BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Gagasan program modernisasi
pendidikan islam mempunyai akar-akarnya tentang “modernisasi” pemikiran dan institusi
Islam secara keseluruhan. Dengan kata lain, “modernisasi pendidikan Islam tidak
bisa dipisahkan dengan gagasan dan program modernisasi islam. Kerangka dasar
yang berada di balik “modernisasi” Islam secara keseluruhan adalah “modernisasi”
pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan persyaratan bagi kebangkitan kaum
Muslimin di masa modern. Karena itu, pemikiran dan kelembagaan Islam termasuk
pendidikan haruslah dimodernisasi, sederhananya harus disesuaikan dengan
kerangka “modernitas”, mempertahankan kelembagaan Islam “tradisioanl” hanya
akan memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum muslim dalam berhadapan dengan
kemajuan dunia modern.
Namun apakah sebenarnya hubungan
antar “modenisasi” dengan pendidikan, lebih khusus lagi dengan pendidikan islam
di Indonesia lebih dikenal dengan istilah “pembangunan” adalah proses
multidimensional yang kompleks. Pada satu segi pendidikan di pandang sebagai
variabel modenisasi. Dalam konteks ini pendidikan dianggap merupakan persyarat
dan kondisi yang mutlak bagi masyarakat untuk menjalankan program dan
tujuan-tujuan modernisasi atau pembangunan. Tanpa pendidikan sulit bagi
masyarakat manapun untuk mencapai kemajuan. Karena itu banyak ahli pendidikan
yang berpandangan bahwa “pendidikan merupakan kunci yang membuka pintu ke arah
modernisasi.
Namun pada segi lain, pendidikan
sering dianggap objek modernisasi. Dalam konteks ini, pendidikan di
negara-negara yang tengah menjalankan modernisasi pada umumnya dipandang masih
terbelakang dalam berbagai hal, dan karena itu sulit diharapakan bisa memenuhi
dan mendukung program modernisasi. Karena itulah pendidikan harus diperbaharui
atau dimodernisasi, sehingga dapat memenuhi harapan dan fungsi yang dipikulkan
kepadanya.
Pendidikan dalam masyarakat modern
atau masyarakat yang tengah bergerak ke arah modern pada saatnya berfungsi
untuk memberikan kaitan antara anak didik dan lingkungan sosio-kulturnya yang
berubah.
Sebagaimana disimpulkan oleh Shipman
(1972:33-35), fungsi pokok pendidikan dalam masyarakat modern terdiri dari tiga
bagian: sosialisasi, penyekolahan, dan pendidikan. Sebagai lembaga sosialisasi,
pendidikan adalah wahana bagi integrasi anak didik ke dalam nilai-nilai
kelompok atau nasional yang dominan. Adapun penyekolahan mempersiapkan mereka
untuk menduduki posisi sosial-ekonomi tertentu. Oleh karena itu, penyokolahan
harus mempelajari anak didik dengan kualifikasi-kulifikasi pekerjaan dan
profesi yang akan membuat mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat.
Sedangkan dalam fungsi ketiga, pendidikan merupakan education untuk menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya akan
memberikan sumbangan besar bagi kelanjutan modernisasi.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam karya ilmiah ini ada beberapa identifikasi masalah
yaitu sebagai berikut :
1.
Pengertian modernisasi pendidikan islam
2.
Latar belakang dan pola pembaruan pendidikan islam
3.
Masa pembaruan pendidikan islam
4.
Sejarah pendidikan islam di Indonesia
1.3 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian dari modernisasi
pendidikan islam?
2. Bagaimana Latar belakang dan pola
pembaruan pendidikan islam?
3.Bagaiman Masa pembaruan pendidikan islam?
4. Apa Sejarah pendidikan islam di
Indonesia?
1.4 Tujuan pembahasan
1. Bagi
penulis
Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah pengantar
pendidikan. Selain itu, bagi diri saya pribadi makalah ini juga diharapkan bisa
digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa, baik dalam lingkup
universitas Alwashliyah maupun di civitas akademika yang lain.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini
dimaksudkan untuk membahas modernisasi pendidikan islam terhadap dunia pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan
mengenai
pendidikan.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan
masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting modernisasi sehingga agar semua dapat disesuaikan dengan
pendapat-pendapat dan keadaan baru yang timbul oleh kemajuan ilmu pengetahuan
sera teknologi modern.
1.5 Manfaat pembahasan
Untuk
mengetahui sejarah pendidikan islam di indonesia serta tahu bagaimana cara
mengisi pada abad modrnisasi ini yang penuh dengan kamuflase. dan juga
mempertinggi ghairah jihad dalam mempertahankan ajaran-ajaran islam.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian
modernisasi pendidikan islam
Menurut Soerjono Soekanto, Modernisasi adalah suatu bentuk dari
perubahan sosial. Biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah (directed
change) dan didasarkan suatu perencanaan (social palnning).
Definisi
lain mengenai modernisasi dikemukakan oleh Menurut Wibert E. Moore,
Modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama dalam
bidang teknologi dan organisasi sosial dari yang tradisional ke arah pola-pola
ekonomis dan politis yang didahului oleh negara-negara Barat yang telah stabil.
Menurut Schoorl,
Modernisasi adalah penggantian teknik produksi dari cara-cara tradisional ke
cara-cara yang tertampung dalam pengertian Revolusi Industri. Secara umum
modernisasi adalah " suatu perubahan masyarakat dalam seluruh aspeknya
dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern ". Namun ada beberapa
ahli yang mendefinisikan modernisasi dengan versinya masing-masing.
B.
Teori modernisasi
Teori Modernisasi lahir sekitar tahun 1950-an di Amerika Serikat
sebagai wujud respon kaum intelektual atas Perang Dunia II yang telah
menyebabkan munculnya negara-negara Dunia Ketiga. Kelompok negara miskin yang
ada dalam istilah Dunia Ketiga adalah negara bekas jajahan perang yang menjadi bahan
rebutan pelaku Perang Dunia II. Sebagai negara yang telah mendapatkan
pengalaman sekian waktu sebagai negara jajahan, kelompok Dunia Ketiga berupaya
melakukan pembangunan untuk menjawab pekerjaan rumah mereka yaitu kemiskinan,
pengangguran, gangguan kesehatan, pendidikan rendah, rusaknya lingkungan, dan
kebodohan.
Teori ini didasarkan pada dikotomi antara apa yang disebut modern dan
apa yang disebut tradisional. Yang modern merupakan simbol dari kemajuan,
pemikiran yang rasional, cara kerja yang efisien, dsb. Masyarakat modern
dianggap sebagai ciri dari masyarakat di negara-negara industri maju.
Sebaliknya yang tradisional merupakan masyarakat yang belum maju, ditandai oleh
cara berpikir yang irrasional serta cara kerja yang tidak effisien. Ini merupakan
ciri masyarakat pedesaan yang didasarkan pada usaha pertanian di negara-negara
miskin.
Oleh karena adanya kepentingan tersebut, maka negara adidaya, khususnya
Amerika Serikat mendorong kepada ilmuwan sosial untuk mempelajari
permasalahan-permasalahan yang terjadi di negara dunia ke tiga tersebut. Maka
muncullah beberapa teori-teori pembangunan dengan berbagai istilahnya dan
berbagai alirannya dalam perspektif beberapa ahli yang mengemukakannnya.
Permasalahan di dunia ketiga tersebut salah satunya di kaji melalui Teori
Modernisasi. Teori modernisasi di bahas oleh beberapa sosiolog dengan
perspektif yang berbeda-berbeda.
Secara etimologis, ada beberapa tokoh yang mengajukan pendapat tentang
makna modernisasi. Everett M. Rogers dalam “Modernization Among Peasants: The
10 Impact of Communication” menyatakan bahwa modernisasi merupakan proses
dimana individu berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih
kompleks dan maju secara teknologis serta cepat berubah. Cyril E. Black dalam
“Dinamics of Modernization” berpendapat bahwa secara historis modernisasi
adalah proses perkembangan lembaga-lembaga secara perlahan disesuaikan dengan
perubahan fungsi secara cepat dan menimbulkan peningkatan yang belum pernah
dicapai sebelumnya dalam hal pengetahuan manusia. Dengan pengetahuan tersebut,
akan memungkinkan manusia untuk menguasai lingkungannya dan melakukan revolusi
ilmiah.
Daniel Lerner dalam “The Passing of Traditional Society: Modernizing
the Middle East” menyatakan bahwa modernisasi merupakan suatu trend unilateral
yang sekuler dalam mengarahkan cara-cara hidup dari tradisional menjadi
partisipan. Marion Ievy dalam “Modernization and the Structure of Societies”
juga menyatakan bahwa modernisasi adalah adanya penggunaan ukuran rasio
sumberdaya kekuasaan, jika makin tinggi rasio tersebut, maka modernisasi akan
semakin mungkin terjadi. Dari beberapa definisi tersebut, modernisasi dapat
dipahami sebagai sebuah upaya tindakan menuju perbaikan dari kondisi
sebelumnya. Selain upaya, modernisasi juga berarti proses yang memiliki tahapan
dan waktu tertentu dan terukur.
Sebagaimana sebuah teori, modernisasi memiliki asumsi dasar yang
menjadi pangkal hipotesisnya dalam menawarkan rekayasa pembangunan. Pertama,
kemiskinan dipandang oleh modernisasi sebagai masalah internal dalam sebuah
negara (Arief Budiman, 200:18).
Kemiskinan dan problem pembangunan yang ada lebih merupakan akibat dari
keterbelakangan dan kebodohan internal yang berada dalam sebuah negara, bukan
merupakan problem yang dibawa oleh faktor dari luar negara. Jika ada seorang
warga yang miskin sehingga ia tidak mampu mencukupi kebutuhan gizinya, maka
penyebab utama dari fakta tersebut adalah orang itu sendiri dan negara dimana
orang tersebut berada, bukan disebabkan orang atau negara lain. Artinya, yang paling
pantas dan layak melakukan penyelesaian masalah atas kasus tersebut adalah
orang dan negara dimana orang itu berada, bukan negara lain.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian
modernisasi
Secara
etimologis modernisasi berasal dari kata modern, yang telahbaku menjadi bahasa
indonesia dengan arti pembaruan pendek
kata, modernisasi juga bisa disebut pembaruan. Dalam masyarakat barat
“modernisasi” mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha-usaha untuk
merubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain
sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan
keadaan baru yang timbul oleh kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Modernisasi atau
pembaruan bisa diartikan apa saja yang belum dipahami , diterima, atau
dilaksanakan oleh penerima pembaruan, meskipun bukan hal baru bagi orang lain.
Pembaruan biasanya dipergunakan sebagai proses perubahan untuk memperbaiki
keadaan yang ada sebelumnya ke cara atau situasi dan kondisi yang lebih baik
dari sebelumnya.
Dengan kata
lain, pembaruan sesungguhnya lebih
merupakan upaya atau usaha perbaikan keadaan, baik dari segi cara, konsep, dan
serangkai metode yang baik ditetapkan dalam rangka mengantarkan keadaan yang
lebih baik.
Dalam bahasa
Arab modernisasi diterjemahkan menjadi tajdid.
Modernisasi atau pembaruan juga berarti proses pergeseran sikap dan
mentalitas mental sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan
tuntunan hidup masa kini.
B.
Latar belakang dan pola pembaruan
Menurut Ibn Taimiyah, secara umum pembaruan dalam islam timbul karena: (1)
membudayakan khurafat di kalangan kaum Muslimin, (2) kejumudan atau ditutupnya
pintu ijtihad dianggap telah membodohkan umat islam, (3) terpecahnya persatuan
umat islam sehingga sulit membangun dan maju, (4) kontak antar Barat dengan
islam telah menyadarkan kaum Muslimin akan kemunduran.
Pola-pola
pembaruan dalam islam, khususnya dalam pendidikan mengambil tempat sebagai:
(1). Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern Barat, (2).gerakan
pembaruan pendidkan islam yang berorientasi
pada sumber islam yang murni, dan (3). Pembaruan pendidikan yang berorientasi
pada nasionalisme.
C.
Masa pembaruan pendidikan islam.
Modernisasi yang
mengandung pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham adat
istiadat, institusi, dan sebagainya, agar dapat disesuaikan dengan
pendapat-pendapat dan keadaan yang baru yang timbul oleh kemajuan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern. Modernisasi juga berarti proses pergeseran
sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai tuntunan
hidup masa kini.
Dengan demikian,
jika kita kaitkan dengan pembaruan pendidikan islam dapat diartikan sebagai
suatu upaya melakukan proses perubahan kurikulum , cara, metodologi, situasi
dan pendidikan islam dari yang tradisional (ortodox) kearah yang lebih
rasional, dan profesional sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi saat itu.
D.
Periode pendidikan islam di Indonesia
a.
Pendidikan islam di Indonesia
(1899-1930)
Pendidikan islam
di Indonesia sebelum tahun 1900 masih bersifat balaqab (nonklasikal). Secara ittifaq
(kesepakatan) pesantren-pesantren yang klasikal dan masih eksis sampai
sekarang lahir sekitar awal tahun 1900.
Semenjak islam
masuk ke Indonesia tentunya interaksi orang Timur-Tengah dengat orang
Indonesia, khususnya yang beragama islam, bertambah baik. Terbukti tokoh-tokoh
umat islam Indonesia yang mendirikan pesantren banyak alumni-alumni dari Mekkah.
Interaksi Indonesia dengan Makkah membawa warna baru dalam pendidikan Islam
di Indonesia. Misalnya pesantren
Tebuireng Jombang di Jawa Timur didirikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari tahun 1899,
sekolah-sekolah produk Muhammdiyah banyak dipengaruhi pendirinya K.H. Ahmad
Dahlan, pesantren al-Mushtafawiyah Purba Baru Tapanulli Selatan yang didirikan
oleh Syaikh Mustafa Husein tahun 1913 dan sebagainya.
Tampaknya
lembaga-lembaga pendidikan islam yang klasikal sampai tahun 1930 hanya
mengajarkan pelajaran agama, kecuali ada sebagian kecil yang mengajarkan
pelajara umum, seperti pesantren Tebuireng di bawah pimpinan K.H.Ilyas (1929)
memasukkan pelajaran-pelajaran berikut ini dalam kurikulum, yaitu: (1) membaca
dan menulis huruf latin, (2) bahasa Indonesia, (3) ilmubumi dan sejarah
Indonesia, (4) berhitung.
Secara umum
kurikulum lembaga pendidikan Islam sampai tahun 1930 meliputi ilmu-ilmu bahasa
Arab dengan tata bahasanya, fiqih, akidah, akhlak, dan pendidikan. Pembaruan
dari alumni-alumni Makkah itu datanggapi positif oleh umat Islam. Hal itu
menurut penulis wajar, karena pola pendidikan sebelumnya pun masih dominansi
pengaruh Timur-Tengah yang belum bersentuhan dengan pengetahuan umum.
Pengaruhnya kepada masyarakat tentunya positif, yakni semakin banyak guru-guru
yang representatif dalam mengajarkan agama, karena penguasaan bahasa Arab jauh
lebih luas bagi mereka yang langsung belajar dari Makkah dan juga berkembang
lembaga-lembaga pendidikan islam karena pengaruh diktrin ilmu yang harus
diamalkan. Tentunya pendirian beberapa lembaga pendidikan islam tidak terlepas
dari commercial oriented.
b.
Pendidikan islam di Indonesia (1931-1945).
Mulai
dari tahun 1931, lembaga pendidikan islam Indonesia memasuki warna baru yang
oleh Mahmud Yunus disebut tahun di mana dimulainya modernisasi pendidikan islam
di Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan sebelumnya baru
berinteraksi dengan orang-orang Timur-Tengah baik yang datang ke Indonesia
untuk menyebarkan agama Islam maupun orang-orang Indonesia untuk menuntut ilmu
ke Makkah.
Normal
islam (kuliah Mu’allimin Islamiyah) yang didirikan oleh Persatuan Guru-guru
Agama Islam (PGAI) di Padang tahun 1931 termasuk lembaga pendidikan modern yang
banyak berpengaruh pada perkembangan pendidikan Islam “modern” di Indonesia. Sesungguhnya lembaga pendidikan
mulai tahun 1931 sudah banyak mengajarkan pengetahuan umum. Dan lembaga
pendidikan islam yang pertama kali memasukkan pendidikan umum menjadi kurikulum
sekolah adalah al-Jami’ah Islamiyah di Sungayang Batu Sangkar.
Selain
pengetahuan umum sebagai pembaruan dalam periode ini, dalam beberapa hal juga
ada pembaruan lainnya. Dalam bidang metodologi, misalnya, Mahmud Yunus sudah
menerapkan tariqab al-mubasyirab dalam
belajar bahasa Arab, dan metodologi pengajaran setiap bidang studi sangat
variatif.
Adapun
evaluasi sudah menjadi alat ukur keberhasilan siswa. Artinya pada masa ini,
khususnya lembaga pendidikan islam yang mengikuti pola Mahmud Yunus, tingkatan
atau kelas ditentukan oleh evaluasi bukan berdasarkan oleh tahun senioritas
murid.
Hadirnya
lembaga pendidikan islam modern, baik pesantren atau nonpesantren, telah
mendapat respon yang berbeda. Kaum yang fanatik dengan tradisionalisme
pesantren menuduh lembaga pendidikan modern ini sebagai lembaga pendidikan
umum, sebab tidak mempelajari kitab-kitab kuning sebagai dasar ilmu. Adapun
yang merespon positif melihat dari perspektif lowongan kerja. Mereka
berpendapat pembaruan ini sebagai langkah maju dan relevan dengan tuntunan
zaman.
Lebih
lanjut, Imam Zarkasyi mengatakan, pengaruh pembaruan pada masa ini terhadap
masyarakat, yakni wawasan keislaman umat islam semakin luas, pola pikir semakin
rasional, alumni pesantern dapat melanjutkan pendidikan ke unversitas baik
dalam maupun luar negeri.
E. Lembaga
pendidikan islam
1. Pesantren
a. Gambaran Umum pesantren Masa Awal
Pesantren atau
pondok pesantren merupakan sebuah pondok pendidikan yang terdiri dari seorang
guru-pemimpin umumnya seorang haji, yang disebut kyai dan kelompok murid
laki-laki yang berjumlah tiga sampai ribuan orang yang disebut santri. Secara
tradisional, sampai tingkat tertentu, para santri tinggal dalam pondok yang
menyerupai asrama biara, mereka mengurusi diri sendiri mulai dari memasak hingga
mencuci pakaian sendiri.
Bangunan pokok
pesantren hampir keseluruhan, kecuali dewasa ini, terletak di luar kota,
biasanya terdiri dari sebuah masjid, rumah kyai dan sederet pondokan santri.
Pengajaran sendiri dilakukan tanpa paksaan, santri tidak dipaksa untuk
menghadiri pengajian yang dilakukan kyai, karena santri dapat tetap di pondok
asal dapat menafkahi dirinya sendiri. Karena itu tingkat penguasaan santri amat
tergantung pada individu santri sendiri. Individu yang giat akan memperoleh
hasil yang memuaskan, sebaliknya banyak pula santri yang tidak membawa bekal
ilmu yang berarti.
Dengan demikian
dalam system pondok tidak terdapat kelas atau penilian, karena santri dapat
meninggalkan kapanpun mereka mau. Dengan demikian jalur keluar masuk orang
dalam pondok pesantren sangat bebas, tidak ada ikatan, cukup dengan izin kyai
yang mudah diperoleh jika memiliki reputasi baik. Bagi santri ingin menjelajahi
berbagai pondok pesantren demi spesialisasi ke ilmuan yang dimiliki para kyai
yang jelas dan berbeda. Seorang kyai mungkin ahli dalam fiqh, hadits, teologi,
ataupun filsafat.
Walaupun ada
indikasi yang menyamakan pesantren dengan biara, namun pesantren amat berbeda
dengan biara karena tidak dihalangi bagi santri untuk menikah, status
perkawinan apapun yang dimiliki seseorang tidak menghalanginya untuk pondok di
pesantren.
Berdasarkan
gambaran tersebut bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang amat terbuka,
lembaga pendidikan agama yang dibuka siapa saja yang haus pengetahuan agama,
tanpa ikatan yang ingin memperdalam ilmu agama. Pesantren merupakan sebuah
lembaga pendidikan yang sangat khas dan tidak terdapat diluar Indonesia.
b. asal usul Pesantren
Pesantren
merupakan tradisi pengajaran agama Islam orisinil yang lahir dari tradisi Islam
Indonesia sendiri yang khas. Pesantren bermula di tanah Jawa dan meluas hingga
keluar jawa termasuk semanjung Malaka. Alasan pokok pendirian pesantren adalah
untuk mentrasmisi Islam tradisional sebagaimana terdapat dalam Kitab-kitab
klasik yang ditulis para ulama besar berabad-abad lalu. Kitab-kitab klasik
tersebutlah yang dikenal dalam tradisi pesantren sebagai kitab kuning, yang
mempersentasikan warna kertas kitab yang menguning.
Sejarah
rinci awal mula pesantren, dalam kenyataannya tidak banyak diketahui karena
minimnya informasi yang merinci kapan lembaga tersebut pertama kali mucul.
Dalam berbagai babak walaupun pesantren di jelaskan seperti dalam Serat
Centini, namun kurang akurat sebagai sumber karena tidak menyebutkan pesantren
secara langsung. Lembaga pendidikan yang terdapat di sana hanya di namakan
Paguron atau Padepokan.
Beberapa
pakar justru melihat pesantren sebagai hasil adopsi dari system pendidikan
kutab yang berkembang dalam tradisi Islam klasik, mulai dari dinasti Umayyah
hingga selanjutnya. Di mana model pendidikan kutab yanag terdapat dalam tradisi
Islam abad tengah, dalam tradisi Islam-Indonesia kemudian dipopulerkan dengan
nama “ Pondok Pesantren “ yaitu lembaga pendidikan Islam di dalamnya terdapat
seorang kyai ( pendidik) yang mengajar dan mendidik para santri ( pelajar)
melalui sarana masjid digunakan sebagai tempat penyelenggarakan pendidikan
tersebut, dilengkapi pula dengan fasilitas pemondokan bagi para santri yang
kebanyakan berasal dari luar daerah. Ciri-ciri awal pesantren adalah; 1) Adanya
kyai sebagai pengajar, 2) adanya santri sebagi pelajar, 3) adanya masjid
sebagai sarana pembelajaran, 4) adanya pemondokan santri.
Namun
demikian, masih terdapat paradoks tentang asal usul pesantren. Pesantren dari
segi bentuk, memang dapat dilihat sebagai lembaga tipikal Indonesia yang khas,
yang berbeda dengan pendidikan tradisional Islam lainnya, namun pada sisi lain,
tradisi kitab kuning yagn mewarnai pesantren jelas tidak berorientasi Indonesia
tapi berorientasi Mekkah sebagai pusat Islam.
Perbandingan pendidikan Islam menurut
sistim lama dengan pendidikan Islam pada masa perubahan.
Sistem lama
|
Masa perubahan
|
1. pelajaran
ilmu-ilmu itu diajarkan satu demi Satu
2. Pelajaran ilmu
sharaf didahulukan dari ilmu nahwu
3. Buku pelajaran
yang mula-mula dikarang oleh ulama Indonesia serta terjemahkan dengan bahasa
Melayu.
4. kitab-kitab itu
umumnya tulis tangan
5. Pelajaran suatu
ilmu, hanya dikerjarakan dalam satu macam kitab saja.
6. Toko kitab belum
ada, hanya ada orang pandai menyalin kitab dengan tulisan tangan.
7. Ilmu agama sedikit
sekali, karena sedikit bacaan.
8. Belum lahir aliran
baru dalam Islam.
|
1. Pelajaran
ilmu-ilmu itu dihimpun 2 sampai 6 ilmu sekaligus.
2. Pelajaran ilmu
Nahwu di dahulukan / disamakan dengan ilmu sharaf.
3. Buku Pelajaran
semuanya karangan ulama Islam dahulu kala dan dalam bahasa Arab.
4. kitab-kitab itu
semuanya dicetak ( dicap).
5. Pelajaran suatu
ilmu di ajarkan dalam beberapa macam kitab : rendah, menengah dan tinggi.
6. Toko kitab telah
ada yang memesan kitab-kitab ke Mesir / Mekkah.
7. Ilmu agama telah
luas berkembang, karena telah banyak kitab bacaan.
8. Mulai lahir aliran
baru dalam Islam yang bawa oleh majalah Al-Manar di Mesir.
|
BAB IV
PENUTUP
·
Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari pembahasan ini antara lain :
1.
Sistem pendidikan islam di Indonesia
dari tahun 1900 telah banyak yang bersifat klasikal.
2.
Modernisasi (berkembangnya kurikulum
yang meliputi pengetahuan umum dan keunggulan metodologi untuk mencapai tujuan
yang sama) pendidikan islam di Indonesia dimulai tahun 1931. Pada saat itu
kelihatan pengaruh Darul Ulum (Mahmud Yunus) sangat besar
3.
Kurikulum pendidikan islam semenjak
masuknya pengetahuan umum telah membawa hasil yang positif dalam lapangan kerja
dan pemahaman kaum Muslimin Indonesia terhadap islam.
4.
Gerakan pembaruan yang menyebabkan
lahirnya organisasi keagamaan pada mulanya bersifat keagamaan tetapi dengan
kondisi masyarakat pada saat itu menjelma menjadi kegiatan politik yang
menuntut kemerdekaan indonesia dan hal tersebut dirasakan mendapat pengaruh
yang signifikan dari pemikir-pemikir pada pembaru islam, baik ditingkat
nasional maupun internasional.
5. Lembaga
pendidikan Islam baik itu Pesantren maupun Surau pada awal permulaan masih
dilaksanakan dengan system tradisional tidak adanya klasikal setelah adanya
serangan dari para reformis Muslim lambat laun menerima dengan respon yang baik
dan masih ada sebagian lembaga pendidikan Islam yang masih tetap melaksanakan
secara tradisional.
·
Saran
Demikianlah
karya ilmiah yang dapat saya buat, sebagai manusia biasa kita menyadari dalam
pembuatan karya ilmiah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.
Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan demi
kesempurnaan karya ilmiah ini dan berikutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Nata,Abuddin.M.A.(ED).2004.sejarah pendidikan
islam.Jakarta:PT Rajagrafindo Persada
https://raninuraeni379.wordpress.com/kuliah/administrasi-publik/teori-modernisasi/
http://www.dosenpendidikan.com/pengertian-modernisasi-menurut-10-para-ahli/
http://faldzataruhiya.blogspot.co.id/2014/05/jinas-dalam-balaghoh.html