memiliki karakter kuat dalam rangka memajukan bangsa dan negara.
Hal yang
sama juga harus dilakukan para pendidik baik di sekolah (guru), di Perguruan
Tinggi, atau dimanapun berada, yang merupakan orangtua kedua bagi anak. Budaya
yang baik di lingkngan tempat belajar harus dibangun dan diaplikasikan oleh
semua pihak, agar tercipta manusia-manusia yang berkarakter di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Koesoema A, Doni. 2007.
Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Kemendiknas. 2010. Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama .
Jakarta
Wiyani, Novan Ardy.
2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.
http:///C:/Users/Public/Documents/RemajadanPendidikanKarakter_Inspiring Brain.htm/
http:///C:/Users/Public/Documents/Pendidikan Karakter
untuk Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba di KalangaRemaja_annisasyam.htm/
diakses pada tanggal 14 november 2014 pukul 11.15.
https://yudew18.wordpress.com/pendidikan/