BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN,
SYARAT,DAN RUKUN SHALAT FARDHU
1.
Definisi shalat fardhu
Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan
menurut istilah atau syara’ shalat adalah menghadapkan jiwa dan raga kepada
Allah, karena taqwa hamba kepada Tuhanya, mengagungkan kebesaran-Nya dengan
khusyu’ dan ikhlas dalam bentuk perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada.
Definisi Semacam
ini telah disepakati oleh para ulama ahli fiqih dimana mereka mengatakan :
Artinya : "Shalat
adalah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir
dan disudahi dengan Salam yang dengannya itu kita dianggap beribadah (kepada
Allah) dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. "
Ayat al-Qur’an yang mewajibkan shalat
antara lain:
Artinya: “Hay
orang-orang yang beriman, ruku’lah,sujudlah dan sembahlah Tuhanmu serta buatlah
kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”.(Al-Hajj: 77).
2.
Syarat Sholat Fardhu
Hukum sholat fardhu lima kali sehari adalah wajib bagi
semua orang yang telah dewasa atau akil baligh serta normal tidak gila. Tujuan
shalat adalah untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.
Untuk melakukan shalat ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi dulu, yaitu :
a. Syarat wajib shalat
1. Islam. Tidak sah sholat
orang yang kafir demikian juga tidak diterima semua amalannya
2. Berakal. Orang gila tidak wajib sholat,
3. Baligh. Tidak wajib sholat atas anak kecil hingga dia baligh
berdasarkan hadits di atas, hanya saja hendaknya dia disunnahkan agar
dipe-rintah sholat ketika berusia tujuh tahun,
4. Suci dari hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil adalah batalnya wudhu, dan hadats besar ketika
seorang belum mandi dari janabah
5. Kesucian tubuh, pakaian, dan tempat dari najis.
6. Sudah masuk waktu sholat. Tidak wajib sholat kecuali ketika sudah
masuk waktunya, tidak sah sholat jika dikerjakan sebelum waktunya
7. Menutup aurot.
8. Niat.
9. Menghadap kiblat.
b. Syarat
sah pelaksanaan sholat adalah sebagai berikut ini :
1.
Masuk waktu sholat
2.
Menghhadap kekiblat
3.
Suci dari najis baik
hadats kecil maupun besar
4.
Menutup aurat
3.
Rukun Shalat
Rukun
ialah suatu yang harus dikerjakan dan merupakan bagian pokok yang tidak boleh
ditingalkan. Misal, membaca surah Al-fatihah dalam shalat, jika surah ini tidak dibaca maka shalat itu tidak
sah.
Dalam sholat ada rukun-rukun
yang harus kita jalankan, yakni :
1.
Niat
2.
Posisis berdiri bagi yang mampu
3.
Takbiratul ihram
4.
Membaca surat
al-fatihah
5.
Ruku / rukuk yang
tumakninah
6.
I'tidal yang
tuma'ninah
7.
Sujud yang tumaninah
8.
Duduk di antara dua
sujud yang tuma'ninah
9.
Sujud kedua yang
tuma'ninah
10.
Tasyahud
11.
Membaca salawat Nabi
Muhammad SAW
12.
Salam ke kanan lalu
ke kiri
13.
Tertib (berurutan
mengerjakan rukun-rukun itu).
B.SHALAT JAMA’ DAN QASAR
Adakalanya dalam beberapa waktu kita
mengadakan perjalanan jauh, misalnya karyawisata, mengunjungi kakek dan nenek
dikampung halaman atau keperluan lainya, hal itu dapat menyebabkan kita sering
menjumpai kesulitan untuk melakukan ibadah shalat, padahal shalat merupakan
kewajiban umat islam.
Melihat hal ini shalat seolah merupakan suatu
beban yang memberatkan.ternyata tidaklah demikian, karena islam adalah agama
yang memberi kemudahan dan keri ngan terhadap pemeluknya didalam rutinitas
kepada Allah SWT. Hal ini menandakan Allah kepada umat islam sedemikian besar
dengan cara memberikan rukhsah dalam melaksanakan shalat dengan cara jama’ dan
qasar dengan syarat-syarat tertentu.
1. Shalat Jamak’
a. Pengertian Shalat Jama’.
Shalat jamak adalah
salat yang digabungkan, maksudnya menggabungkan dua salat fardu yang
dilaksanakan pada satu waktu. Misalnya menggabungkan shalat Duhur dan Asar
dikerjakan pada waktu Duhur atau pada waktu Asar. Atau menggabungkan salat
magrib dan ‘Isya dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu ‘Isya. Sedangkan
salat Shubuh tetap pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan salat lain.
Hukum mengerjakan
shalat Jama’ adalah mubah (boleh) bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan.
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمْ اِذا رَحِلَ قَبْلَ اَنْ تَزِيْغَ الشَمْسُ اخِرَ الظُهْرِ
اِلى وَقْتِ العَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا فَاِنْ زَاغَتْ الشَمْسُ
قَبْلَ اَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُهْرَ ثُمَّ رَكِبَ (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: ”‘Dari Anas, ia berkata:
Rasulullah apabila ia bepergian sebelum matahari tergelincir, maka ia
mengakhirkan salat duhur sampai waktu asar, kemudian ia berhenti lalu menjamak
antara dua salat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah
masuk waktu duhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat duhur (dahulu)
kemudian beliau naik kendaraan (berangkat)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dari hadis di atas
dapat disimpulkan bahwa Rasulullah pernah menjama’ shalat karena ada suatu
sebab yaitu bepergian. Hal menunjukkan bahwa menggabungkan dua shalat
diperbolehkan dalam Islam namun harus ada sebab tertentu.
Salat jamak boleh
dilaksanakan karna beberapa alasan (halangan) berikut:
Ø Jarak perjalanan sekurang-kurangnya dua hari
perjalanan kaki atau marhalah (sama dengan 16 fasrah= kuarang lebih 81 Km).
Ø Perjalanan itu tidak betujuan untuk maksiat.
Ø Dalam keadaan sangat ketakukan atau khawatir misalnya
perang, sakit, hujan lebat, angin topan dan bencana alam.
b. Pembagian Shalat Jama’
Shalat Jama’ di bagi
Dua, yaitu :
Ø Jama’ Takdim (jamak yang didahulukan), yakni
menjama’ dua shalat yang dilaksanakan pada waktu yang pertama. Misalnya
menjama’ shalat dzuhur dengan ashar, dikerjakan pada waktu dzuhur ( 4 rakaat
shalat dzuhur dan 4 rakaat shalat ashar) atau menjamak shalat maghrib dengan
‘isya dilaksanakan pada waktu maghrib (3 rakaat shalat maghrib dan 4 rakaat
shalat ‘isya).
Ø Jama’ Ta’khir (jama’ yang diakhirkan), yakni
menjamak dua shalat yang dilaksanakan pada waktu yang kedua. Misalnya menjamak
shalat dzuhur dengan ashar, dikerjakan pada waktu ashar atau menjamak salat
maghrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu ‘isya.
Dalam melaksanakan
shalat jama’ takdim maka harus berniat menjama’ shalat kedua pada waktu yang
pertama, mendahulukan shalat pertama dan dilaksanakan berurutan, tidak
diselingi perbuatan atau perkataan lain. Adapun saat melaksanakan jama’ ta’khir
maka harus berniat menjama’ dan berurutan. Tidak disyaratkan harus mendahulukan
shalat pertama. Boleh mendahulukan shalat pertama baru melakukan shalat kedua
atau sebaliknya.
2. Shalat Qashar
a. Pengertian Shalat
Qashar
Shalat qashar adalah
shalat yang dipendekkan (diringkas), yaitu melakukan shalat fardu dengan cara
meringkas dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat fardu yang boleh
diringkas adalah shalat yang jumlah rakaatnya ada empat yaitu dzuhur , ashar
dan ‘isya. Hukum melaksanakan shalat qasar adalah mubah (diperbolehkan) jika
syaratnya terpenuhi.
Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa
ayat 101 yang artinya:
“Dan apabila kamu
beprgian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqasar salatmu, jika kamu
takut diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang
nyata bagimu.” Q.S.(An Nisa[4]: 101)
b. Syarat shalat
Qoshar:
Ø Jarak perjalanan sekurang-kurangnya dua hari
perjalanan kaki atau marhalah (sama dengan 16 fasrah= kuarang lebih 81 Km).
Ø Perjalanan itu tidak betujuan untuk maksiat.
Ø Tidak makmum pada orang yang bukan musyafir.
C. KIAT-KIAT
MENUJU SHALAT KHUSYU’
1.
Kiat-Kiat Meraih Shalat Khusyu’ Menurut Tuntunan
Rasulullah shallallahu SAW
Untuk
mencapai hal-hal yang akan mendatangkan kekhusyukan ada beberapa kiat yang
dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya:
a)
Mempersiapkan
diri sepenuhnya untuk shalat
Adapun
bentuk-bentuk persiapannya yaitu: ikut menjawab adzan yang dikumandangkan oleh
muadzin, kemudian diikuti dengan membaca do’a yang disyariatkan, bersiwak
karena hal ini akan membersihkan mulut dan menyegarkannya, kemudian memakai
pakaian yang baik dan bersih, sebagaimana firman Allah Ta’âla: “Hai anak
adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makanlah dan
minumlah Jangan berlebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebihan.” (QS. al-A’raaf: 31)
Diantara
bentuk persiapan lain adalah berjalan ke masjid dengan penuh ketenangan dan
tidak tergesa-gesa, lalu setelah sampai di depan masjid, maka masuk dengan
membaca do’a dan keluar darinya juga membaca do’a, melaksanakan shalat sunnat
Tahiyyatul masjid ketika telah berada di dalam masjid, merapatkan dan
meluruskan shaf, karena syetan berupaya untuk mencari celah untuk ditempatinya
dalam barisan shaf shalat.
b)
Tuma’ninah
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu tuma’ninah dalam shalatnya, sehingga
seluruh anggota badannya menempati posisi semula, bahkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang buruk shalatnya supaya melakukan
tuma’ninah sebagaimana sabda beliau Rasulullah SAW: “Tidak sempurna shalat
salah seorang diantara kalian, kecuali dengannya (tuma’ninah).”
Orang
yang tidak tuma’ninah dalam shalatnya, tentu tidak akan merasakan kekhusyukan,
sebab menunaikan shalat dengan cepat akan menghilangkan kekhusyukan, sedangkan
shalat seperti mematuk burung, maka hal itu akan menghilangkan pahala.
c)
Mengingat mati ketika shalat
Hal
ini berdasarkan wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Apabila
engkau shalat maka shalatlah seperti orang yang hendak berpisah (mati)”.
(HR. Ahmad V/412, Shahihul Jami’, no. 742)
Jelaslah
bahwasanya hal ini akan mendorong setiap orang untuk bersungguh-sungguh dalam
shalatnya, karena orang yang akan berpisah tentu akan merasa kehilangan dan
tidak akan berjumpa kembali, sehingga akan muncul upaya dari dalam dirinya
untuk bersungguh-sungguh, dan hal ini seolah-olah baginya merupakan kesempatan
terakhir untuk shalat.
d)
Menghayati
makna bacaan shalat.
Sikap
penghayatan tidak akan terwujud kecuali dengan memahami makna setiap yang kita
baca. Dengan memahami maknanya, maka seseorang akan dapat menghayati dan
berfikir tentangnya, sehingga mengucurlah air matanya, karena pengaruh makna
yang mendalam sampai ke lubuk hatinya. Dalam hal ini Allah Subhânahu wa Ta’âla
berfirman: “Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat
Robb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang yang tuli dan buta”.
(QS. al-Furqan: 73)
e)
Membaca surat sambil berhenti pada tiap ayat
Hal
ini merupakan kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana
yang dikisahkan oleh Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha tentang bagaimana
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam membaca al-fatihah, yaitu “Beliau
membaca Basmalah, kemudian berhenti, kemudian membaca ayat berikutnya lalu
berhenti. Demikian seterusnya sampai selesai (HR. Abu Daud, no. 4001)
f)
Membaca
al-Qurân dengan tartil
Hal
ini berdasarkan firman Allah Subhânahu wa Ta’âla: “Dan bacalah al-Qurân
dengan perlahan-lahan”. (QS. al-Muzammil: 4)
Membaca
dengan perlahan dan tartil lebih bisa membantu untuk merenungi ayat-ayat yang
dibaca dan mendatangkan kekhusyu’an. Adapun membaca dengan ketergesa-gesaan
akan menjauhkan hati dari kekhusyukan.
g)
Meyakini
bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âla akan mengabulkan permintaannya ketika seorang
hamba sedang melaksanakan shalat.
h)
Meletakkan
sutrah.(tabir pembatas) dan mendekatkan diri kepadanya
Hal
ini lebih bertujuan untuk memperpendek dan menjaga penglihatan orang yang
sedang melaksankan Shalat, sekaligus menjaga dirinya dari syetan. Disamping itu
juga dapat menjauhkan diri dari lalu lalangnya orang yang lewat di sekitar
kita, karena lewatnya orang lain secara hilir mudik dapat mengganggu
kekhusyukan shalat.
Dalam
hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika salah
seorang diantara kalian melaksanakan Shalat dengan menggunakan tabir, maka
hendaklah ia mendekat padanya, sehingga syetan tidak akan memotong Shalatnya”.(HR.
Abu Daud, no. 446/1695)
i)
Meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri di
dada
“Adalah
Rasulullah jika sedang Shalat, beliau meletakkan tangan kanan diatas tangan
kiri”.
(HR. Muslim )
j)
Melihat kearah tempat sujud
Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Adalah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sedang shalat, beliau menundukkan kepala
serta mengarahkan pandangannya ke tanah (tempat sujud)”. (HR. al-Hakim
1/479, dia berkata shahih menurut syarat Bukhari dan Muslim, disepakati juga
oleh al-Albani dalam buku shifatus Shalatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hal 89)
k)
Memohon
perlindungan kepada Allah Subhânahu wa Ta’âla dari godaan syetan
Godaan
syetan akan selalu datang kepada siapa saja yang akan menghadap Allah Subhânahu
wa Ta’âla, oleh karena itu seorang hamba hendaknya tegar dalam beribadah kepada
Allah Ta’âla, seraya tetap melakukan amalan-amalan zikir ataupun shalat,. Allah
‘Azza wa Jalla berfirman: “Sesungguhnya tipu daya syetan itu adalah lemah”.(QS.
an-Nisa’: 76)
2.
Penghalang-penghalang Kekhusyukan dalam Shalat
Adapun
factor hal-hal yang akan membawa kekhusyukan adalah dengan mengetahui
penghalang-penghalang kekhusyukan dan menolaknya.
Adapun penghalang-penghalang kekhusyukan dalam
shalat adalah sebagai berikut:
a)
Menghilangkan
sesuatu yang mengganggu di tempat shalat, seperti: gambar, tempat yang
berisik,orang yang bercakap-cakap.
b)
Tidak
shalat di tempat yang terlalu dingin atau terlalu panas, jika hal tersebut
memungkinkan. Karena hal ini jelas akan mengganggu kekhusyukan dalam shalat.
c)
Menghindari
shalat di dekat makanan yang disukai
d)
Menghindari
shalat dalam kondisi mengantuk
e)
Jangan
shalat di belakang orang-orang yang bercakap-cakap ataupun tidur
f)
Menghindari
shalat dalam keadaan menahan buang air besar ataupun kecil
g)
Tidak
menyibukkan diri untuk membersihkan debu
h)
Dimakruhkan
mengusap dahi dan hidung dalam shalat
i)
Tidak
boleh mengganggu orang yang sedang shalat dengan mengeraskan bacaan
j)
Tidak
boleh menoleh ke kiri dan ke kanan ketika shalat
k)
Tidak
mengarahkan pandangan ke langit
l)
Jangan
meludah ke depan ketika sedang shalat
m)
Berusaha
untuk tidak menguap ketika shalat
n)
Tidak
mencontoh gerakan atau tingkah laku binatang
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kita
sebagai umat islam harus mengetahui dan melaksanakan ibadah shalat, karena
shalat adalah tiang agama, barang siapa yang tidak mau tahu dan tidak mau
melaksanakanya, maka dia telah merobohkan tiang agama dan akan diancam masuk
neraka jahanan. Na’udzu
billahi mindzalik.
Dan sebagai saran kita dalam
melaksanakan shalat fardhu harus dengan ikhlas dan setulus hati, tidak ada
unsur paksaan dariorang lain, karena shalat fardhu hukumnya adalah wajib.
REPERENSI
Drs. H. NH.
Rifa’i,Pintar Ibadah.1999.Jombang:LINTAS MEDIA