BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan-kemajuan di bidang teknologi dan sosial
budaya mendorong perkembangan berbagai aspek kehidupan manusia diantaranya
dalam berkumpul dan hidup berkelompok. Sebagai suatu bentuk kumpulan manusia
dengan ikatanikatan tertentu atau syarat-syarat tertentu, maka organisasi telah
pula berkembang dalam berbagai aspek termasuk ukuran dan kompleksitas.
Semakin besar ukuran suatu organisasi semakin
cenderung menjadi kompleks keadaannya. Kompleksitas ini menyangkut berbagai hal
seperti kompleksitas alur informasi, kompleksitas komunikasi, kompleksitas
pembuat keputusan, kompleksitas pendelegasian wewenang dan sebagainya.
Kompleksitas lain adalah sehubungan dengan sumber
daya manusia. Seperti kita ketahui bahwa sehubungan dengan sumber daya manusia
ini dapat diidentifikasi pula berbagai kompleksitas seperti kompleksitas
jabatan, kompleksitas tugas, kompleksitas kedudukan dan status, kompleksitas
hak dan wewenang dan lain-lain. Kompleksitas ini dapat merupakan sumber
potensial untuk timbulnya konflik dalam organisasi, terutama konflik yang
berasal dari sumber daya manusia, dimana dengan berbagai latar belakang yang
berbeda tentu mempunyai tujuan yang berbeda pula dalam tujuan dan motivasi
mereka dalam bekerja.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya,
harus memahami faktorfaktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik
konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam
kelompok dan konflik antar kelompok.
Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih
memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan
menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.
1.2. Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui apakah ada pengaruh konflik terhadap individu dan organisasi.
2. Untuk
mengetahui apa dampak positif dan negatif dar perilaku terjadinya konflik di
suatu organisasi.
1.3. Manfaat Penelitian
1.
Implikasi teoritis, sebagai bahan
informasi dan perbandingan dalam mengadakan penelitian mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia serta memberikan masukan kepada
mahasiswa lainnya.
2.
Implikasi praktis, diharapkan dari hasil
penelitian ini dapat memberikan input kepada perusahaan dalam menyelesaikan
konflik di dalam suatu organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Konflik
Robbins (1996) dalam “Organization Behavior”
menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat
adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh
atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi
yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan.
Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri
diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan
permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan
keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan
pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga
konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama
tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan
konflik namun mudah menjurus ke aarah konflik, terutuma bila ada persaingan
yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati.
Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak
memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja
tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena
tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dan dapat
dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka
yang terlibat maupun bagi organisasi.
A.
Konflik
Menurut Para Ahli
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa
ahli.
1. Menurut
Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan
sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya
keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau
lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut
Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama,
hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika
masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri –
sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut
Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan
oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya
konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak
ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang
sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada
tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi
(Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat
dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut
Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih
pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan
oleh perbedaan tujuan.
6. Konflik
dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang
sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak
mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif
(Robbins, 1993).
7. Konflik
merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok
dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian
menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan,
diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik
dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi
(Folger & Poole: 1984).
9. Konflik
senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin
dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun
perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185;
Stewart, 1993:341).
10. Interaksi
yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak
dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda
(Devito, 1995:381)
B.
Konflik
Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam
organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi
konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain
kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
1. Pandangan
tradisional (The Traditional View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik
itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari.
Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk,
kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang–orang, dan kegagalaan manajer
untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan
hubungan manusia (The Human Relation View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik
dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau
organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena
di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau
pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu
hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata
lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau
perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
3. Pandangan
interaksionis (The Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong suatu
kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu
organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan
ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan
sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri,
dan kreatif.
C.
Konflik
Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan
menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern
(Current View):
1. Pandangan
tradisional.
Pandangan tradisional menganggap bahwa
konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan
organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya
disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi.
Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
meminimalisasikan konflik.
2. Pandangan
modern.
Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini
disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan,
persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja
organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai
pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang
optimal untuk mencapai tujuan bersama.
D.
Konflik
Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan
Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan
kontemporer (Myers, 1993:234)
1. Dalam
pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus
dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai
sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan
seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan
baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik,
pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi
itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu,
menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
2. Pandangan
kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan
sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia.
Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi
bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan
antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu
hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang
destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun
organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
E.
Konflik
Menurut Peneliti Lainnya
1. Konflik
terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan
apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan
dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua
konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi
adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu
secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti
ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi
juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan,
yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik
tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua
pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’
antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang
mengandung amarah.
2. Konflik
tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif
(Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat
menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi.
Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran
dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran
itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak
terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik
yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.
2.2. Jenis - Jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal
ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal,
konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik
antar organisasi.
1. Konflik
Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah
konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang
sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal
sebagai berikut:
a.
Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan
peranan-peranan yang bersaing.
b.
Beraneka macam cara yang berbeda yang
mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
c.
Banyaknya bentuk halangan-halangan yang
bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
d.
Terdapatnya baik aspek yang positif
maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal
di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya seringkali
menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang
tidak menyenangkan. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
a. Konflik
pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang
sama-sama menarik.
b. Konflik
pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan
yang sama menyulitkan.
c. Konflik
penghindaran - penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang
mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2. Konflik
Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah
pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan
atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status,
jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu
dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam
ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang
tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3. Konflik
antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan
cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang
ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat
dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena
ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4. Konflik
antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang
banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf,
pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar
kelompok.
5. Konflik
antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana
Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan
konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan
pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk
baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber
daya secara lebih efisien.
2.3. Pengaruh Konflik terhadap
Organisasi dan Individu
Ada berbagai pandangan mengenai konflik dalam
organisasi. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik hanyalah merupakan
gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat negatif sehingga perlu
dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Konflik
hanya merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
2. Konflik
ditimbulka karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam
kepemimpinan.
3. Konflik
diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat
yang lebih tinggi.
Sedangkan pandangan yang lebih maju menganggap bahwa
konflik dapat berakibat baik maupun buruk. Usaha penanganannya harus berupaya
untuk menarik hal-hal yang baik dan mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan
ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Konflik
adalah suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional
dan dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
2. Konflik
pada umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi.
3. Konflik
diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah. Konflik dapat
merupakan kekuatan untuk pengubahan positif di dalam suatu organisasi.
Dalam padangan modern ini konflik sebenarnya dapat
memberikan manfaat yang banyak bagi organisasi. Sebagai contoh pengembangan
konflik yang positif dapat digunakan sebagai ajang adu pendapat, sehingga
organisasi bisa memperoleh pendapat-pendapat yang sudah tersaring.
Seorang pimpinan suatu organisasi pernah menerapkan
apa yang disebutnya dengan “mitra tinju” Pada saat ada suatu kebijakan yang
hendak diterapkannya di organisasi yang dipimpinnya ia mencoba untuk mencari
“mitra yang beroposisi dengannya”. Kadang konflik pun terjadi. Apakah itu
menjadi persoalan bagi dirinya ? “Bagi saya hal itu menjadi hal yang positif,
karena saya dapat melihat kebijakan yang dibuat tersebut dari sisi lain. Saya
dapat mengidentifikasi kemungkinan kelemahan yang ada dari situ. Selama kita
masih bisa mentolerir dan dapat mengendalikan konflik tersebut ke arah yang
baik, hal itu tidak menjadi masalah”, ujarnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang ditulis oleh
Robbins (1996) yang membahas konflik dari segi human relations and
interactionist perspective. Dijelaskan bahwa konflik itu adalah hal yang
alamiah dan selalu akan terjadi. Konflik merupakan bagian dari pengalaman
hubungan antar pribadi (interpersonal experience) Karena itu bisa dihindari
maka sebaiknya konflik dikelola dengan efektif, sehingga dapat bermanfaat dan
dapat menciptakan perbedaan serta pembaharuan ke arah yang lebih baik dalam
organisasi.
Kesimpulannya konflik tidak selalu merugikan
organisasi selama bisa ditangani dengan baik sehingga dapat :
1. Mengarah
ke inovasi dan perubahan
2. Memberi
tenaga kepada orang bertindak
3. Menyumbangkan
perlindungan untuk hal-hal dalam organisasi
4. Merupakan
unsur penting dalam analisis sistem organisasi
2.4. Sumber Konflik
Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam dua
kategori besar:
1.
Karakteristik Individual
a. Nilai
sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs). Perasaan kita tentang
apa yang benar dan apa yang salah, untuk bertindak positif maupun negatif
terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik.
b. Kebutuhan
dan Kepribadian (Needs and Personality). Konflik muncul karena adanya perbedaan
yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan
dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di mana
orang-orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi yang tinggi
cenderung untuk tidak begitu suka bekerjasama dengan orang lain.
c. Perbedaan
Persepsi (Perseptual Differences). Persepsi dan penilaian dapat menjadi
penyebab terjadinya konflik. Misalnya saja, jika kita menganggap seseorang
sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif terhadap orang tersebut.
2.
Faktor Situasi
a. Kesempatan
dan Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need to Interact). Kemungkinan
terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan
jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara
pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam
bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama
(joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
b. Ketergantungan
satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another). Dalam kasus
seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga
terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
c. Perbedaan
Status (Status Differences). Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang
”arogan” dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh, dalam
engambilan keputusan, pihak yang berada dalam level atas organisasi merasa
tidak perlu meminta pendapat para anggota tim yang ada.
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Konflik
Dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar
yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
1.
Faktor Intern
a. Kemantapan
organisasi. Organisasi yang telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga
tidak mudah terlibat konflik dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah
seseorang yang matang mempunyai pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai
perbedaan nilai dan lain-lain.
b. Sistem
nilai. Sistem nilai suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi
landasan maksud dan cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu
baik, buruk, salah atau benar.
c. Tujuan.
Tujuan suatu organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta
para anggotanya.
d. Sistem
lain dalam organisasi. Seperti sistem komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem
pengambilan keputusan, sisitem imbalan dan lain-lain. Dlam hal sistem
komunikasi misalnya ternyata persepsi dan penyampaian pesan bukanlah soal yang
mudah.
2.
Faktor ekstern
a. Keterbatasan
sumber daya. Kelangkaan suatu hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan
seterusnya dapat berakhir menjadi konflik.
b. Kekaburan
aturan/norma di masyarakat. Hal ini memperbesar peluang perbedaan persepsi dan
pola bertindak.
c. Derajat
ketergantungan dengan pihak lain. Semakin tergantung satu pihak dengan pihak
lain semakin mudah konflik terjadi.
d. Pola
interaksi dengan pihak lain. Pola yang bebas memudahkan pemamparan dengan
nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup menimbulkan sikap kabur dan kesulitan
penyesuaian diri.
2.6. Akibat Konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai
berikut :
1. Meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan
kelompok lain.
2. Keretakan
hubungan antar kelompok yang bertikai.
3. Perubahan
kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga
dll.
4. Kerusakan
harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5. Dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak
yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema
dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap
hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai
berikut:
1. Pengertian
yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
mencari jalan keluar yang terbaik.
2. Pengertian
yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.
3. Pengertian
yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang
memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4. Tiada
pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
menghindari konflik.
2.7. Dampak - Dampak Adanya Konflik
1.
Akibat negatif
dari adanya konflik.
a. Retaknya persatuan kelompok. Hal ini terjadi apabila
terjadi pertentangan antaranggota dalam satu kelompok.
b. Perubahan kepribadian individu. Pertentangan di
dalam kelompok atau antarkelompok dapat menyebabkan individu-individu tertentu
merasa tertekan sehingga mentalnya tersiksa.
c. Dominasi dan takluknya salah satu pihak. Hal ini
terjadi jika kekuatan pihak-pihak yang bertikai tidak seimbang, akan terjadi
dominasi oleh satu pihak terhadap pihak lainnya. Pihak yang kalah menjadi
takluk secara terpaksa, bahkan terkadang menimbulkan kekuasaan yang otoriter (dalam
politik) atau monopoli (dalam ekonomi).
d. Banyaknya kerugian, baik harta benda maupun jiwa,
akibat kekerasan yang ditonjolkan dalam penyelesaian suatu konflik.
2.
Akibat positif
dari adanya konflik.
a. Konflik dapat meningkatkan solidaritas di antara
anggota kelompok, misalnya apabila terjadi pertikaian antar-kelompok,
anggota-anggota dari setiap kelompok tersebut akan bersatu untuk menghadapi
lawan kelompoknya.
b. Konflik berfungsi sebagai alat perubahan sosial,
misalnya anggota-anggota kelompok atau masyarakat yang berseteru akan menilai
dirinya sendiri dan mungkin
akan terjadi perubahan dalam dirinya.
c. Munculnya pribadi-pribadi atau mental-mental
masyarakat yang tahan uji dalam menghadapi segala tantangan dan permasalahan
yang dihadapi sehingga dapat lebih men-dewasakan masyarakat.
d. Dalam diskusi ilmiah, biasanya perbedaan pendapat
justru diharapkan untuk melihat kelemahan-kelemahan suatu pendapat sehingga
dapat ditemukan pendapat atau pilihan-pilihan yang lebih kuat sebagai jalan
keluar atau pemecahan suatu masalah.
2.8. Contoh Konflik Sosial
1.
Konflik Antar
Siswa
Penjelasan Singkat :
Konflik antar
siswa adalah konflik yang terjadi antara seseorang dengan yang satu lainya,
sifatnya subtansi, konflik ini menyangkut perbedaan pendapat , ide, gagasan,
kepentingan, bahkan emosional. Contohnya Tawuran antar pelajar yang dikarnakan
masalah pribadi dan emosional
·
Dampak (+) : dampak positif dari adanya
tawuran yaitu terjadinya persatuan antar pelajar di sekolah tersebut. Menurut
saya solusi untuk mengatasi masalah tawuran antar pelajar adalah sebaiknya
pihak sekolah merangkul semua siswa/i nya sehingga tidak terjadi kesenjangan
sosial yang membuat mereka membuat geng-geng agar mereka diakui di sekolah,
serta sarana dan prasarana yang menunjang untuk menyalurkan aspirasi mereka.
·
Dampak (-) : Dampak negatif yang terjadi
dengan adanya tawuran antar pelajar adalah rusaknya fasilitas umum yang menjadi
tempat untuk tawuran dan memungkinkan timbulnya korban jiwa,
2.
Konflik Antar
Masyarakat
Penjelasan Singkat :
Konflik antar kelompok
masyarakat merupakan konflik yang terjadi antar kelompok masyarakat satu dengan
kelompok yang lain. Contohnya tawuran atau bentrok antar masyarakat dikarenakan
pertentangan pendapat dan perbedaan keyakinan.
·
Dampak (+)
: Bertambahnya
solidaritas antara anggota kelompok dan Munculnya kompromi antara pihak-pihak
yang berkonflik
·
Dampak (-)
: Hancurnya dan retaknya
persatuan dan kesatuan antar kelompok masyarakat.
3.
Konflik Antar
Budaya
Penjelasan Singkat :
Konflik budaya
merupakan konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan budaya dari pihak yang
berkonflik
Contoh : Beberapa
waktu lalu terjadi perdebatan tentang batasan pornografi dalam UU
Antipornografi. Ini disebabkn oleh perbedaan kebudayaan dalam memandang suatu
hasil kesenian
·
Dampak (+) : dapat meningkatkan solidaritas di
antara anggota kelompok, misalnya apabila terjadi pertikaian antarkelompok,
angota-angota dari setiap kelompok tersebut akan bersatu untuk menghadapi lawan
kelompoknya.
·
Dampak (-) : dominasi dan takluknya salah satu pihak. hal
ini terjadi jika kekuatan pihak-pihak yang bertikai tidak seimbang, akan
terjadi dominasi oleh satu pihak terhadap pihak lainnya. pihak yang kalah
menjadi takluk secara terpaksa, bahkan terkadang menimbulkan kekuasaan yang
otoriter.
4.
Konflik Agama
Penjelasan Singkat :
Konflik agama
adalah konflik yang dilatarbelakangi oleh agama .contonya perbedaan tata cara
beribadah, pandangan dan lainya bisa menyebabkan konflik bahkandalam antar
agama sekalipun
·
Dampak (+) :
a. Bertambahnya solidaritas antara anggota kelompok.
b. Munculnya pribadi yang kuat dan tahan uji menghadapi
berbagai situasi konflik.
c. Membantu menghidupkan norma yang lama dan
menciptakan norma yang baru.
d. Munculnya kompromi antara pihak-pihak yang
berkonflik.
·
Dampak (-) : perubahan kepribadian pada individu, misalnya
timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain.
5.
Konflik Politik
Penjelasan Singkat :
Konflik politik
merupakan konflik yang terjadi kaerena adanya perbedaan
·
Dampak (+) :
a. Bertambahnya solidaritas antara sesama anggota
kelompok.
b. Munculnya pribadi yang kuat dan tahan uji menghadapi
berbagai situasi konflik.
c. Membantu menghidupkan norma lama dan menciptakan
norma yang baru.
d. Munculnya kompromi antara pihak-pihak yang
berkonflik.
·
Dampak (-) :
a. Hancurnya persatuan dan kesatuan
b. Adanya perubahan kepribadian seorang individu secara
negative
c. Rusaknya tatanan kehidupan masyarakat
d. Kekerasan dan cara mengatasi konflik
6.
Konflik Sosial
Akibat Kemajuan Teknologi
Penjelasan Singkat :
Konflik lebih
cepat terjadi karena faktor kemajuan teknologi, contohnya konflik akibat
menyebarkan pesan singkat (SMS) sehingga dua daerah saling
menyerang. "Jadi teknologi juga mempercepat konflik.
·
Dampak (+)
:
a. Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
b. Menumbuhkan semangat baru pada staf.
c. Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
d. Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang
lebih merata dalam organisasi.
·
Dampak (-) :
a. Penyalahgunaan pengetahuan bagi orang-orang tertentu
untuk melakukan tindak criminal, Adanya penyalahgunaan system pengolah data
yang menggunakan Teknologi.
b. Hancurnya dan retaknya persatuan dan kesatuan.
c. Adanya perubahan kepribadian seorang individu yang
negatif.
d. Rusaknya tatanan kehidupan masyarakat.
e. Keretakan hubungan antar kelompokyang bertikai
2.9. Metode Penyelesaian dan Penanganan
Konflik
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus
mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik.
Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain :
1. Introspeksi
diri.
Bagaiman kita biasanya menghadapi
konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang menjadi dasar dan
persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita dapat mengukur
kekuatan kita.
2. Mengevaluasi
pihak-pihak yang terlibat.
Sangat penting bagi kita untuk
mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi kepentingan
apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas konflik
tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan kita untuk
sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha konflik yang
terjadi dari semua sudut pandang.
3. Identifikasi
sumber konflik.
Seperti dituliskan di atas, konflik
tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya dapat teridentifikasi
sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab konflik.
4. Mengetahui
pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel
(1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan
konflik :
a.
Berkompetisi.
Tindakan
ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi
saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih
utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang –
kalah (win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa
dirugikan dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa
dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan
kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b.
Menghindari konflik.
Tindakan
ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara
fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang
terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa
dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana,
mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada
saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu
pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan
tersebut.
c.
Akomodasi.
Yaitu
jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak
lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self
sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan
pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak
tersebut. Pertimbangan antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal
yang utama di sini.
d.
Dominasi dan Penekanan.
DOMINASI
atau KEKERASAN yang BERSIFAT PENEKANAN OTOKRATIK. Ketaatan harus dilakukan oleh
fihak yang kalah pada otoritas yang lebih tinggi atau kekuatan yang lebih
besar. MEREDAKAN atau MENENANGKAN, metode ini lebih terasa diplomatis dlm upaya
menekan dan meminimalkan ketidaksepahaman.
e.
Kompromi.
PEMISAHAN,
pihak-pihak yang berkonflik dipisah sampai menemukan solusi atas masalah yang
terjadi. ARBITRASI, adanya peran orang ketiga sebagai penengah untuk
penyelesaian masalah. Kembali ke aturan yang berlaku saat tidak ditemukan titik
temu antara kedua fihak yang bermasalah. Tindakan ini dapat dilakukan jika ke
dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan
baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian
kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution)
5. Pemecahan
Masalah Integratif.
KONSENSUS, sengaja dipertemukan untuk
mencapai solusi terbaik, bukan hanya menyelesaikan masalah dengan cepat.
KONFRONTASI, tiap fihak mengemukakan pandangan masing-masing secara langsung
& terbuka. PENENTU TUJUAN, menentukan tujuan akhir kedepan yang lebih
tinggi dengan kesepakatan bersama.
6. Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menag dengan
saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri kita sendiri dengan
konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi konflik pada lingkungan
kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai hal yang harus kita
pertimbangkan.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Konflik merupakan hal yang tidak bisa dihindari
dalam sebuah organisasi, disebabkan oleh banyak factor yang pada intinya karena
organisasi terbentuk dari banyak individu dan kelompok yang memiliki sifat dan
tujuan yang berbeda satu sama lain.
Kemampuan menangani konflik tentang terutama yang
menduduki jabatan pimpinan. Yang terpenting adalah mengembangkan pengetahuan
yang cukup dan sikap yang positif terhadap konflik, karena peran konflik yang
tidak selalu negative terhadap organisasi.
Dengan pengembalian yang cukup senang, pimpinan
dapat cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik serta
akibatnya dengan sikap positif dan kemampuan kepemimpianannya, seorang pimpinan
akan dapat mengendalikan konflik yang akan selalu ada, dan bila mungkin
menggunakannya untuk keterbukaan organisasi dan anggota organisasi yang
dipimpinnya. Tentu manfaatnya pun dapat dirasakan oleh dirinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin, Manajemen Konflik Dalam
Organisasi (Al Fabeta 2008)
Muchlas M, 2008, Perilaku
Organisasi, Gadjah Mada University, Jogjakarta
Luthans F. Organizational Behavior,
Mc Graw Hill, Singapore, 1981
Miftah Thoha. Kepemimpinan dalam
Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Munandar AS. Manajemen Konflik
dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi Pengendalian Konflik dalam
Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 987
Robbins, SP. Organizational
Behaviour, Prentice Hall, Siding, 1979.
Winardi. Manajemen Konflik (Konflik
Perubhan dan Pengembangan), Mandar Maju, 1994
J. Winardi. 2003. Teori Organisasi
& Pengorganisasian. Rajawali Press