BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi merupakan suatu sistem terdiri dari komponen-komponen
(subsistem) yang saling berkaitan atau saling tergantung (interdependence) satu
sama lain dan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Sub-subsistem
yang saling tergantung itu adalah tujuan dan nilai-nilai (goals and values
subsystem), teknikal (technical subsystem), manajerial (managerial subsystem),
psikososial (psychosocial subsystem), dan subsistem struktur (structural
subsystem).
Dalam proses interaksi antara suatu subsistem dengan subsistem
lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara
individu pelaksananya. Setiap saat ketegangan dapat saja muncul, baik antar
individu maupun antar kelompok dalam organisasi. Banyak faktor yang melatar -
belakangi munculnya ketidakcocokan atau ketegangan, antara lain: sifat-sifat
pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang “buruk”, perbedaan
nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang akhirnya membawa
organisasi ke dalam suasana konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif, maka
individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan
kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan
organisasi.
Selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung
dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen
organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak saling
bekerjasama satu sama lain. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam
setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas
organisasi tersebut.Konflik tersebut mungkin tidak membawa “kamatian” bagi
organisasi, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi yang bersangkutan,
jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian.Karena itu
keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau
manajer organisasi.
B.
Tujuan
Penelitian
1. Untuk
mengetahui apakah ada pengaruh konflik terhadap individu dan organisasi.
2. Untuk
mengetahui apa dampak positif dan negatif dar perilaku terjadinya konflik di
suatu organisasi.
C.
Manfaat
Penelitian
1.
Implikasi teoritis,
sebagai bahan informasi dan perbandingan dalam mengadakan penelitian mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia serta memberikan
masukan kepada mahasiswa lainnya.
2.
Implikasi praktis,
diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan input kepada perusahaan
dalam menyelesaikan konflik di dalam suatu organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI KONFLIK
Banyak
definisi tentang konflik yang diberikan oleh ahli manajemen.Hal ini tergantung
pada sudut tinjauan yang digunakan dan persepsi para ahli tersebut tentang
konflik dalam organisasi.Namun, di antara makna makna yang berbeda itu nampak
ada suatu kesepakatan, bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya
ketidakcocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan, status, dan
budaya.
Konflik
yang ada di dalam organisasi biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil
adanya masalah-masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur
organisasi.Dengan demikian konflik dapat diartikan adalah segala macam
interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak. Konflik
organisasi ( organizational conflict ) adalah ketidak sesuaian antara dua atau
lebih anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang timbul karena
adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber daya yang
terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka
mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik adalah suatu
pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap
dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.
Terlepas
dari faktor-faktor yang melatar belakanginya, konflik merupakan suatu gejala
dimana individu atau kelompok menunjukkan sikap atau perilaku “bermusuhan”
terhadap individu atau kelompok lain, sehingga mempengaruhi kinerja dari salah
satu atau semua pihak yang terlibat.
Keberadaan
konflik dalam organisasi, ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari bahwa
telah terjadi konflik di dalam organisasi, maka secara umum konflik tersebut
dianggap tidak ada.Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah terjadi konflik, maka konflik tersebut menjadi suatu
kenyataan.
Konflik bukanlah sesuatu yang harus
ditakutkan, tetapi merupakan sesuatu hal yang perlu untuk dikelola agar dapat
memberikan kontribusinya bagi pencapaian tujuan organisasi.
Conflict are not negative; they are a
natural feature of every organization and can never be completely eliminated.
However, they can be managed to avoid hostility, lack of cooperation, and
failure to meet goals. When channeled properly, conflicts can lead to
creativity, innovative solving, and positive change (Phillip L. Hunsaker
(2001:481)
Konflik sesungguhnya dapat menjadi
energi yang kuat jika dikelola dengan baik, sehingga dapat dijadikan alat
inovasi. Akan tetapi sebaliknya jika tidak dapat dikendalikan mengakibatkan
kinerja dan perilaku organisasi rendah.
B.
PANDANGAN TERHADAP KONFLIK
Terdapat
perbedaan pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau organisasi. Ada
yang berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan, karena jika
dibiarkan maka akan merugikan organisasi. Berlawanan dengan ini, pendapat lain
menyatakan bahwa jika konflik dikelola sedemikian rupa maka konflik tersebut
akan membawa keuntungan bagi kelompok dan organisasi. Stoner dan Freeman menyebut
konflik tersebut sebagai konflik organisasional (organizational conflict).
Pertentangan
pendapat ini oleh Robbins (1996:431) disebut sebagai the Conflict Paradox,
yaitu pandangan bahwa di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja
kelompok, namun di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisir konflik.Dalam uraian di bawah ini disajikan beberapa pandangan
tentang konflik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Robbins (1996:429).
1. Pandangan
Tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu
buruk.Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus
dihindari.Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan
istilah violence, destruction, dan irrationality. Pandangan ini konsisten
dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa
1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat
komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara
orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan
aspirasi karyawan.
2. Pandangan
Hubungan Manusia (The Human Relations View). Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa
yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi.Konflik merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus
diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi
peningkatan kinerja organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari
akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an.
3. Pandangan
Interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas
dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi,
cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif.Oleh
karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada
tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat
(viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif.Stoner dan Freeman
(1989:392) membagi pandangan tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu
pandangan tradisional (old view) dan pandangan modern (current view).
Perbedaan
kedua pandangan tersebut disajikan dalam Tabel 1.1. Dalam tabel tersebut, kedua
ara pandang: tradisional dan modern, dibedakan dalam lima aspek, yaitu: cara
pandang terhadap konflik, faktor penyebab timbulnya konflik, pengaruh konflik
terhadap kinerja, fungsi manajemen, dan bagaimana perlakuan terhadap konflik
untuk mencapai kinerja optimal.
Tabel 1:
Pandangan Tradisional dan Modern tentang Konflik
C. JENIS-JENIS
KONFLIK
Terdapat berbagai macam jenis
konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada
yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
1.
Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik
menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik
disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang
mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja
kelompok.Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi
pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang
menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak
tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi
tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional
pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang
membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak
konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu.Jika
konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan
bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional.Demikian sebaliknya,
jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja
kelompok maka konflik tersebut disfungsional.
2.
Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat
di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang
terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik
menjadi enam macam, yaitu :
a.
Konflik dalam diri individu
(conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih
tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemampuannya.
b.
Konflik antar-individu (conflict
among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality
differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
c.
Konflik antara individu dan kelompok
(conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal
menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
d.
Konflik antar kelompok dalam
organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik
ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan
masing-masing berupaya untuk mencapainya.
e.
Konflik antar organisasi (conflict
among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh
organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam
perebutan sumberdaya yang sama.
f.
Konflik antar individu dalam
organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different
organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari
anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang
lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas
pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
3.
Konflik Dilihat dari Posisi
Seseorang dalam Struktur Organisasi
Winardi (1992:174) membagi konflik
menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi.
Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Konflik vertikal, yaitu konflik yang
terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam
organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
b.
Konflik horizontal, yaitu konflik
yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat
dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang
setingkat.
c.
Konflik garis-staf, yaitu konflik
yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan
pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d.
Konflik peran, yaitu konflik yang
terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling
bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi
lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi
konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict,
dan destructive conflict.
D. SUMBER
PENYEBAB TIMBULNYA KONFLIK
Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi
yang melatar-belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang
disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori,
yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
1.
Komunikasi.
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan
kesalah - pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber
konflik.Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran
informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan
penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya
konflik.
2.
Struktur.
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian
yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada
anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan
anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat
ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok
dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya
konflik.Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka
semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
3.
Variabel Pribadi.
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi,
yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik
kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan
berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian
tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai
rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu
dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan
hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik.
Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict).
Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas,
tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi
konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah
disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang
nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku.
Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik,
huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.
Robbins (1996), menggambarkan tahap-tahap lahirnya konflik,
sebagaimana yang diterangkan di atas, melalui gambar sebagaimana yang disajikan
di bawah ini (gambar 1).
Gambar
1: Proses Lahirnya Konflik
Sedangkan proses timbulnya konflik, sebagaimana yang
digambarkan oleh Robbins, mirip dengan tahap-tahap konflik yang digambarkan
oleh Schermerhorn, et al. (1982:461), seperti yang disajikan di bawah ini
(gambar 2)
Gambar
2 Tahap-Tahap Konflik
E. DAMPAK
NEGATIF KONFLIK TERHADAP PERILAKU ORGANISASI
Konflik
dapat menyebabkan timbulnya perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi.
1.
Konflik dapat membawa
organisasi ke arah disintegrasi.
2.
Konflik menyebabkan ketegangan
antara individu atau kelompok.
3.
Konflik dapat menghalangi
kerjasama di antara individu mengganggu saluran komunikasi.
4.
Konflik dapat memindahkan
perhatian anggota organisasi tujuan organisasi.
Dampak Negatif
Potensial Konflik
·
Produktifitas menurun
·
Krisis kepercayaan
·
Formasi koalisi dengan posisi-posisi
yang bertentangan
·
Kerahasiaan dan aliran informasi
menurun
·
Masalah moral
·
Konsumsi waktu tang banyak sekali
·
Kelumpuhan pengambilan keputusan
F.
DAMPAK
POSITIF KONFLIK TERHADAP PERILAKU ORGANISASI
1.
Tingkat energi
kelompok-kelompok antar individu-individu meningkat yang memberikan peningkatan
pada output dan muncunya ide-ide inovatif untuk melaksanakan tugas lebih baik.
2.
Koehesivitas kelompok meningkat
yang kemudian meningkatkan produktivitas kelompok apabila menunjang
tujuan-tujuan manajemen.
3.
Terungkapnya problem-problem
sewaktu terjadi konflik.
4.
Memotivasi kelompok-kelompok
yang terlibat didalamnya untuk mengklasifikasi sasaran-sasaran mereka.
5.
Merangsang kelompok-kelompok
untuk memperatahankan nilai-nilai yang dianggap penting oleh mereka.
6.
Individu-individu atau
kelompok-kelompok termotivasi untuk mempersatukan informasi yang relevan bagi
konflik yang ada.
7.
Konflik dapat meningkatkan
efektivitas menyeluruh sesuatu organisasi karena kelompok-kelompok atau
individu-individu dipaksa olehnya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
eksternal yang berubah.
Dampak Positif
Potensial Konflik
·
Motivasi meningkat
·
Identifikasi masalah/pemecahan
meningkat
·
Keterpaduan kelompok
·
Penyesuaian diri pada realita
·
Keahlian/pengetahuan meningkat
·
Kreatifitas meningkat
·
Kontribusi terhadap pencapaian tujuan
insentif bagi pertumbuhan
G.
PERUBAHAN PERILAKU PADA SUATU
INDIVIDU ATAU ORGANISASI
Sudah
menjadi sebuah fakta bahwa suatu organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya
anggota, dari suatu organisasi tidak akan berjalan dengan lancar tanpa
ketekunan dan komitmen anggota terhadap tujuan organisasi itu sendiri.
Ketika
seseorang berada pada suatu organisasi, maka perubahan perilaku seseorang
merupakan variable penting yang harus diperhatikan. Dengan adanya
perubahan perilaku pada seorang anggota bukan berarti akan selalu membawa
dampak yang buruk bagi suatu organisasi, dampak positif juga dapat terjadi
ketika perubahan perilaku mengarah pada perubahan yang positif pula, misal
pegawai yang bekerja selalu bermalas-malasan dan tidak pernah tepat waktu dalam
mengerjakan tugas, dan ketika dia mendapatkan motivasi dari dalam diri ataupun
dari orang lain ia pun akan mengalami perubahan perilaku yang mengarahkan
dirinya kepada seorang pegawai yang rajin dan tepat waktu. Begitu pula
sebaliknya untuk perubahan yang mengarah pada dampak yang buruk bagi sebuah
organisasi.
H.
HUBUNGAN KONFLIK DENGAN
PERUBAHAN PERILAKU SUATU INDIVIDU
Konflik
merupakan suatu kejadian atau kegiatan pada suatu organisasi yang terjadi akibat adanya ketidakpuasan yang dirasakan oleh anggota organisasi.
Ketidakpuasan disini bisa saja ketidakpuasan secara pribadi/personal atau
ketidakpuasan didalam ruang lingkup organisasi. Adanya perseteruan antar
anggota, atau anggota organisasi dengan atasan, atau bahkan kalangan atas
dengan kalangan atas merupakan hal yang sering tejadi pada suatu organisasi,
dimana hal-hal itu akan menghasilkan feedback yang berbeda pada setiap anggota
organisasi.
Adapun beberapa
macam konflik yang dapat terjadi pada suatu organisasi, yaitu:
1.
Konflik Antar-Pribadi
Konflik antar pribadi merupakan
konflik yang muncul diantara satu orang dengan orang lainnya. Setiap manusia
memiliki empat kebutuhan dasar kebutuhan psikologis dimana ketika dirasa terganggu,
secara otomatis akan mengakibatkan sebuah konflik, seperti kebutuhan untuk
dihargai dan diperlakukan sebagai seorang pribadi, kebutuhan memiliki sejumlah
kontrol, kebutuhan menjadi pribadi yang konsisten.
2.
Konflik Internal
Konflik internal merupakan kekacauan yang meledak dalam diri seseorang.
Konflik ini melibatkan hiruk pikuknya emosional seseorang ketika keahlian,
ketertarikan, tujuan-tujuan atau nilai-nilai diperlunak untuk mengerjakan
tugas-tugas atau pengharapan-pengharapan tertentu diluar tingkat kenyamanan
atau ketika item-item ini berhadapan dalam konflik secara langsung satu sama
lain. Konflik internal merefleksikan kesenjangan pemisah antara apa yang
seorang katakan, apa yang seseorang inginkan dan apa yang seseorang perbuat.
Konflik itu merintangi kehidupan sehari-hai seseorang dan bisa melumpuhkan
sejumlah orang.
I.
CONTOH
KONFLIK
1. Konflik
Vietnam berubah menjadi perang.
2. Konflik
Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga
timbulkekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
3. Konflik
Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik
bersejarah lainnya.
Banyak konflik yang terjadi karena
perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia
(lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.
J.
MENGELOLA KONFLIK DALAM ORGANISASI
Para manajer menghabiskan banyak waktu dan energi untuk
menangani konflik.Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, karena
setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan
konflik.Sebagaimana saat ini, dalam rangka otonomi daerah, banyak sekali
perubahan institusional yang terjadi, yang tidak saja berdampak pada perubahan
struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi
dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika
konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu
keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang
terlibat. Menurut Gibson, et al. (1997), kegagalan dalam menangani konflik
dapat mengarah pada akibat yang mencelakakan. Konflik dapat menghancurkan
organisasi melalui penciptaan dinding pemisah di antara rekan sekerja,
menghasilkan kinerja yang buruk, dan bahkan pengunduran diri.
Para manajer organisasi publik harus menyadari bahwa karena
konflik disebabkan oleh faktor-faktor yang berlainan, maka model yang digunakan
dalam pengelolaan konflik juga berlainan, tergantung keadaan.Memilih sebuah
model pemecahan konflik yang cocok tergantung pada beberapa faktor, termasuk
alasan mengapa konflik terjadi, dan hubungan khusus antara pimpinan dengan
pihak yang terlibat konflik. Menurut Greenhalgh (1999), efektivitas pimpinan
organisasi dalam menangani konflik tergantung pada seberapa baik mereka
memahami dinamika dasar dari konflik, dan apakah mereka dapat mengenali hal-hal
penting yang terdapat dalam konflik tersebut.
K. STRATEGI
PENYELESAIAN KONFLIK
Model Berikut ditujukan untuk menangani konflik
disfungsional dalam organisasi. Dalam model ini digambarkan lima gaya
penanganan konflik yang berbeda yang disajikan dalam bentuk tabel 2x2. Pada
sumbu vertikal menggambarkan sisi pemecahan masalah yang berorientasi pada
orang lain (concern for others), dan pada sumbu horizontal menggambarkan sisi
pemecahan masalah yang berorientasi pada diri sendiri (concern for self).
Kombinasi dari kedua variabel ini menghasilkan lima gaya penanganan masalah
yang berbeda, yaitu: integrating, obliging, dominating, avoiding, dan
compromising.
1.
Integrating (Problem Solving).
Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama
mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan
dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk
memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham
(misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi
karena sistem nilai yang berbeda.Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu
yang lama dalam penyelesaian masalah.
2.
Obliging (Smoothing).
Sesuai dengan posisinya dalam gambar di atas, seseorang yang bergaya obliging
lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri
sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena berupaya
mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan
di antara pihak-pihak yang terlibat.Kekuatan strategi ini terletak pada upaya
untuk mendorong terjadinya kerjasama.Kelemahannya, penyelesaian bersifat
sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.
3.
Dominating (Forcing).Orientasi
pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan
orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu
kalah”.Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas
formal dalam menyelesaikan masalah.Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang
tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang
dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet.Tetapi
tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka
yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang
diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati
untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
4.
Avoiding. Taktik
menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele
atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih
besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk
menyelesaikan masalah - malasah yang sulit atau “buruk”.Kekuatan dari strategi
penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua
(ambiguous situations).Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya
bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.
5.
Compromising.
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang
memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan
pendekatan saling memberi dan menerima (give-and-take approach) dari
pihak-pihak yang terlibat.Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang
melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan
yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan.Kekuatan
utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak
yang merasa dikalahkan.Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara
dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah.
Oleh karena itulah,
seorang pemimpin organisasi sudah selayaknya memberikan solusi dan penanganan
pada hal-hal yang berpotensi dalam membuat suatu konflik positif berlanjut pada
konflik yang negatif. Adapun cara efektif dalam menangani konflik yaitu pahami
persoalannya, perjelas persoalannya, evaluasi pendekatan-pendekatan alternatif,
selesaikan masalahnya. Dengan demikian arah suatu organisasi akan jelas dalam
pencapaian tujuannya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kualitas pelayanan
publik dipengaruhi oleh tingkat konflik yang ada dalam organisasi. Faktor -
faktor yang menjadi penentu tingginya kualitas pelayanan, misalnya: sikap
responsif dan empatik dari para aparatur pemerintah akan sulit muncul jika di
dalam organisasi terdapat tingkat konflik yang tinggi atau sebaliknya konflik
yang terlalu rendah.
Sering kita temukan dalam setiap organisasi tentang adanya
sikap pro dan kontra dalam memandang konflik.Ada pimpinan yang memandang
konflik secara negatif dan mencoba untuk menghilangkan segala jenis konflik
yang ada. Para pimpinan ini bersikeras bahwa konflik akan memecah-belah
organisasi dan menghambat terciptanya kinerja yang optimal. Konflik memberikan
indikasi tentang adanya suatu ketidakberesan dalam organisasi, dan adanya
prinsip-prinsip atau aturanaturan yang tidak dilaksanakan dengan baik.
Pandangan yang berbeda terhadap konflik beranggapan bahwa
konflik tidak mungkin dihindari.Semua bentuk ketidak - setujuan mengandung
konflik, namun hal itu tidak perlu menimbulkan pertengkaran yang hebat. Para
pimpinan yang setuju dengan pandangan ini berpendapat bahwa jika pihak-pihak
yang berkonflik bersikap dewasa dan percaya diri, maka apapun masalah yang
menjadi sumber konflik akan dapat diselesaikan dengan baik. Mereka ini percaya
bahwa kinerja organisasi yang optimal memerlukan tingkat konflik yang optimal
atau moderat. Tanpa konflik, akan ada rasa tidak memerlukan perubahan, dan
perhatian tidak terfokus pada masalah. Karena itu yang dibutuhkan adalah
bagaimana mengelola konflik sehingga konflik tersebut dapat dipertahankan pada
tingkatan tertentu (optimal atau moderat) sehingga menimbulkan situasi kondusif
dalam organisasi.Dengan demikian kualitas pelayanan yang diinginkan dapat
tercapai.
REFERENSI
Gibson, James L., et al., 1977.
Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Alih bahasa oleh Adriani. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Greenhalgh, Leonard, 1999.
“Menangani Konflik”. Dalam A.Dale Timpe, (Ed.), Memimpin Manusia. Alih bahasa
oleh Sofyan Cikmat. Jakarta: PT.Gramedia.
URLS:
URLS:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/konflik-dalam-organisasi-3/
http://uny.ac.id
http://usu.ac.id
http://wikipedia.org
http://google.co.id
http://ocw.gunadarma.ac.id
http://staffsite.gunadarma.ac.id
http://haidarblogs.wordpress.com/2009/05/25/dampak-perubahan-perilaku-akibat-konflik-terhadap-suatu-organisasi/