BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan
“damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan
“bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud,
1985:850) Bila pemaknaan tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah
sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat manusia.
Kerukunan dalam Islam diberi istilah "tasamuh" atau toleransi.
Sehingga yang di maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan,
bukan dalam bidang aqidah Islamiyah (keimanan), karena aqidah telah digariskan
secara jelas dan tegas di dalam Al Qur'an dan Al Hadits. Manusia
ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi
sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja
sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan
material maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong
(ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan
ras, bangsa, dan agama. Dengan kerjasama dan tolong menolong tersebut
diharapkan manusia bisa hidup rukun dan damai dengan sesamanya.
Islam Agama Rahmat bagi Seluruh Alam Kata islam berarti damai, selamat,
sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh. Pengertian tersebut menunjukkan
bahwa agama islam adalah agama yang mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian,
keselamatan, dan kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya dan seluruh
alam pada umumnya. Agama Islam adalah agama yang Allah turunkan sejak manusia
pertama, Nabi pertama, yaitu Nabi Adam a.s.
Agama itu kemudian Allah turunkan secara berkesinambungan kepada para Nabi
dan Rasul-rasul berikutnya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk
yang terdiri dari beragam agama. Kemajemukan yang ditandai dengan
keanekaragaman agama itu mempunyai kecenderungan kuat terhadap identitas Agama
masing- masing dan berpotensi konflik. Indonesia merupakan salah satu contoh
masyarakat yang multikultural.
Multikultural masyarakat Indonesia tidak satu saja kerena keanekaragaman
suku, budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh
pemerintah Indonesia adalah agama islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong
Hu Chu.
Dari agama-agama tersebut terjadi-lah perbedaan agama yang dianut
masing-masing masyarakat Indonesia. Dengan perbedaan tersebut apabila tidak
terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang
bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita
kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong. Oleh karena
itu, untuk mewujudkan kerukunan hidup antarumat beragama yang sejati, harus
tercipta satu konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota kelompok
sosial yang berbeda agama guna menghindari ”ledakan konflik antarumat beragama
yang terjadi tiba-tiba”. Makalah ini akan membahas tentang pentingnya
menciptakan kerukunan antar umat beragama dilingkungan masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa definisi Agama dan kerukunan umat
beragama?
2.
Bagaimana menjaga kerukunan umat beragama?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan Makalah ini adalah Untuk mempelajari tentang bagaimana cara manusia
beragama, fungsi dari beragama dan bagaimana kerukunan suatu masyarakat dalam
beragama.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kerukunan Antar Umat Beragama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya. Kata agama berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tradisi. Manusia
juga sebagai makhluk beragama, yaitu makhluk yang mempunyai tingkat kepercayaan
terhadap sesuatu yang diyakini dengan sepenuh hati dan diwujudkan dalam setiap
kegiatan hidupnya. Dengan agama yang dianutnya, maka manusia dapat melakukan
berbagai kegiatan hidup.
Sebagai makhluk beragama, manusia menyadari bahwa hidup dan kehidupan
diciptakan Tuhan agar kita saling berinteraksi dengan makhluk lainnya. Hal ini
merupakan wujud untuk menjaga kelestarian hidup dan kehidupan. Interksi antar
makhluk ini merupakan bukti bahwa kita bukanlah makhuk individual.
Pengertian Kerukunan Antar Umat Beragama. Indonesia adalah salah satu
negara yang menerapkan masyarakatnya untuk hidup rukun. Sebab kerukunan
merupakan salah satu pilar penting dalam memelihara persatuan rakyat dan bangsa
Indonesia. Tanpa terwujudnya kerukunan diantara berbagai suku, Agama, Ras dan
antar Golongan bangsa Indonesia akan mudah terancam oleh perpecahan dengan
segala akibatnya yang tidak diinginkan. Kerukunan dapat diartikan sebagai
kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana damai, tertib, tentram,
sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong
sesuai dengan ajaran agama dan kepribadian pancasila.
Agama secara umum merupakan suatu kepercayaan atau keyakinan yang dianut
oleh masyarakat menjadi norma dan nilai yang diyakini dan dipercaya. Agama
diakui sebagai seperangkat aturan yang mengatur keberadaan manusia di dunia.
2.2 Agama
Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam
2.2.1 Makna Agama Islam
Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat dan
patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang
mengandung ajaran yang menciptakan kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan
kehidupan umat manusia pada khususnya, dan semua mahluk Allah pada umumnya.rahmat
adalah kasih saying sesama pribadi,keluarga, masyarakat, dan sesama
makhluk.rambu-rambu kasih sayang itu telah diatur oleh Alqu’ran dan sunnah Nabi
Muhammad saw.
2.2.2 Kerahmatan Islam Bagi Seluruh Alam
Salah satu bentuk kerahmatan Allah pada ajaran islam adalah :
·
Islam menghargai dan menghormati manusia
sebagai hamba Allah, baik mereka muslim maupun non muslim.
·
Islam memberikan kebebasan pada manusia
untuk menggunakan potensi yang diberikan oleh ALLAH secara bertanggung
jawab.menurut ajaran agama islam, manusia diberikan amanat oleh Allah untuk
menjadi khalifah –Nya dibumi.
Diantara misi-Nya adalah menciptakan kemaslahatan bagi sesama makhluk
Allah. Artinya ,setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus memberikan
kebaikan dan tidak boleh merugikan dan menyakiti pihak lain dengan cara
menegakkan aturan Allah. Itulah wujud rahmat Allah dari Agama Islam sebagaimana
dinyatakan oleh Allah pada surah Al-Anbiya’ ayat 107 : Artinya : Dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk ( menjadi ) rahmat bagi semesta alam.
2.3 Ukhuwah Islamiyah Dan Ukhuwah Insaniyah
2.3.1 Makna
Ukhuwah Islamiyah
Kata ukhuwah berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati daan empati
antara dua orang atau lebih. Persaudaraan sesame muslim berarti saling menghargai
dan saling menghormati relativitas masing masing sebagai sifat dasar
kemanusiaan, seperti perbedaan pemikiran, sehingga tidak menjadi penghalang
untuk saling membantu atau menolong karena diantara mereka terkait oleh satu
keyakinan dan dan jalan hidup, yaitu islam.sebagaimana disebutkan dalam al
quran surat alhujarat ayat 10: yang artinya: ‘’sesungguhnya orang orang mukmin adalah bersaudara, karna itu
damaikanlah antara kedua”
2.3.2 Makna Ukhuwah Insaniyah
Konsep sesama persaudaran manusia (ukhuwah insaniyah) di landasi ajaran
bahwa semua ummat manusia adalah makhluk Allah. Sebagaimana Allah menjelaskan
dalam al-quran surah al-maidah ayat 48. Dalam praktek keterangan yang sering
timbul antar ummat beragama dengan pemerintahan disebabkan oleh:
1.
Sifat dari masing masing agama yang mengandung
tugas dakwa atau misi
2.
Kekurangan pengetahuan pemeluk agama akan
agamanya atau sendiri atau agama pihak lain
3.
Para pemwluk agamma tidak mampu menahan
diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang renda agama lain.
4.
Kaburnya batas antara sikap memegang teguh
keyakinan agama dan toleransi dalam dalam kehidupan masayarakat
5.
Kecurigaan masing masing akan kejujuran
pihak lain, baik intern ummat, beragama maupun antara ummat beragama dengan
pemerintah
6.
Kurangnya saling pengertian dalam
menghadapi masalah perbedaan pendapat
Dalam pembinaan ummat beragama, para pemimpin dan tokoh dalam mempunyai
peranan yang besar, yaitu:
1.
Menerjemahkan nilai nilai dan norma norma
agama dalam masyarakat
2.
Menerjemahkan gagasan pembangunan kedalam
bahasa yang di mengerti masyarakat
3.
Memberikan pendapat, saran dan kritik yang
sehat terhadap ide ide dan cara cara yang di lakukan untuk tugasnyanya
pembangunan
4.
Mendorong pembangunan dan membimbing
masyarakat dan ummat beragama untuk serta dalam usaha
2.4 Kebersamaan
Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial
2.4.1 Pandangan Agama Islam Terhadap Umat Non Islam
Dari segi akidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagi
agamanya disebut kafir atau non islam. Mereka yang terdiri dari orang-orang
musrik yang menyembah berhala di sebut orang watsani. Orang kafir yang
mengganggu, menyakiti dan memusuhi orang Islam di sebut kafir harbi, dan orang
kafir yang hidup rukun dengan orang Islam disebut kafir dzimmi. Kafir harbi
adalah orang kafir yang memerangi orang Islam dan boleh diperangi oleh orang
Islam. Kafir dzimmi adalah orang kafir yang mengikat perjanjian atau yang
menjadi tanggungan orang Islam untuk menjaga keselamatan atau keamanannya.
2.4.2 Tanggung
Jawab Sosial Umat Islam
Bentuk tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai aspek kehidupan
di antaranya adalah :
1. Menjalin silaturahmi dengan tetangga,
2. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan,
2.4.3 Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah dapat hidup sendirian, ia
membutuhkan hubungan dengan orang lain. Dalam masyarakat pluralis seperti
diinsonesia hubungan antar kelompok masyarakat yang berbeda adat maupun agama
tidak bisa dihindarkan. Oleh sebab itu agama Islam yang pluralis sangat penting
sebagai landasan dalam kehidupan bermasyarakat.
Seperti Sayyid Sabiq menulis :
“Toleransi dan lapang dada merupakan cirri
khas masyarakat Islam. Masing - masing individu tidak ada yang merasa tinggi
diri, sombong, congkak, dan seterusnya. Kesombongan, kecongkangan, egois,
tinggi hati, merupakan sifat – sifat yang cenderung pada perbuatan syaithan,
sebab sifat – sifat itu mengakibatkan tumbuhnya perpecahan dalam masyarakat dan
permusuhan sesame manusia”.
2.4.4 Hubungan antar umat beragama
Dalam masyarakat hubungan natat pemeluk agama yang berbeda beda tidak bisa
dihindarkan dalam bidang sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Bagi umat
islam hubungan ini tidak menjadi halangan, Sepanjang dalam kaitan sosial
kemanusiaan dan muamalah. Bahkan dalam berhubungan dengan mereka umat Islam
dituntut untuk menampilkan perilaku yang baik, sehingga dapat menarik mereka
untuk mengetahui lebih banyak tentang ajaran agama Islam yang Rahmatan
lil’alamin itu.
Didalam hubungan persaudaraan / ukhuwah umat antar beragama merupakan salah
satu ajaran yang mendapat perhatian penting dalam Islam. Ukhuwah pada mulanya
berarti “ persamaan dan keserasian dalam hak “.
Sebagaiman yang disebutkan dalam Al-qur’an. Yang arrtinya: Katakanlah: Hai orang-orang kafir, Aku
tidak akan menyembah apa yang kamu sembah Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang
aku sembah Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah Dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah Untukmu agamamu,
dan untukkulah, agamaku.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang yang ditampilkan bentuk
perhatian, kepedulian, hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan.
Nabi menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang
mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota
tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan demamnya. Ukhuwwah adalah
persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama. Kebersamaan
di akalangan muslim dikenal dengan istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan
yang diikat oleh kesamaan aqidah.
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran Islam dalam masyarakat
merupakan salah satu prinsip ajaran Islam. Salah satu masalah yang di
hadapi umat Islam sekarang ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan
sehingga kekuatan mereka menjadi lemah. Salah satu sebab rendahnya rasa
persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam adalah karena randahnya
penghayatan terhadap nilai-nilai Islam.
Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat diwujudkan secara nyata.
Perbedaan kepentingan dan golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat.
Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya perbedaan pandangan di kalangan
muslim terhadap suatu fenomena. Idealnya intern umat yang seagama memang harus
rukun, namun fakta yang terjadi di masyarakat justru ada saja hal-hal yang
menjadi kendala terwujudnya kerukunan yang dilandasi jiwa ukhuwah
(persaudaraan).
Di dalam kalangan umat Islam misalnya, sering terjadi sedikit permasalahan
yang berakar dan berawal adanya perbedaan pemahaman dan pengalaman terhadap
suatu kaidah agama. Sebenarnya perbedaan pemahaman dan pengalaman adalah suatu
hal yang wajar dan manusiawi, yang penting perbedaan-perbedaan tersebut jangan
sampai mengarah ke rusaknya “ukhuwah islamiyah”.
Allah SWT memberi petunjuk dengan firman Nya di QS. Ali Imron (3):103: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai...............”.
Begitu juga dalam hadist Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan orang-orang
mu’min dalam saling mencintai, saling berbelas kasih dan saling tenggang rasa,
mereka itu laksana satu tubuh, apabila salah satu anggotanya terasa sakit, maka
seluruh anggota badannya ikut merasakan tidak dapat tidur dan merasakan demam
panas.” (HR Bukhori)
Kerangka pluralitas dalam pandangan islam dipahami sebagai ayat ( tanda
kekuasaan ) dari ayat Allah yang tidak tergantikan. Ayat –ayat tersebut berdiri
di atas kekuasaan Allah untuk kemaslahatan dan kemanusiaan.dalam kaitan ini
Allah berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 22 :
وَمِنۡ
ءَايَـٰتِهِۦ خَلۡقُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفُ أَلۡسِنَتِڪُمۡ
وَأَلۡوَٲنِكُمۡۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّلۡعَـٰلِمِينَ (٢٢)
Artinya : Dan
tanda-tanda-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, dan perbedaan bahasa dan
warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah benar -benar terdapat
tanda – tanda bagi orang yang mengetahui.
2.5 Manfaat
Kerukunan Antar Umat Beragama
Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan
sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan
Negara. Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat
beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai
faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
Beberapa manfaat yang dapat kita perolah dari kebersamaan umat beragama
dengan sikap toleransi antara lain :
1. Menghindari
Terjadinya Perpecahan.
Kebersamaan dengan mengabadikan sikap toleransi
merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap
bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam
wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat
mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam
kehidupan umat manusia ini.
Dalam
kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang
bersifat universal, berikut firman Allah SWT:
”Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu
Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.” (Al-Imran:103)
2. Memperkokoh
Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah
menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama dan menjaga
hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat
menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk
bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor
penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.
Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa
dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan
sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran
dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya
toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan
menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman,
dan kesejahteraan.
Jadi dalam kehidupan sosial, kebersamaan sangat diperlukan antar umat
beragama, karena akan memberikan dampak positif baik pada diri kita maupun
lingkungan. Memberikan rasa kebersamaan yang tinggi
dan kasih sayang antar sesama manusia semakin terasa bahwa kita adalah makhluk
Tuhan yang harus saling menjaga satu sama lain. Dengan begitu peselisihan, pertengkaran, permusuhan, tak aka nada lagi jika
kita selalu menjaga kebersamaan dalam kehidupan sosial dan lain sebagainya.
2.6
Kendala-Kendala
2.6.1
Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi
antar agama sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap
toleransi malas-malasan (lazy tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter.
Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola perjumpaan tak langsung (indirect
encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan teologi yang sensitif.
Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-masalah
keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik
pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian
membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing
pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan
sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa
pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.
2.6.2 Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini
terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah
kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling
penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama
telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin
berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.
Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut
memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir
menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita
selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak
hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu
yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita,
yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup
secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi
dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan
memanfaatkannya.
2.6.3 Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan
berkembang. Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang
pemahaman keagamaan yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan
fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang menekankan praktik keagamaan
tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya diadaptasikan dengan
situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam adalah
satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika
orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang
non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena
masing-masing sekte atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga
memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak
dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin
agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang
berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam
agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini.
2.7
Solusi
2.7.1 Dialog
Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara
tipikal hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan.
Karena itulah dalam perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa
terakhir, sejarah yang berpusat pada politik yang kemudian disebut sebagai
“sejarah konvensional” dikembangkan dengan mencakup bidang-bidang kehidupan
sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang disebut sebagai “sejarah
baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut sebagai “sejarah
sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political
history).
Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia
akan sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan
para penganut kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi
berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya
mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence) di antara
para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama
lain) akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan
globalisasi, revolusi teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan
menyaksikan gelombang perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang tidak
pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu
komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan
komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti
dengan meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh
sebagian orang dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi
negara yang secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas
tertentu, juga mengalami kecenderungan yang sama.
Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu,
khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu
tertentu ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang
memunculkan krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat
intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita,
bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian dalam perjumpaan
itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran (exchanges) dalam lapangan
sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat disebut sebagai
“non-agama.”
Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut
gagasan-gagasan keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik
pada tingkat domestik di Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas
memperkuat perjumpaan secara damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran
semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan
berdampingan secara damai.
2.7.2 Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap
terbuka, saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita
tidak perlu bersikap pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya
mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan menyongsong masa depan
dialog.Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di
dalam maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN
dan Seminari misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga
telah didirikan Pusat Studi Agama-agama dan Lintas Budaya.
Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan sekaligus
harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya
lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti
Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam
menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif
baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan
pertemuan, baik secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang
lebih erat dan memecahkan berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi
bangsa kita dewasa ini.
Kesadaran semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin
agama, tetapi juga oleh para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga
tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Ketiga, masyarakat kita sebenarnya
semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau provokasi-provokasi. Mereka tidak
lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik oleh pribadi maupun
kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali masjid
dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa
membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian
bagi agama autentik (authentic religion) dan penganutnya.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan
untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup
berdampingan lebih sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa berbagai macam
masalah mengenai kerukunan antar umat beragama yaitu kendala- kendala yang
dihadapi dalam mencapai kerukunan antar umat beragam ada beberapa hal yaitu
rendahnya sikap toleransi, kepentingan politik, sikap fanatisme.
Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat kami simpulkan berbagai macam
bahasan mengenai kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendala-kendala yang
dihadapi dalam mencapai kerukunan umat antar beragama ada beberapa sebab,
antara lain;
1. Rendahnya
Sikap Toleransi
2. Kepentingan Politik dan
3. Sikap Fanatisme
2. Kepentingan Politik dan
3. Sikap Fanatisme
Adapun solusi untuk menghadapinya, adalah dengan melakukan Dialog Antar
Pemeluk Agama dan menanamkan Sikap Optimis terhadap tujuan untuk mencapai
kerukunan antar umat beragama.
3.2 Saran
Adapun solusi nya adalah dengan melakukan dialog antar pemeluk Agama dan
menanamkan sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat
beragama termasuk di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahim, Muhammad, imanuddin, kuliah tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari
Insan)
Al-Faruqi, Ismail. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban
Gemilan, Cet. III, Mizan : Bandung, 2001.
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the
West: Encounter and Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research
Institute, International Islamic University & Center for Muslim-Christian
Understanding, Georgetown University
Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the
West: Encounter and Dialogue, Islamabad & Washington DC., Islamic Research
Institute, International Islamic University & Center for Muslim-Christian
Understanding, Georgetown University. Hlm 57-58
Ash-Shiddiqieqy, Hasbi TM, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah Dan syirkah (Bandung
: al-Ma’arif, 1987.
Cuolson, N.J. A. History Of Islamic Law. Edinburg : Edinburg University,
Press. 1964.
Dr. Ali Masrur, M.Ag.,2004,Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel.
cfm
Dr. Ali Masrur, M.Ag.Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel.
http://kumpulanmakalah94.blogspot.co.id/